Mohon tunggu...
Shendy Adam
Shendy Adam Mohon Tunggu... Dosen - ASN Pemprov DKI Jakarta

seorang pelayan publik di ibu kota yang akan selalu Berpikir, Bersikap, Bersuara MERDEKA

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Maraknya Kekerasan oleh Kepolisian: Akankah Karier Timur Tenggelam?

30 Desember 2011   02:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:35 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Kasus-kasus kekerasan yang melibatkan aparat Kepolisian cenderung meningkat. Sebagai Kapolri, Jenderal Timur Pradopo adalah orang yang paling bertanggungjawab. Akankah ia kehilangan jabatan?

Sejak awal penunjukkan, Timur Pradopo sudah menjadi buah bibir. Saat Bambang Hendarso Danuri mendekati masa pensiun, tersiar kabar beberapa nama yang dijagokan untuk menjadi Kapolri. Nanan Sukarna dan Ito Sumardi adalah dua Perwira Tinggi yang paling difavoritkan. Namun, Presiden SBY justu hanya mengajukan calon tunggal yaitu Timur Pradopo. Sukses melewati fit and proper test di DPRD, pria kelahiran Jombang itu akhirnya melenggang mulus ke kursi nomor satu di kepolisian.

Baru sekitar tiga bulan menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya, wajar jika Timur tidak diunggulkan. Pangkatnya juga baru dinaikkan menjadi Komjen saat ia dipindahtugaskan memimpin Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan Mabes Polri, kira-kira dua minggu sebelum akhirnya ia ‘loncat’ lagi menjadi Kapolri dengan pangkat Jenderal.

Penunjukkan Kapolri memang salah satu hak prerogatif Presiden. SBY tentu memilih orang yang paling bisa bekerjasama dengan dirinya. Kedekatan antara SBY dengan Timur disinyalir sudah terjalin saat keduanya tergabung dalam misi perdamaian ke Bosnia, di era Orde Baru. Kini, saat Polri tertimpa banyak persoalan, Timur seolah tak mendapat dukungan. Justru muncul indikasi adanya perpecahan antara Kapolri dengan Wakapolri.

Kasus Mesuji dan Bima adalah bukti sahih adanya krisis di tubuh kepolisian. Jatuhnya korban jiwa di dua daerah tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja. Sebagai pelindung dan pengayom masyarakat, Polri sama sekali tidak memainkan peran tersebut. Polri malahan lebih dekat dengan korporasi atau swasta ketimbang dengan masyarakat. Aparat keamanan seolah tampil beringas dan ‘gagah berani’ saat berhadapan dengan rakyat, dan melempem tatkala harus menindak pelanggaran hukum oleh pemilik modal.

Kasus lain yang meruak adalah perkara pencurian sandal oleh seorang remaja yang berujung pada dakwaan kurungan penjara lima tahun. Remaja ini sungguh sial lantaran sandal yang ia curi adalah milik seorang anggota Brimob. Sang aparat penegak hukum lantas menindaklanjuti perkara ini tanpa ampun. Kasus ini tentu saja meresahkan masyarakat karena mengusik rasa keadilan. Bagaimana bisa ancaman hukuman pencuri sandal lebih besar dari koruptor yang merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah?

Wajar jika kini banyak tuntutan agar segera dilakukan pergantian Kapolri. Jenderal Timur dianggap gagal memimpin institusi ini. Jika melihat rekam jejak beliau, akan kita dapati kasus yang serupa dengan Mesuji dan Bima, yakni kasus Trisakti. Saat pergolakan menuntut lengsernya Soeharto, Timur Pradopo menjabat sebagai Kapolres Jakarta Barat. Seharusnya, ia turut bertanggung jawab atas tragedi Mei 1998. Namun, kariernya justru melesat dalam 13 tahun terakhir. Akankah kali ini keberuntungan kembali berpihak pada dirinya?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun