Mudik bukanlah hal yang biasa penulis lakukan. Dulu waktu kecil memang beberapa kali mudik ke rumah eyang di Jawa Tengah. Tapi setelah itu ya sudah, Lebaran kebanyakan dihabiskan di ibukota yang sepi ditinggal penghuninya mudik.
Kecuali mungkin saat bermukim di Jayapura, Papua. "Mudik" yang paling berkesan adalah saat kami benar-benar akan pulang kampung ke Jakarta karena tugas Bapak di sana sudah selesai.
Saat itu kami sekeluarga tidak menumpang pesawat terbang seperti biasa saat pergi ke dan dari Jakarta dari Jayapura, melainkan naik kapal laut yang namanya KM Umsini. Sampai sekarang sepertinya kapal penumpang itu masih beroperasi meskipun dengan rute berbeda.
Kabar terakhir bahkan kapal itu dijadikan rumah sakit terapung khusus Covid. Yah, memang sudah cukup tua usianya dan tentu keadaannya sudah tidak se-kinclong dulu waktu kami menaikinya.
Di tahun 80-an saat kami melakukan perjalanan dengannya, Umsini baru berusia kurang lebih satu tahun. Tentu saja masih relatif baru dan keadaannya masih serba bagus. Apalagi pada saat itu rancangan kapal tersebut tentu sesuai dengan jamannya, jadi sama sekali belum kelihatan jadul atau kuno seperti sekarang.
Kami pun menumpang di kelas 1 di mana satu kamar hanya ditempati dua tempat tidur dengan kamar mandi di dalam. Saat itu penulis merasa senyaman tinggal di hotel yang cukup mewah. Selain  itu saat-saat yang penulis tunggu adalah saat makan siang atau malam, di mana kami semua pergi ke ruang makan yang disediakan khusus untuk penumpang kelas 1 dan 2.
Di sana makan siang dan malam itu disajikan dalam bentuk three-course meal di mana appetizer, main course, dan dessert disediakan satu demi satu oleh para pelayan. Jadi sama sekali bukan cara prasmanan.
Appetizer yang biasa disajikan adalah sup. Sup yang ada bukanlah semacam sop ayam yang isinya penuh dengan sayuran, ayam, dan lainnya. Bukan. Sup yang ini hanya berupa cairan seperti misalnya cream soup. Penulis tidak begitu ingat dengan main course dan dessert. Mungkin tidak terlalu berkesan ya. Hehehe.
Perjalanan mudik ini kami lakukan di hari-hari terakhir di bulan Ramadhan. Tetapi kami sekeluarga tidak berpuasa karena sedang berada di perjalanan yang lumayan jauh. Jayapura-Jakarta ditempuh dalam waktu satu minggu.
Namun kami tiba di Jakarta beberapa hari sesudah Idul Fitri. Artinya, kami merayakan Lebaran di tengah perjalanan. Mengasyikan ya? Yang jelas, kami jadi merasakan bagaimana menjalankan shalat Ied di tengah laut. Saat itu kebetulan tepat di hari Idul Fitri, kapal itu menyeberangi Laut Jawa dalam perjalanan dari Makassar (dulu Ujung Pandang) ke Surabaya.