Mohon tunggu...
Shafira aureliamentari
Shafira aureliamentari Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa IISIP Jakarta

mencoba menghasilkan tulisan yang bagus

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hampir Terpuruk, Kini Terselamatkan Oleh Berdagang Sayuran Keliling

2 Juli 2021   18:34 Diperbarui: 2 Juli 2021   19:15 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Blonjo, Pedagang sayur keliling / Foto : Shafira Aurelia mentariv


 

Hampir terpuruk susah senang, pasang dan surut dalam perjalanan hidup tak menyurutkan semangatnya sama sekali. Romjani atau yang akrab dipanggil Blonjo ini merupakan seorang pedagang sayur keliling. Setiap hari ia berkeliling dari komplek satu ke komplek yang lain untuk menjajakan dagangannya. Wanitia yang berusia 51 tahun ini tampak selalu ceria dan hangat kepada para pembelinya. Ia mengaku sangat senang dan tanpa beban sama sekali saat melakukan pekerjaanya ini. Kerap kali ia mengundang gelak tawa dari pembelinya karena logat berbicaranya yang lucu, hal ini dikarenakan beliau berasal dari Pekalongan, Jawa Tengah. Logat bicaranya yang kental menjadi ciri khas beliau.

Menjadi orang tua tunggal dari 2 anak memanglah tak mudah. Inilah yang menjadi motivasi dan pengemangatnya auntuk terus dapat membersarkan dan membahagiakan kedua anaknya. Merantau dari Pekalongan menuju ibu kota Jakarta nyatanya pernah menjadi pilihan terberatnya dalam menjalankan hidup. Tak penah sama sekali dibenaknya untuk pergi ke kota yang keras ini dan mengadu nasib untuk menghidupi kedua anaknya. Semenjak pisah dari suaminya Blonjo mengakui bahwa hidupnya sempat hampir merosot kedalam jurang keterpurukan. Tak punya cukup banyak bekal untuk bertahan hidup, sering kali beliau dan anaknya menahan lapar dan dahaga mereka.

Hal ini yang menjadi acuan beliau untuk bangkit dari keterpurukan. Blonjo mengakui faktor anak yang menjadi utama untuk bisa mendapatkan hidup yang layak. Selepas perpisahannya dengan suami memang perekonomian Blonjo sangat berdampak. Awalnya ia menjadi asistent rumah tangga panggilan,semua jenis pekerjaan ia coba demi mendapatkan rupiah untuk anak nya makan dan bahkan beliau banting tulang juga untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Berat memang jalan yang harus ia tempuh.

Blonjo menyatakan bahwa “Walaupun saya miskin sekalipun tapi tetap kesehatan,kebahagiaan anak dan sekolah anak yang tinggi harus tetap tercukupi. Anak saya tidak boleh seperti saya. Anak saya tidak boleh susah seperti saya” tutur nya.

Keputusan ke Jakarta pun ia ambil dengan harapan akan membawa perubahan bagi nya dan kedua anaknya. Ia memutuskan untuk menitipkan kedua anaknya kepada keluarganya di Jawa, ia tak ingin membawa anaknya ke kota yang keras saat keadaannya belum mendukung atau sempurna utnuk berpijak.

Mengawali kerasnya ibu kota, beliau pun hanya mampu mengontrak di sebidang kontrakan yang sangat sederhana. Ia mulai berpikir untuk mencari pekerjaan agar bisa mengirimi anak-anaknya uang dan mencukupi kebutuhan mereka. Dengan mengamati lingkungan sekitar, akhirnya beliau pun memutuskan untuk berdagang sayuran. Hal ini dikarenakan disekitar tempat tinggal dia sulit sekali untuk menemukan tukang sayur, pasar pun cukup jauh untuk dijangkau. Dengan bermodalkan gerobaknya beliau yakin bahwa dapat menghasilkan rupiah yang cukup untuk kebutuhannya.

Setiap malam sekitar jam 22.00 beliau sudah bergegas ke pasar untuk mencari dan berburu bahan-bahan serta barang-barang untuk ia jual kembali. Ia menyiapkan semuanya sendiri, mulai dari berangkat ke pasar beliau menggunakan angkot dan juga ojek langganannya untuk mengangkut barang dagangannya. Ia mecatat semua apa saja yang menjadi kebutuhan para pelanggangganya, mulai dari sayurang basah, sayuran kering, daging ayam, cabai, dan lain-lain ia pilih sendiri dengan kondisi yang masih segar dan tidak layu.

Blonjo mengemasi bahkan mengangkut belanjaanya sendiri. Setelah berbelanja beliau pun langsung menata belanjaanya di gerobak. Tepatnya pukul 6.00 pagi beliau sudah bergegas untuk berkeliling sekitar 10 KM lebih ia mendorong gerobaknya untuk berjualan sayur. Semangat yang tak pernah lelah selalu menghampirinya, dengan sigap dan ceria ia mendorong gerobak sayurnya dan melontarkan suaranya yang khas yakni dengan kalimat “Blonjo..blonjo.. sayurr..sayurr seger seger mantep ee..”

Meski perjalanan yang ia tempuh cukup jauh bahkan melelahkan beliau sama sekali tidak mengeluh yang ada beliau malah bercanda gurai dengan para pembelinya. Beliau cukup kuat untuk menutupi apa yang sebenarnya terjadi bagaimana prosesnya. Apalagi disaat pandemic seperti ini tentu saja juga berdampak dengan penghasilannya. Tak jarang ia kembali ke kekontrakannya dengan barang dagangan yang masih banyak. Mungkin saja orang-orang cukup riskan jika harus berbelanja langsung mereka lebih cenderung memanfaatkan media online sebagai jalan alternatifnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun