Mohon tunggu...
Yai Baelah
Yai Baelah Mohon Tunggu... Pengacara - (Advokat Sibawaihi)

Sang Pendosa berkata; "Saat terbaik dalam hidup ini bukanlah ketika kita berhasil hidup dengan baik, tapi saat terbaik adalah ketika kita berhasil mati dengan baik"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penilaian Itu

20 Oktober 2020   21:37 Diperbarui: 20 Oktober 2020   21:41 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi tadi, tatkala melihat mobil lalu lalang di jalan raya, pertanda masing-masing orang memulai kesibukannya, aku sempat merenung. "Sepertinya hidup orang-orang hanyalah sekedar "menunggu mati", pikirku. 

Mengapa? Ya, karena kesibukannya sama seperti pagi kemarin dan kemarinnya lagi. Begitu-begitu saja. Hanya menjalani rutinitas kesibukan dunia demi kepentingan akan kebutuhan hidup semata, tanpa peduli dengan tujuan hidup yang lainnya.

Bila kesibukan hari ini sama seperti kemarin dan akan sama besoknya, pagi bekerja, malam kecapekan, besok sibuk lagi, lalu begitulah seterusnya, yang dipikirkan hanya pekerjaan dan menikmati hasil pekerjaan (uang), makan-makan, bercengkrama, mencari hiburan dan liburan, maka seperti yang saya pikirkan tadi, hidup yang demikian hanyalah "menunggu mati" saja. 

Ya, bila waktu hidup kita hanya dihabiskan untuk rutinitas kesibukan dunia, maka artinya hidup ini tak lebih dari sekedar "menunggu mati".  Bila masanya mati, maka habislah,  selesai, terhentilah semua kesibukan itu. Kesibukan yang sekedar "meramaikan dunia". 

Adakah yang lebih dari itu? Adakah nilai yang lebih baik dari itu dalam sebuah perjalanan hidup?

Semua pasti sepakat bahwa dalam setiap perjalanan hidup kita ini tak ubahnya menuliskan sebuah cerita. Masing-masing orang mungkin berusaha untuk menuliskan cerita yang  berkesan dan terkesan baik, yang bernilai tadi. Hanya saja, penilaian yang diharapkan masing-masing orang itu boleh jadi belum tentu sama. 

Maksudnya, sebahagian orang ada yang ingin mendapatkan penilaian baik di mata sesama (manusia). Atas semua perbuatan baiknya, ia hendak meninggalkan kesan atau cerita bagi orang-orang kalau dirinya di saat masih hidup adalah merupakan orang yang baik dan patut dicontoh (tauladan). Yang memberikan kebanggaan bagi keluarga, anak, istri, masyarakat dan lebih luas lagi bagi bangsa dan negara. Ia ingin berjasa dan dipandang berguna dalam penilaian dunia ini. 

Namun sebahagian yang lain bisa berbeda. Ia hanya berharap penilaian baik itu datangnya  dari sang Pencipta, tidak dari dunia dan seputarannya. Bahwa apa yang ia lakukan semasa hidupnya tak lebih dari sekedar melakukan apa yang baik harus dilakukan menurut Nya dan tidak melakukan apa yang tidak boleh dilakukan atau dilarang Nya. 

Ya, tidak ada yang salah. Semua baik, selagi kehidupannya baik-baik saja.  Tidak perlu dipaksakan apa yang menjadi tujuan masing-masing orang. Itu terserah pada setiap individu.  

Lagipula, ini bukanlah hal yang penting diperdebatkan. Itu adalah masalah masing-masing orang. Hanya saja, mungkin sebahagian orang ada yang belum tahu bahwa "apa yang ia niatkan maka itulah yang akan ia dapatkan".  Kamu lakukan demi dunia, maka hanya kebaikan dunia yang akan didapatkan. Dilakukan demi Nya, maka kebaikan yang baik dari Nya lah yang akan didapatkan.

Hidup atau perjalanan hidup itu adalah tentang menuliskan cerita diri. Semua sepakat akan hal itu. Namun bedanya, hal cerita tadi ada yg niatnya sekedar ingin dinilai manusia, ada yg semata mengharapkan penilaian sang Pencipta. Maka, apa yg diniatkan, itulah nantinya yg akan kita dapatkan.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun