Mohon tunggu...
Muhammad shidiqsaputra
Muhammad shidiqsaputra Mohon Tunggu... Penulis - (tak pernah menyerah)

Seorang saintis yang mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Nature

Siapa Akan Melanjutkan "Anak Pertanian?"

21 Mei 2019   05:00 Diperbarui: 21 Mei 2019   05:28 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jumlah tenaga pertanian pada awal tahun 2018 menurut BPS (badan pusat statistika) berkisar 35.875.389  orang. Jumlah yang sangat banyak mengingat Indonesia selain negara maritim juga merupakan negara agrarian dengan banyak penduduknya yang masih sangat bergantung dengan hasil pertanian. 

Bagaimana dengan perkembangan SDM (sumber daya manusia) pertanian dari tahun ke tahun? Berdasarkan BPS jumlah tenaga pertanian pada bulan agustus tahun 2016 dan 2017 adalah 35.088.823 dan 33.359.561. 

Dari kedua data terasebut kita bisa lihat bahwa ada trend penurunan jumlah tenaga pertanian yang cukup banyak ditiap pertengahan tahun. Menjadi sebuah permasalahan jika trend ini terus berlanjut sehingga ini menimbulkan sebuah pertanyaan "siapa akan?". 

Dengan topik utama regenerasi petani yang artinya siapa yang akan melanjutkan para petani. maka muncul dua kandidat terkuat yang terpilih yaitu anak petani dan anak pertanian. Banyak perpektif yang dapat dilihat dari keduanya. Mari kita lihat keduanya.

  1. Anak petani

Memang tidak dapat disangkal lagi, penerus petani terbanyak adalah para anak petani sendiri. Banyak faktor yang mempengaruhi seorang petani menjadikan anakya sebagai penerusnya. Diantara faktor yang paling berpengaruh adalah ekonomi dan pendidikan. Kedua faktor ini berperan penting dalam menciptakan persepsi seorang petani mengharapkan bahwa anaknya akan menjadi seorang petani pula. 

Dari faktor ekonomi seorang petani yang memiliki ekonomi rendah kebanyakan tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang perkuliahan. 

Begitu pula dengan anak petani tersebut kebanyakan dari mereka lebih baik bekerja dipertanian membantu orang tua daripada harus melanjutkan pendidikan yang memakan banyak biaya.Kita bisa tahu bahwa mereka yang bekerja sebagai petani memang kebanyakan dari masyarakat ekonomi menengah kebawah. 

Lalu dari pendidikan orang tua yang rendah mengakibatkan kurang pedulinya orang tua terhadap pendidikan anak atau lebih tepatnya mereka kurang tau urgensi pendidikan untuk karir masa depan anak mereka sendiri. 

Dari sini saja kita sudah dapat melihat bahwa anak para petani ini yang terjerat dalam dua faktor ini kemungkinan besar akan meneruskan orang tuanya. Bisa dilihat bahwa sekilas kedua faktor tersebut menempatkan petani dalam kondisi yang cukup buruk.

Lalu apakah kondisi ini harus dirubah? Ya memang kedua faktor tersebut menjadikan pertanian dalam kondisi buruk namun ada hal yang perlu di garis bawahi. Sekian banyak yang akan meneruskan para petani ini adalah anak-anak petani tersebut sehingga jika tanpa ada regenerasi dari anak petani tersebut maka jumlah sdm bidang pertanian akan berkurang sangat drastis dan ini berimbas pada hasil pertanian juga. 

Disinilah peran kementrian pertanian lewat program "peningkatan kualitas petani dan kelembagaannya" untuk mengembangkan potensi petani muda agar dapat memberdayakan kelompok dan diri mereka sendiri agar tidak hanya kuantitas saja yang dihasilkan melainkan kualitas terbaik juga didapatkan. Sehingga faktor kualitas akibat minimnya pendidikan seorang petani akan dapat teratasi dan menciptakan sdm yang cukup berkualitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun