Mohon tunggu...
Shulhan Rumaru
Shulhan Rumaru Mohon Tunggu... Administrasi - Penikmat Aksara

Penikmat Aksara

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Jejaring Hoaks yang Menghantam Jokowi, Dari Siapa?

13 Januari 2019   22:30 Diperbarui: 13 Januari 2019   22:46 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar dari genPi.co

Harus kita akui bersama bahwa hoax di Indonesia sudah cukup akut dan lebih dilekatkan pada politik, sekalipun pada kenyatannya hoax tidak hanya terjadi di arena politik. Hanya saja, memang belakangan ini, mayoritas hoax yang mengundang kegaduhan publik, ya, hoax yang ditebarkan di sirkuit politik. Akibatnya, pemilu kita mengalami "kebocoran" konsolidasi seperti friksi sosial dan kubu-kubuan politik, yang pada akhirnya harus kita tambal sulam setiap kali pemilu dihelat.

Sebelum lebih jauh, mari kita lacak sebenarnya dari mana akar kata hoax itu sendiri dan awalnya seperti apa yang dimaksud hoax itu. Mengutip Heryanto (2019), bahwa banyak versi asal mula kata hoaks ini. 

Salah satunya ditelusuri secara serius oleh Museum of Hoaxes (www.hoaxes.org) yang berpusat di San Diego, California, Amerika. Sebuah lembaga yang berperhatian mengidentifikasi, mengumpulkan dan mengkategorikan hoax baik sejarah, cerita, foto dan klaim-klaim lainnya dari zaman ke zaman di berbagai negara.

Kata hoax ditelusuri dari sejarah asal katanya, pertamakali populer digunakan pada pertengahan hingga akhir abad ke-18. Berasal dari kata yang kerap digunakan oleh para pesulap yakni "hocus pocus". Istilah hocus pocus sendiri pertamakali muncul awal Abad ke-17. 

Kata tersebut, diambil dari nama pesulap yang kerap menyebut sendiri namanya dengan julukan 'The kings majesties most excellent hocus pocus' karena dalam setiap penampilannya menggunakan beragam trik sulap, dia selalu melafalkan ucapan atau mantra "hocus pocus, tontus talontus, vade celeriter jubeo".

Pesulap yang terkenal berikutnya menggunakan frase "Hax pax max deus adimax". Frase yang digunakan para pesulap ini sesungguhnya tiruan (atau sebenarnya ejekan) dari frasa yang digunakan oleh para imam dari Gereja Katolik dalam prosesi transubstansiasi "hoc est corpus". Sedangkan dalam Cambridge Dictionary (2017), disebutkan bahwa hoax adalah rencana untuk menipu sekelompok besar orang; bisa juga diterjemahkan sebuah tipuan.

Nah, dari sini kita menarik kesimpulan bahwa hoax di sini lebih dimaksud pada kaitannya dengan publik. Artinya, hoax erat kaitannya dengan pesan-pesan bermuatan penipuan yang dilakukan secara terstruktur dan ditujukan atau melibatkan publik secara masif. Sehingga, apabila terjadi hoax, maka sudah barang tentu bukan kerjaan orang per orang melainkan kelompok.

Kalau ada informasi tidak benar yang beredar di media massa atau media sosial yang memang memancing kekisruhan publik, maka itu disebut sebagai hoax, bukan penipuan biasa. Nah, sekarang saya ingin mengajak Anda membaca jejaring hoax yang selama ini beredar, terutama hoax yang ditujukan untuk menyerang Jokowi. Terlebih belakangan ini, sejumlah hoax diembus dari sejumlah kalangan pembenci dengan cukup masif.

Sejak 2014 lalu, hoax tumbuh subur dalam banyak hajat politik, bahkan menemukan momentum bisnisnya. Layaknya industri bisnis, hoax pun dipesan dengan bayaran yang tak sedikit, bisa tembus ratusan juta rupiah, malahan lebih. 

Mengapa begitu? Sebab konsumsi hoax naik tajam. Misalnya saja, terbitnya tabloid Obor Rakyat pada 2014, dilanjut hoax eksodus 10 juta pekerja China, wafatnya mantan presiden BJ Habibie, miringnya jembatan Cisomang, kebohongan Ratna Sarumpaet, 70 juta surat suara tercoblos, dan lain sebagainya yang santer belakangan ini.

Khusus untuk Obor Rakyat, sepertinya memang sengaja digunakan oleh penantang Jokowi saat itu atau sengaja dilekatkan dengan lawan Jokowi sebagai alat gebuk. Jika dilihat rekam jejaknya, Obor Rakyat terbit pertama kali pada Mei 2014 dengan judul 'Capres Boneka' dengan karikatur Jokowi sedang mencium tangan Megawati Soekarnoputri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun