Mohon tunggu...
SHAHIB  ANSHARI
SHAHIB ANSHARI Mohon Tunggu... Ilmuwan - Presiden Mahasiswa KEMA SSG 2018 I Penulis Buku Merawat Indonesia

Gas

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Aku (So) Pancasila, Benarkah Aku Indonesia?

19 Mei 2019   09:41 Diperbarui: 20 Mei 2019   04:37 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi mencatat sejarah Indonesia. (KOMPAS)

Itulah perjuangan para pendahulu kita, sebuah harapan agar kelak para penerus mampu menikmatinya dengan damai dan penuh optimisme. Namun faktanya hari ini kita sebagai penerus, sudahkah mampu meneruskan perjuangannya, sudahkah mampu menerima tentang keberagamanan? 

Membangun titik temu dengan berjamaah dan semangat gotong royong. Sudahkah cukup berhasil jika cita cita itu hanya menjadi simbolitas diucap semata, menjadi aku yang paling Pancasila, aku paling bhineka tunggal ika maka akulah Indonesia. Tidak, itu bukanlah identitas kita.

Identitas kita bukan so menjadi paling Pancasila ataupun yang paling bhineka. Tetapi di balik itu semua malah yang paling gampang mem-bully, menghina bahkan yang tak sependapat langsung dilabeli intoleran hingga radikal. 

Itukah identitas keberagaman kita? Bukan, itu bukan identitas bangsa kita. Identitas kita adalah suatu keyakinan yang dikerjakan dengan saling menghormati, melindungi, sopan santun dan budaya klarifikasi. Hingga keberagaman itu menjadi indah dilihat. dan enak untuk dinikmati.

Saat ini masalah pada bangsa kita yaitu tentang intoleren dan mulai pudarnya semangat gotong royong, contoh, sebagian banyak orang yang mengatakan tetangganya intoleran tapi dialah yang sebenarnya tidak inginkan keberagaman, sebagian banyak orang mengatakan kepada temannya radikal tetapi dialah yang sebenarnya tidak menghormati terhadap perbedaan. 

Sebuah dalil aku pancasila, aku bhineka tunggal ika, aku Indonesia terus di framing untuk memukul lawan berpikir dan kawan yang berbeda. Namun perilaku dan geraknya jauh dari nilai nilai menghormati keberagaman. Nilai yang dijunjung dan diniatkan untuk menjadi titik temu antar anak bangsa.

Sebagai identitas bangsa kita tidak akan maju jika kita kaku terhadap kemajemukan, negeri ini tidak akan besar jika person person manusianya masih meninggikan rasa egois dan so yang paling baik. 

Lalu bagaimana cara kita mengembalikan kembali sebuah harapan untuk bangsa ini kembali kepada jalur yang benar, kembali kepada nilai nilai keadabaan yang menghargai perbedaan dan menjadikannya tinta persatuan. Sehingga mampu meneruskan cita cita kita sebagai bangsa, dan memperlihatkan taring dikancah dunia.

Dan ternyata Al-Qur'an pun mengatur tentang keragaman seperti di katakan dalam surat Al Hujurat ayat 13 "Hai manusia,sesungguhnya kami menciptakan kamu menjadi seorang laki laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa bangsa dan bersuku suku supaya kamu saling mengenal..."

Kita perlu refleksi dan introspeksi ulang tentang cara berpikir dan bergerak di tengah tengah keberagaman. Bahwa keberagaman adalah sebuah nilai yang niscaya, bahwa masyarakat plural dan majemuk sudah menjadi ketentuan illahi, tidak ada alasan bagi kita untuk tetap egois, saling membenci karena perbedaan dan satu sama lain saling menuduh dan saling sangka. Waktunya kita kembali pada jalur cita-cita dengan semangat berjamaah.

Jadikan keberagaman sebagai bunga warna warni yang akan terus tumbuh dan mekar menghiasi jagat raya nusantara. Sampai bunga itu indah dan keharumannya mampu dinikmati. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun