Mohon tunggu...
Sifa NurInayah
Sifa NurInayah Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya mahasiswa UPI jurusan PPKn

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Katanya "Semua Demi Anak"

27 Mei 2024   22:55 Diperbarui: 27 Mei 2024   23:23 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernikahan tak selamanya berjalan baik. Perselingkuhan bahkan kekerasan menjadi salah satu pemicu terjadinya perceraian. Namun, apakah perempuan yang sudah memiliki anak akan memilih bercerai? Tidak! Mereka tetap mempertahankan pernikahan dengan alasan "semua demi anak". Pada tulisan ini, saya akan memberikan pandangan saya terkait hal tersebut.

Saya berada dilingkungan dengan maraknya kasus perselinghukan. Perdebatan bahkan tangisan seringkali terdengar. Bagi perempuan yang belum memiliki anak akan lebih mudah untuk memilih bercerai setelah mengetahui bahwa dirinya menjadi korban perselingkuhan. Namun, bagi perempuan yang sudah memiliki anak akan banyak sekali pertimbangan untuk memutuskan hal tersebut.

Seorang ibu akan memikirkan bagaimana kondisi anaknya setelah terjadi perceraian. Berbagai macam pertanyaan menghantui pikiran sang ibu. Apakah anak saya akan menderita setelah perceraian tersebut? Apakah mental anak saya akan baik-baik saja? Siapa yang akan membiayai anak saya? Apakah kebutuhan anak saya akan tercukupi? Bagaimana dengan masa depan anak saya?

 

Semua pertanyaan itu menghantui pikiran sang ibu. Hingga akhirnya sang ibu memilih untuk pempertahankan pernikahannya dengan alasan semua demi kebaikan anaknya. Sang ibu sibuk memikirkan kebahagiaan anaknya dibandingkan dengan kebahagiaannya sendiri. Namun, apakah sang anak akan bahagia melihat ibunya bertahan demi anak?

Menurut saya, mempertahankan pernikahan dengan alasan demi kebaikan anak tidak selalu menjadi pilihan yang tepat. Pertengkaran akan sering terjadi setelah perselingkuhan tersebut. Semua perdebatan akan disangkut pautkan dengan perselingkuhan yang sudah berlalu. Perselingkuhan itu akan terus diungkit. Anak akan sering menyaksikan orangtuanya bertengkar dan mental anak pun akan rusak. Anak tidak akan merasa bahagia dengan kondisi tersebut.

Selain itu, sang anak tidak akan tega melihat ibunya menderita demi dirinya. Anak pun akan memikirkan kebahagiaan sang ibu. Apabila sudah tidak ada lagi kebahagiaan lalu untuk apa pernikahan itu tetap dipertahankan. Perpisahan tidak selalu menjadi pilihan yang buruk dan anak pun dapat mengerti akan hal  tersebut. Anak akan lebih merasa bahagia melihat sang ibu bahagia walaupun akan selalu ada konsekuensi dari sebuah perceraian.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun