Mohon tunggu...
Sigit Budi Prasetyo
Sigit Budi Prasetyo Mohon Tunggu... Alumni Sosiologi Universitas Jember

Seseorang yang tertarik pada bidang politik, sosial, sejarah, budaya dan militer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Urang Banjar Indragiri: Sebuah Tulisan Singkat Urang Banjar di Tanah Rantau

15 April 2025   10:46 Diperbarui: 15 April 2025   10:46 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Al Huda, salah satu icon kota Tembilahan (https://bertuahpos.com/advertorial/ini-masjid-tertua-di-inhil.html)

Suku banjar merupakan salah satu etnis yang berasal dari daerah Banjar atau yang disebut Banua Banjar/Tanah Banjar. Banua Banjar sekarang dapat kita kenali sebagai daerah provinsi Kalimantan Selatan. Suku banjar juga tumbuh dan berkembang di beberapa provinsi di pulau Kalimantan seperti Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Selain di Pulau Kalimantan, Suku Banjar juga menyebar di berbagai kepulauan nusantara, seperti Sumatera, sebagian pulau Jawa hingga ke semenanjung Malaya. Dalam tulisan ini berfokus pada keberadaan suku Banjar di kabupaten Indragiri Hilir provinsi Riau.

Sejarah Migrasi Urang Banjar ke Indragiri Hilir

Suku Banjar memiliki sejarah panjang kedatangannya ke Indragiri, hal ini tidak lepas dari sejarah perang Banjar yang terjadi di Tanah Banjar. Gelombang migrasi yang dilakukan oleh masyarakat Banjar tidak terjadi hanya sekali, namun setidaknya ada beberapa gelombang migrasi. Gelombang Pertama, pada tahun 1780. Etnis Banjar yang menjadi imigran ketika itu adalah para pendukung Pangeran Amir yang menderita kekalahan dalam perang saudara antara sesama bangsawan Ke sultanan Banjar, yakni Pangeran Tahmidullah. Mereka harus melarikan diri dari wilayah Kesultanan Banjar karena sebagai musuh politik mereka sudah dijatuhi hukuman mati. Gelombang kedua, pada tahun 1862 terjadi lagi migrasi besar-besaran ke pulau Sumatera. Etnis Banjar yang menjadi imigran kali ini adalah para pendukung Pangeran Antasari dalam kemelut Perang Banjar. Mereka harus melarikan diri dari pusat pemerintahan Kesultanan Banjar di kota Martapura karena posisi mereka terdesak sedemikian rupa. Pasukan Residen Belanda yang menjadi musuh mereka dalam Perang Banjar yang sudah menguasai kota-kota besar di wilayah Kesultanan Banjar. Gelombang ketiga, Ketiga, pada tahun 1905 etnis Banjar kembali melakukan migrasi besar-besaran ke pulau Sumatera. Kali ini mereka ter paksa melakukannya karena Sultan Muhammad Seman yang menjadi raja di Kesultanan Banjar ketika itu mati syahid di tangan Belanda (Wardani, 2007).

Namun untuk migrasi ke wilayah Indragiri Hilir diketahui terjadi sekitar tahun 1885, yaitu pemerintahan Sulthan Isya Muddayat Syah, Raja Indragiri sebelum Raja terakhir. Adapun pendapat lain tentang migrasi suku Banjar ke Sumatera, khususnya Indragiri terjadi sekitar 1914-1919 karena efek perang dunia pertama. Ada beberapa alasan mengapa masyarakat Banjar melakukan migrasi keluar daripada tanah Banjar. Alasan pertama, daerah kalimantan selatan terjadi kekurangan bahan pangan beras luar biasa, bahkan sampai disebut "zaman beras larang (mahal)". Kedua, ketidaksukaan masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah kolonial seperti pemberlakuan pajak, sewa tanah, pajak pasar, pajak kepada orang yang bepergian haji ke tanah suci, serta kerja rodi.

Ada dua cara migrasi yang dilakukan oleh masyarakat Banjar, yaitu migrasi langsung dan tidak langsung. Migrasi langsung adalah para migran yang berangkat dari Kalimantan Selatan menuju Indragiri Hilir. Sedangkan migran tidak langsung adalah migran yang berangkat dari Kalimantan Selatan menuju Indragiri Hilir, tetapi sebelum sampai ke daerah tujuan mereka pernah tinggal di daerah lain, seperti yang terjadi pada perantau Banjar di daerah Kuala Tungkal sebelum mereka menuju daerah Tembilahan. Mereka menetap terlebih dahulu di daerah Kuala Tungkal selama beberapa saat (bisa beberapa bulan bahkan sampai bertahun-tahun), lalu menyeberang menuju daerah Tembilahan. Proses migrasi seperti ini dikenal dengan istilah leaping frog (loncat katak) (Putra, 2011).

Daerah Sapat merupakan wilayah terbesar yang ditempati oleh migran suku Banjar pada awal 20. Hal ini disebabkan oleh wilayah sapat merupakan daerah yang subur yang terletak di muara Sungai Indragiri, sehingga sangat bagus dan berpotensi untuk dijadikan wilayah perkebunan atau pertanian. Masyarakat Banjar pada umumya membuka perkebunan kelapa, hal ini didukung oleh pembuatan parit-parit untuk pengairan irigrasi mendukung perkebunan. Selain menjadi saluran irigasi, parit juga menjadi sarana untuk mengangkut hasil perkebunan kelapa.

Eksistensi urang Banjar di Tanah Melayu.

Masyarakat Banjar di wilayah Indragiri bukan hanya sekedar sebagai pendatang tanpa kontribusi, namun menciptakan dinamika positif bagi wilayah yang mereka tempati. Hubungan harmonis antara kesultanan Indragiri dengan para migran Banjar, hal ini dapat dilihat dari sejarah diangkatnya Syekh Abdurrahman Siddiq bin Muhammad Afif al-Banjari bin Mahmud bin Jamaluddin (Tuan Guru Sapat) sebagai mufti kerajaan Indragiri. Beliau diangkat oleh Sultan Mahmud Shah (Raja Muda) sebagai Mufti Kerajaan Indragiri 1919-1939 berkedudukan di Rengat dan mengabdikan diri di Kerajaan Indragiri. Mufti adalah seorang ahli agama yang ditugaskan oleh Sultan untuk memenuhi kebutuhan umat Islam, khususnya dalam hal perkawinan, mawaris, pengadilan dan perceraian. Selain menjadi mufti, beliau juga mendirikan pusat pembelajaran kajian Islam di Sapat dan memiliki banyak murid, hingga saat ini sering diadakan haul untuk mengenang Tuan Guru Sapat.

Tuan Guru Sapat           (https://radarbanjarmasin.jawapos.com/tahulah-pian/1975411214/tuan-guru-sapat-lahir-di-martapura-jadi-mufti-di-sumatera)
Tuan Guru Sapat           (https://radarbanjarmasin.jawapos.com/tahulah-pian/1975411214/tuan-guru-sapat-lahir-di-martapura-jadi-mufti-di-sumatera)

Di zaman sekarang masyarakat Banjar sudah tersebar luas di Kabupaten Indragiri Hilir, hampir seluruh kecamatan terdapat kampung-kampung Urang Banjar. Kuatnya pengaruh suku Banjar dapat dilihat dari bahasa pergaulan sehari-hari yang digunakan masyarakat Tembilahan adalah bahasa Banjar. Bahasa Banjar sebagai bahasa pergaulan digunakan mulai dari pasar, warung-warung hinga sekolah. Budaya Banjar yang ada di Indragiri Hilir tetap terjaga dengan baik seperti kuliner masakan khas Banjar, kesenian madihin dan mamanda tetap lestari. Selain itu masyarakat Banjar hidup rukun dan harmonis dengan suku lokal Melayu serta suku pendatang seperti Jawa, Bugis dan lain lain.

Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun