Mohon tunggu...
A. L Shinta L.
A. L Shinta L. Mohon Tunggu... Freelancer - Beautician, Writer

AAA., BBM., M.A., CCLS., CTRS., CCHS.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Susahnya Jadi Perempuan - Spesial Hari Kartini

21 April 2024   00:00 Diperbarui: 30 April 2024   19:13 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diambil dari web freepik.com

"Tindakan perempuan diilhami hidup sehari-hari, langkahnya panjang sebab tak hanya mengurus diri sendiri." - Najwa Shihab

Membahas peran perempuan/ wanita tidak pernah ada habisnya. Peran yang kadang ambigu dan ambivalensi membuat topik tentang perempuan tidak akan pernah berujung. Beratnya beban tugas menjadi perempuan bisa jadi adalah salah satu permasalahannya.

Saya pribadi dari kecil selalu ingin lahir jadi laki-laki karena saya melihat laki-laki hanya punya satu tugas utama, yaitu mencari nafkah. Sisanya sifatnya sukarela.

Jika bisa membantu pekerjaan rumah tangga atau mengurus anak adalah bonusnya. Memang di zaman emansipasi masa kini, sudah banyak laki-laki yang sadar jika itu adalah rumah dan anak-anaknya tentu sifatnya bukan membantu, melainkan kewajiban bersama.

Namun tentu tidak semua orang beranggapan hal yang sama. Selalu ada standar ganda yang diterapkan berbeda untuk laki-laki dan perempuan, dan ini berlaku bukan hanya di Indonesia, melainkan menjadi fenomena di seluruh dunia, jika laki-laki bergonta-ganti pasangan dianggap kenakalan biasa, namun tentu lain halnya dengan perempuan yang bergonta-ganti pasangan.


Perempuan dituntut bisa mengurus keluarga, suami dan anak-anaknya tapi jika hanya berfokus sebagai ibu rumah tangga, maka akan diberikan stigma, tidak 'ngapa-ngapain', 'tidak punya kerjaan' atau dilabeli 'cuma' ibu rumah tangga.

Perempuan yang ingin fokus bekerja dianggap melalaikan tanggung jawabnya dan seringkali dibilang hanya mengerjar harga diri atau harta duniawi yang tidak ada habisnya.

"Tidak ada batasan untuk kita, sebagai wanita, mencapai apapun." - Michelle Obama

Perempuan seringkali harus siap mengubur mimpi ketika memutuskan untuk menikah ketika pasangannya meminta kepadanya untuk fokus dalam mengurus keluarga. Sehingga ketika dirinya memaksakan untuk tetap berkarir dan sesuatu terjadi pada keluarganya entah suami ataupun anak-anaknya. Maka si perempuan kembali disalahkan. "Gak bisa jagain suami.", "Gak diurus anak-anak dan suaminya.", "Terlalu sibuk kerja, sampai gak mikirin/ urusin keluarganya." Dan masih banyak cap yang cenderung negative menghujani perempuan.

Salah satu dialog di dalam film "Barbie" 2023 cukup menggambarkan secara gamblang dilematis menjadi seorang perempuan. Kurang lebih terjemahan dialognya seperti ini, "Nyaris tidak mungkin menjadi perempuan. Seperti kita dituntut harus selalu sempurna tapi selalu salah di mata masyarakat. Perempuan harus kurus, tapi tidak boleh terlalu kurus. Dan kalian tidak boleh mengatakan ingin kurus melainkan ingin sehat, tapi kalian juga harus kurus. Perempuan harus punya uang, tapi tidak boleh meminta, karena tidak sopan. Kalian harus bisa menjadi bos, tapi jangan terlalu galak. Kalian harus memimpin, tapi kalian tidak boleh menentang ide orang lain. Kalian harus bahagia menjadi seorang ibu, tapi jangan berbicara tentang anak-anak kalian terlalu sering. Harus menjadi wanita karir tapi juga harus peka terhadap lingkungan. Kalian harus memaklumi perilaku buruk laki-laki, tapi ketika kita menegur, kalian akan dituduh terlalu banyak mengeluh. Perempuan dituntut untuk tampil cantik untuk pria, tetapi jangan terlalu cantik karena akan menggoda mereka atau mengancam perempuan lain karena kalian harus menjadi bagian dari gerakan perempuan. Harus menonjol tapi harus bersyukur dengan yang kalian miliki. Sistem ini tidak adil, kalian harus menemukan cara mengatasinya tapi harus tetap menerima kondisi tersebut. Kalian tidak boleh menua, kasar, pamer, egois, terpuruk, gagal, menunjukan rasa takut dan tidak boleh terlihat berbeda. Tuntutan ini terlalu sulit! Terlalu kontradiktif dan tidak ada yang memberi penghargaan atau ucapan terima kasih atas usaha kalian! Kalian tidak hanya dianggap melakukan semua hal dengan keliru tapi semuanya adalah salah kalian sebagai perempuan. Aku sangat Lelah melihat diriku sendiri dan setiap perempuan di luar sana karena harus menuruti tuntutan tersebut agar masyarakat menyukai kita."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun