Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Content Creator

Pembuat konten video, host podcast , selebihnya pengangguran banyak acara

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gagal Paham Tentang Budaya Korupsi di Negeri Kita

11 Maret 2017   21:43 Diperbarui: 11 Maret 2017   22:11 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perpolitikan nasional kembali tergoncang, kali ini dengan kasus persidangan dugaan korupsi e-KTP. Kasus korupsi bancakan yang diduga melibatkan segenap pejabat tinggi negeri ini. Harus diakui "nyali" Ketua Agus Rahardjo dalam meneruskan pengungkapan kasus mega korupsi ini ("mega" seperti nama bank ...heheheh..)

KPK melansir kerugian negara berkisar 2,5 trilyun rupiah ( kalau dibeliin cendol dapat berapa,ya?). Negeri ini memang tak luput dari kasus korupsi, setiap rezim meninggalkan "Pekerjaan Rumah" soal korupsi. Rezim berikutnya biasanya kena  getahnya (karet kali,ya). Bisa dianalogikan "Tidak ikut pesta, tapi ikut cuci piring ( salah kali peribahasanya? Bodo ahh bukan korupsi ini)

Malu juga sebagai orang Indonesia bila mengintip ranking indeks korupsi negara - negara dunia. Peringkat negeri kita mungkin naik atau  mungkin turun,ya ? Maksudnya peringkatnya naik sebagai negara terkorup atau turun sebagai tersedikit pengungkapan kasus korupsinya? 

Kalau tidak salah, mungkin benar, dalam 3 tahun terakhir ini perang antara " geng" koruptor dan anti korupsi sangat sengit. Hiruk - pikuk, hip-hip hura, apalagi pada setiap suksesi pemerintahan, isu - isu korupsi selalu menempel pada calon - calon kepala daerah dan calon presiden. Kesimpulan ini diambil sejak Jokowi naik menjadi gubernur sampai hari ini Jokowi menjadi Presiden. 

Bukan berarti Jokowi layak dinobatkan sebagai "ikon" anti - korupsi, masih butuh waktu dan indikator untuk mengambil kesimpulan. Secara kasat mata, kinerja JKW selama menjalani separuh masa jabatannya ini cukup bagus, masyarakat luas menilai JKW masih "on track".

Tentunya masih belum ideal sesuai harapan ideal masyarakat. Namun bila dibandingkan sang " mantan" yang 2 periode, Indonesia tidak mengalami perubahan signifikan yang dialami rakyat banyak. Moga-moga JKW tidak meninggal PR juga seperti rezim-rezim sebelumnya.

Di Indonesia entitas korupsi sudah menjelma menjadi virus yang nikmat, tidak mematikan jiwa dan raga sang pelaku. Tidak percaya? Terlihat ekspresi tersangka pelaku korupsi yang direkam media televisi di gedung KPK, mimik mereka tak terlihat sedih, takut atau ekspresi yang menunjukkan penyesalan. Sebaliknya mereka justru menyangkal dengan tegas - tegas, bahkan menuduh ada yang mengzholimi.

Meski sudah menjadi terpidana, "hotel prodeo" bukan akhir segalanya bagi terpidana korupsi, dengan uang melimpah dari hasil korupsi segala fasilitas lebih di penjara bisa di dapat. Harus bagaimana menyikapinya, meski Menteri Kemenhukham berganti nama dan asal partai tetap saja kasus serupa tak pernah lenyap.

Saya gagal paham dalam memahami budaya korupsi di negeri ini. Siapa yang salah terhadap keadaan ini. Ada pihak yang menyatakan budaya korupsi adalah warisan zaman Kolonial, hmmmm..... nggak juga. Ada juga yang menyatakan perilaku korupsi karena kekuasaan otoriter seperti seperti yang dikatakan seorang intelektual bahwa "kekuasaan cenderung korup".

Mungkin betul, tapi mungkin juga tidak, karena banyak pejabat di negara lain tak seperti itu. Atau mungkin iman orang Indonesia lemah? Hmmm...mungkin, tapi rata - rata  para koruptor pemeluk agama yang taat menjalankan hukum - hukum agama.

Mungkin kita - kita juga yang salah, terlalu permisif, memuja material. Sanksi sosial terhadap pesakitan kasus korupsi amat rendah. Bisa jadi karena masyarakat kita gagal paham terhadap dampak perilaku korupsi. Sekali mungkin karena masyarakat kita religius, mudah memaafkan, mudah maklum, atau lebih tepat mudah dibodohi oleh kampanye dan pencitraan " geng koruptor".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun