Mohon tunggu...
Joel Natama
Joel Natama Mohon Tunggu... Siswa - Kolese Kanisius

amdg

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kala Sorak Menjadi Api dan Lelah Menjelma Karakter: Canisius College Cup XL

4 Oktober 2025   19:05 Diperbarui: 4 Oktober 2025   19:05 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Panitia CC Cup XL Kolese Kanisius'26 (Sumber: dokumentasi pribadi teman)

Matahari belum tinggi ketika barisan panitia berseragam hitam mulai mengatur bangku penonton. Di sudut lapangan, sekelompok pemain sedang berdoa singkat sebelum pertandingan dimulai. Dari jauh terdengar musik latihan band yang bersahut dengan suara peluit wasit. Suara tendang-menendang dan pukul-memukul, tetapi dalam suasana adrenalin yang mendidih. Semua tampak sibuk, tetapi di balik kesibukan itu ada sesuatu yang lebih dalam sedang terjadi: anak-anak muda sedang belajar tentang hidup.

Anak muda yang bersemangat (Sumber: Kompasiana Syarif Yunus)
Anak muda yang bersemangat (Sumber: Kompasiana Syarif Yunus)
Anak muda selalu menjadi sumber energi perubahan. Namun energi besar itu tidak selalu muncul dalam bentuk yang positif. Di banyak kota, kenakalan remaja menjadi cermin dari energi muda yang belum menemukan arah. Tawuran pelajar, balap liar, hingga penyalahgunaan media sosial sering muncul karena dorongan ingin diakui, tetapi tanpa bimbingan dan ruang penyaluran yang tepat. Fenomena ini menunjukkan bahwa anak muda tidak kekurangan semangat, melainkan kekurangan wadah untuk menyalurkannya secara konstruktif.Dari sinilah pentingnya ruang seperti Canisius College Cup (CC Cup). Ajang ini menjadi tempat anak muda menyalurkan energi, bukan dalam bentuk pelampiasan emosi, tetapi dalam bentuk kerja keras, sportivitas, dan kebersamaan. Mereka yang dulunya mungkin hanya menonton dari pinggir lapangan kini belajar mengorganisasi acara, memimpin tim, dan mengendalikan ego di tengah kompetisi. Melalui CC Cup, energi muda yang liar berubah menjadi semangat yang terarah. Dari arena inilah muncul generasi yang tak hanya ingin menonjol, tetapi juga ingin bertumbuh; menjadi pribadi yang lebih dewasa, tangguh, dan berjiwa magis. 

CC Cup bukan sekadar ajang tahunan yang memadukan olahraga dan seni. Kegiatan ini adalah laboratorium karakter. Di sinilah semangat juang diuji, kerja sama diuji, dan ego ditempa. Tidak ada ruang untuk kemalasan, tidak ada tempat untuk menyerah. Setiap kemenangan menuntut proses, setiap kekalahan mengajarkan rendah hati.

Dalam hiruk-pikuk pertandingan, peserta belajar bahwa menjadi hebat bukan berarti mengalahkan orang lain, tetapi melampaui diri sendiri. Inilah semangat magis, yaitu sebuah daya juang untuk selalu menjadi lebih baik dari kemarin. Bagi banyak siswa, CC Cup bukan hanya acara sekolah. Ia adalah perjalanan kecil menuju kedewasaan, tempat di mana karakter ditempa lewat kerja keras, tawa, dan keringat.

Tentang Canisius College Cup

Langit Jakarta kembali menyala penuh semangat pada 20 hingga 27 September 2025 ketika Kolese Kanisius menyelenggarakan CC Cup XL, ajang tahunan yang telah menjadi tradisi bergengsi bagi pelajar Jabodetabek. Tahun ini, CC Cup XL mengusung tema "A Beautiful Thing is Never Perfect" sebagai ajakan bagi generasi muda untuk berani mencoba, berproses, dan menemukan makna di balik setiap ketidaksempurnaan. Suasana sekolah dipenuhi oleh energi positif, tawa, dan sorakan penonton yang menyatu dengan semangat para peserta. Kegiatan ini mempertemukan lebih dari dua ratus sekolah yang datang untuk berkompetisi dan merayakan semangat sportivitas.

CC Cup XL menghadirkan 18 cabang lomba yang mencakup olahraga, seni, dan akademik. Kompetisi seperti basket, voli, bulu tangkis, silat, dan tenis meja memperlihatkan ketangguhan fisik para peserta. Lomba modern dance, band, fotografi, dan film pendek menampilkan kreativitas dan ekspresi artistik anak muda. Bidang akademik seperti debat bahasa Inggris dan cerdas cermat mengasah kemampuan berpikir kritis dan komunikasi. Semua cabang lomba itu dirancang untuk memberi ruang seluas-luasnya bagi siswa dalam menyalurkan potensi dan menumbuhkan rasa percaya diri.

Di balik gemerlap acara, ratusan siswa Kolese Kanisius bekerja keras sebagai panitia untuk memastikan kelancaran setiap kegiatan. Mereka belajar memimpin, bekerja sama, dan bertanggung jawab menghadapi tantangan nyata di lapangan. CC Cup XL tidak hanya menjadi ajang kompetisi, tetapi juga tempat pembentukan karakter dan kepemimpinan. Setiap proses, keberhasilan, maupun kegagalan menjadi pelajaran berharga bagi para Kanisian. Acara ditutup dengan konser yang menampilkan The Changcuters dan Bernadya, menciptakan penutup yang meriah sekaligus meninggalkan kesan mendalam tentang semangat, kebersamaan, dan daya juang generasi muda.

Bernadya Ribka, salah satu bintang penutup CC Cup XL (Sumber: dokumentasi pribadi)
Bernadya Ribka, salah satu bintang penutup CC Cup XL (Sumber: dokumentasi pribadi)
Pada penyelenggaraan tahun 2025, CC Cup XL menjadi bukti nyata semangat kolaboratif dan daya juang generasi muda. Selama delapan hari, kegiatan ini melibatkan lebih dari 500 panitia siswa Kolese Kanisius yang bekerja sama untuk menyambut partisipasi sekitar 200 sekolah dari berbagai wilayah Jabodetabek. Kehadiran para tamu dari luar sekolah menjadi jembatan untuk mempererat hubungan antar pelajar sekaligus membuka ruang belajar yang menumbuhkan nilai tanggung jawab, kreativitas, dan solidaritas, sejalan dengan semangat Kolese Kanisius untuk mencetak calon pemimpin yang unggul dan berintegritas.

Jadi Panitia Enak Ya?

Selama ajang ini berlangsung, saya ditugaskan untuk menjadi bagian dari panitia defile dan ticketing. Dalam bagian panitia tersebut, saya diajak untuk membantu mengatur dan mempersiapkan defile, yaitu sebuah parade kecil yang memuat nama-nama sekolah yang hadir dalam CC Cup XL. Tidak hanya itu, defile juga diikuti oleh perwakilan siswa dari sekolah-sekolah tersebut. Hal itu membuat acara pembukaan CC Cup XL menjadi lebih ramai dan meriah. Selain mengurus defile, kami bertugas untuk menjual tiket acara closing selama tiga hari, dengan masing-masing siswa memiliki pembagian jam kerjanya. 

Sekilas, menjadi panitia defile dan ticketing mungkin terdengar seru. Namun, prakonsepsi tersebut jauh dari kenyataan yang ada. Saat hari pertama, anggota dari seksi ini harus sampai ke sekolah lebih awal, yaitu sekitar jam 5.40 pagi. Hal tersebut dilakukan karena acara pembuka yang akan dimulai pada jam 7 pagi sehingga panitia beserta peserta defile harus mempersiapkan parade dengan matang. Tidak hanya itu, bekerja aktif dalam kepanitiaan berarti terdapat evaluasi akhir setiap kali bertugas. Evaluasi ini bertujuan untuk melihat kembali kinerja panitia pada hari itu. Namun, hal tersebut berarti pulang lebih sore karena evaluasi dilakukan setelah hari berakhir, yakni pukul 18.00.

Fajar belum sepenuhnya merekah ketika langkah kaki para panitia mulai terdengar di halaman sekolah. Embun masih melekat di rerumputan, udara masih dingin, tetapi semangat di dada terasa hangat. Dalam diam, setiap orang tahu bahwa hari itu bukan sekadar tentang parade atau tiket, melainkan tentang menjalankan tanggung jawab yang lebih besar dari diri sendiri. Setiap aba-aba, setiap barisan defile yang harus tertata rapi, menjadi ujian kecil tentang ketekunan dan kesabaran. Di balik lelah yang jarang terlihat, tumbuh perasaan bahwa kelelahan itu sendiri adalah bagian dari proses belajar menjadi lebih tangguh.

Menjadi bagian dari kepanitiaan bukan perkara menjalankan perintah, melainkan memahami arti dari kebersamaan yang tulus. Ada momen ketika tubuh ingin menyerah, tetapi melihat teman lain masih bekerja dengan senyum sederhana membuat langkah kembali tegap. Nilai-nilai itu tidak diajarkan lewat buku atau teori, melainkan melalui pengalaman yang menuntut kesungguhan hati. Dalam proses panjang itu, setiap panitia belajar bahwa menjadi magis berarti melampaui batas yang dulu dianggap cukup. Menjadi lebih baik, bukan karena ingin dipuji, tetapi karena tahu bahwa setiap usaha kecil menyimpan makna besar bagi pertumbuhan diri. Mungkin, nilai magis sudah terlalu sering didengar oleh kalangan Kanisian, tetapi jika kami melihat kembali ke belakang, terdapat perubahan-perubahan, baik kecil maupun besar, yang terjadi pada kami selama proses pendewasaan ini.

Saya memang bukan orang yang suka bangun pagi, tetapi CC Cup dan kegiatan lainnya di Kolese Kanisius mengajak saya untuk terus membangun kebiasaan baik ini. Bangun pagi juga berarti dapat menikmati hari tersebut lebih lama dan mungkin memberikan kesempatan lebih kepada kita untuk melakukan hal-hal yang baru. Mungkin CC Cup hanya merupakan kegiatan tahunan yang sudah biasa dilakukan oleh Kolese Kanisius. Namun, setiap langkah dalam kegiatan-kegiatan seperti ini merupakan bagian dari proses formasi; membentuk diri Kanisian untuk lebih siap di jenjang karir yang lebih tinggi.

Sore itu, langit perlahan memudar seperti wajah kota yang kehabisan suara. Di tengah keramaian yang mulai reda, langkah para panitia dan peserta menyisakan jejak letih yang anehnya terasa manis. Semua tawa, teriakan, dan kerja keras seakan melebur menjadi satu dalam udara yang mulai dingin. Di sanalah aku menyadari sesuatu yang tak pernah benar-benar terlihat, bahwa semangat muda bukan sekadar riuh di lapangan atau tepuk tangan di tribun, melainkan keberanian untuk tumbuh, jatuh, dan belajar menata diri di antara kekacauan yang mereka ciptakan sendiri.

Panitia CC Cup XL Kolese Kanisius'26 (Sumber: dokumentasi pribadi teman)
Panitia CC Cup XL Kolese Kanisius'26 (Sumber: dokumentasi pribadi teman)
Langit Kanisius dan Bara Jiwa Muda

Anak-anak muda itu mungkin belum mengerti arti kedewasaan, tetapi dari sorot mata dan tawa mereka, ada tekad yang sedang mencari bentuk. Mereka belajar memimpin tanpa merasa lebih tinggi, bekerja tanpa merasa dipaksa, dan berbagi tanpa merasa kehilangan. Dalam kekacauan kecil yang mereka jalani, terbentuk benih karakter yang perlahan mengeras seperti logam ditempa api. Di balik kehebohan dan kesalahan yang kerap terjadi, ada arah yang tak kasatmata menuju kedewasaan yang lebih tulus.

Maka biarlah mereka terus berisik, terus mencoba, dan terus gagal dengan caranya sendiri. Karena dari kebisingan itu lahir keberanian, dari kesalahan tumbuh kejujuran, dan dari kelelahan muncul keteguhan. Di sanalah gagasan membangun karakter anak muda menemukan wujudnya, bukan dalam nasihat yang kaku, tetapi dalam perjalanan yang mereka jalani dengan seluruh semangat dan ketidaksempurnaannya.

Keterlibatan langsung dalam kegiatan seperti CC Cup menghadirkan kesadaran baru tentang makna pembentukan karakter. Prosesnya tidak selalu rapi, sering kali penuh kebingungan, emosi, dan kesalahan kecil yang justru menjadi ruang belajar. Dari sana muncul pemahaman bahwa kedewasaan bukan hasil dari nasihat panjang, melainkan dari pengalaman nyata yang menuntut tanggung jawab dan ketekunan. Setiap panitia, peserta, dan suporter berhadapan dengan tantangan yang menguji batas kesabaran dan komitmen mereka. Dalam proses itu, nilai-nilai seperti kejujuran, keteguhan, dan solidaritas tumbuh secara alami, membentuk fondasi karakter yang kokoh bagi generasi muda.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun