Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger ajah

blogger @ sigitbud.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gubernur DKI Jakarta Pilihan Mayoritas Warga Ini Hebat

17 Maret 2018   23:08 Diperbarui: 17 Maret 2018   23:18 1032
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan murah masih menjadi pilihan warga Jakarta (wartakota.tribunnews.com)

Minggu ini saya diundang oleh seorang teman menghadiri Gala Premier sebuah film nasional berjudul "Moonrise Over Egypt", mengangkat kisah  perjuangan diplomasi  Agus Salim di awal kemerdekaan mendapat pengakuan Kemerdekaan dari Negara Mesir. Hadir dalam acara itu Gubernur DKI Jakarta, dimana sang Kakek juga salah satu tokoh di film tersebut, memberikan pidato pembukaan. Tema keberagaman dan toleransi menjadi fokus  opening speech tersebut. Hadir pula di sana adalah Ketua MPR , Zulkilfi Hasan yang menggarisbawahi tema toleransi dan keberagaman yang sudah dipaparkan Gubernur DKI Jakarta.

Tak  ada yang istimewa dari pidato pembukaan, tak ada yang walk out dari gedung bioskop di Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan tersebut. Menurut teman saya, tadinya Presiden juga diundang ke acara tersebut tapi tak bisa hadir. Sebelum teman saya cerita soal undangan ke Presiden, saya sudah tahu bahwa Presiden di hari yang sama sedang bertolak ke benua Kangguru, Australia. Kebetulan ada seorang teman yang setiap hari memberikan informasi kegiatan Presiden Joko Widodo di Whatsapp Grup (WAG).

Saat mendengar pidato Gubernur DKI Jakarta soal keberagaman dan toleransi yang dikaitkan dengan tema film tersebut, pikiran saya kembali melayang masa -masa  kampanye Pilkada DKI Jakarta lalu yang penuh drama sentiment agama. Dalam pikiran saya, begitu mudahnya para politisi menggunakan berbagai topeng dan isu untuk kepentingan sesaat atau untuk meraih kekuasaan.

Masa kerja Gubernur DKI Jakarta terpilih mendekati 6 bulan, tak banyak hiruk - pikuk dari Balaikota,tak ada warga mengadu di Balaikota,  persoalan Pidato Pelantikan yang dulu banyak mendapat kritikan kini juga sudah terlupakan. Kabarnya kasus tersebut dilaporkan ke polisi  oleh kelompok masyarakat sipil . Setelah reda, muncul lagi soal penataan Pasar Tanah Abang, juga berbuntut gugatan ke meja hijau.  Soal  Pulau Reklamasi Teluk Jakarta pun seperti tertelan bumi, mungkin sudah ada kesepakatan pembagian hak  antar pemangku kepentingan sehingga semua diam.  

Rutinitas bencana tahunan di Jakarta tak berbuntut panjang,  meski di media sosial memaparkan banjir tahun ini lebih parah dari tahun lalu. Ujung -- ujungnya pembangunan infraktruktur di beberapa ruas jalan di Jakarta menjadi "kambing hitam", secara politis alasan itu tepat. Lha wong benda mati kalau disalahkan akan tetap diam tak akan bisa menjawab. Belakangan muncul juga soal pengunduran diri Direktur BUMD yang biasa mengurus soal subsidi daging, warisan kebijakan dari Gubernur sebelumnya.

Dibandingkan era Gubernur sebelumnya, kiprah Gubernur terpilih saat ini tak menimbulkan banyak gejolak di internal birokrasi. Entah apa sebabnya, bisa jadi para birokrat sudah merasa bebas tekanan kerja tinggi dari Gubernur sebelumnya, dan ritme kerja sudah "normal"lagi. Kata ini merujuk kebiasaan kerja birokrat DKI Jakarta sebelum Joko Widodo menjabat DKI Jakarta I.

Program - program kontroversial janji kampanye, seperti rumah DP O Rupiah akhirnya berlalu begitu saja seperti angin lalu. Terakhir, Pemda DKI Jakarta klaim tidak memberikan subsidi dari APBD untuk progam ini,  respon masyarakat pun tetap "adem ayem".  Dua kemungkinan, masyarakat tak paham dengan janji tersebut atau tidak peduli dengan program Pemda DKI Jakarta. Mungkin dua - duanya benar. Lalu pemberian dana ke RT/RW dengan milyaran juga menguap, mungkin para pengurus RT/RW sudah dapat dijinakan sehingga tak ada yang turun ke jalan.

Tak ada kelompok masyarakat sipil (civil society)  yang kukuh mengawal dan menuntut realisasi program - program di atas,  mungkin masyarakat juga sudah sadar bahwa itu hanya sebuah janji seperti halnya Uang Muka untuk Program OK OC. Realitanya Kantor Kecamatan dijadikan outlet dadakan untuk pengusaha yang bisnis nya sudah maju sebelumnya.  RPTRA pada pemerintahan Gubernur dahulu menjadi ikon  warga kecil menengah Jakarta, kini seperti kehilangan jiwa, sepi dan ala kadarnya. Saya jadi teringat dengan sejumlah taman - taman yang terlantar di Kebayoran Baru dan Tebet, akhirnya dijadikan lahan parkir untuk penghuni.

Kabar normalisasi Sungai Ciliwung juga tak terdengar lagi, entah kenapa, atau karena Presiden Jokowi sudah memerintahkan Kementerian PUPR membangun dua waduk di kawasan Bogor untuk mengurangi debit air ke Jakarta jadi tidak perlu normalisasi ? Jelas Presiden Joko Widodo sudah menepati janjinya semasa kampanye Calon Presiden untuk mengatasi banjir tahunan di Jakarta,

Meski banyak pertanyaan dalam benak saya, tapi saya berusaha berpikir positif bahwa apa yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta terpilih, langkah dan program - programnya sudah sesuai harapan pemilih mayoritas penduduk ber-KTP Jakarta. Memang hebat Gubernur DKI Jakarta ini sanggup menyihir masyarakat dan  kelompok masyarakat sipil di Jakarta yang dulu berlomba menyumbang ide dan gagasan ke Balaikota, kini menjadi diam.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun