Mohon tunggu...
Sigid PN
Sigid PN Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru, dan Pegiat Literasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Ingin Bahagia

25 April 2022   07:44 Diperbarui: 25 April 2022   08:49 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebut saja Pepeng (nama samaran), dia lahir di kota gudeg Yogyakarta. Pepeng diasuh oleh nenek serta keluarga dari ibunya karena orang tua Pepeng merantau di Jakarta.

Pepeng kecil nakal sekali, entah karena kurang mendapat perhatian orang tua, hanya diberikan ASI beberapa bulan saja lalu diberi susu kaleng atau kenapa yang jelas sepertinya masa kecil Pepeng kurang bahagia.

Kalau orang tuanya pulang ke Yogyakarta untuk menjenguk Pepeng, seolah-olah Pepeng tidak ingin menemuinya. Pepeng pernah diantar ke sekolah taman kanak-kanak oleh ayahnya tapi tanpa sepengetahuan ayahnya, Pepeng sudah kabur dari sekolah dan sudah ada di rumah bersama neneknya.

Lain waktu pernah dagangan neneknya di rumah hampir ludes dibagikan Pepeng kepada teman-teman yang mengunjunginya. Neneknya tentu memarahi serta menasihati Pepeng. Pepeng pun hanya terdiam mendengar nasihat neneknya yang ternyata telah dianggap sebagai sosok ibu oleh Pepeng kecil.

Usia lima tahun menghadirkan pengalaman buruk bagi Pepeng, dimana anak-anak seusia itu seharusnya bisa tertawa riang bermain dengan teman-temannya. Sekitar tahun 1984 Orang tua Pepeng meminta agar Pepeng diantarkan ke Jakarta. Dia pun diantarkan ke Jakarta oleh nenek dan pamannya. Pepeng hanya tahu bahwa dia akan diajak jalan-jalan ke rumah orang tuanya. Setelah itu dia ditinggalkan oleh nenek dan pamannya untuk kembali ke Yogyakarta tanpa sepengetahuan Pepeng. Semua paham betul apabila Pepeng sangat menyayangi dan tidak bisa lepas dari neneknya, jadi terpaksa cara tersebut dilakukan, akhirnya Pepeng menangis sejadi-jadinya.

Mental dan karakter Pepeng tumbuh diiringi dengan kerasnya kehidupan kota metropolitan Jakarta. Tak disangka ternyata didikan orang tuanya sangat keras, salah sedikit tamparan serta pukulan melayang ke wajah dan tubuh Pepeng. Mencuci piring, menyapu, mengepel lantai dan memompa air untuk mengisi bak serta ember adalah tugas Pepeng kecil di rumah. Di usia anak lima tahunan dia telah menyesali kenapa dirinya dilahirkan ke dunia.

Ketika Pepeng kelas 6 SD dia pernah diduelkan dengan anak seusianya oleh pemuda tidak bertanggung jawab. Mereka dimasukan ke dalam pabrik yang saat itu tengah sepi, kemudian mereka berkelahi dengan masing-masing bermodalkan obeng yang dipinjamkan oleh pemuda tadi. Setelah kedua anak tersebut banyak terluka baru mereka dipisahkan lalu dibebaskan. Dengan langkah gontai Pepeng pulang ke rumah. Baru melintasi pinggiran pabrik, ada warga yang tak tega lalu menolong Pepeng yang hampir pingsan.

Beranjak SMP hidup seperti terasa sepi dan membosankan bagi Pepeng yang semakin tidak kerasan tinggal di rumah. Dia mengusap-usap bekas dua jahitan dikepala akibat dipukul oleh ayahnya dengan menggunakan gayung gara-gara Pepeng menggerutu ketika disuruh memompa air. 

Pepeng jadi tidak betah di rumah serta sering bolos sekolah sekedar untuk pergi ke toko buku Gramedia Blok M, disitu dia bisa puas membaca dan melihat mainan mobil-mobilan tamiya juga mainan-mainan lain yang sangat diidam-idamkannya sejak lama. 

Karena Pepeng sering membuat ulah dan mulai berani melawan orang tua, akhirnya Pepeng dipindahkan ke Kuningan Jawa Barat untuk melanjutkan pendidikannya pada jenjang SMU. Pepeng kemudian tinggal bersama nenek beserta keluarga dari ayahnya.

Semoga kisah di atas dapat menjadi perhatian khususnya para orang tua agar selalu memberikan kasih sayang dengan tulus dan ikhlas kepada anak-anaknya. Mereka adalah anugerah serta titipan Allah SWT. Kelak kita akan dimintai pertanggungjawabannya.
 
Bersambung.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun