Dari strata tingkatan level istri ini jugalah yang kerap kali menimbulkan masalah dan menyebabkan tidak harmonisnya rumah tangga, dan kerap menimbulkan perdebatan dan pertengkaran dalam rumah tangga.
Ini karena akhirnya istri menuntut agar suami tidak melulu berada di kisaran level bawah terus-menerus, istri menuntut agar suami bisa setara dengan level para istri lainnya, bahkan akhirnya para istri jadi menuntut suami agar mencari kerja yang levelnya lebih terhormat posisinya.
Sehingga bila pertengkaran semakin runyam bisa rentan menimbulkan keretakan dalam rumah tangga, dan bahkan akhirnya bisa memicu perceraian.
Berlatar dari inilah, seyogianya para istri semestinya dapat lebih bijak menyadari bahwa jabatan suami itu sejatinya bukanlah menempel atau melrkat pada istri.
Jabatan suami itu diposisikan oleh Kantor/Instansi sudah sesuai penempatan Job Desk masing-masing, sesuai latar belakang kualifikasi dan kualitas SDM masing-masing dan sejatinya hanya berlaku pada suami.
Jadi, sebenarnya yang lebih elegan dan etis berlaku dalam setiap lingkup sehari-hari adalah agar dapatnya para istri lebih mengedepankan silaturahmi, kekeluargaan, dan kekerabatan tanpa mempersoalkan, membedakan dan  memposisikan diri sesuai level jabatan suami.
Namun bila memang para istri harus dihadapkan pada situasi dan kondisi yang membawa suasana gengsi tingkatan level jabatan suami, maka istri yang suaminya hanya berada dilevel kisaran bawah tidaklah perlu berkecil hati, malu ataupun sungkan dan dapat memaklumi level jabatan suami.
Hargailah apa yang sudah di perjuangkan suami demi menghidupi dan menafkahi keluarga, maka lebih bijak bersikap terima apa adanya, tabah, berserah diri dan tetap bersyukur pada Ilahi atas berbagai limpahan rezekinya.
Semoga bermanfaat.