Blunder Pertama: Mengabaikan Riset Dasar Sebagai aktor yang akan memerankan karakter utama dalam sebuah adaptasi, riset mendalam terhadap karya original adalah hal fundamental. Namun, Abidzar secara terbuka mengaku tidak menonton drama Korea yang menjadi dasar filmnya. Ini seperti seorang musisi yang mengaku tidak pernah mendengar lagu yang akan dia cover.
Blunder Kedua: Meremehkan Basis Penggemar Penyebutan fans K-drama sebagai "penggemar fanatik" menunjukkan ketidakpahaman Abidzar terhadap kedekatan emosional yang terjalin antara penonton dengan karya yang mereka cintai. Dalam era digital ini, basis penggemar bukan lagi sekadar konsumen pasif, tetapi komunitas aktif yang memiliki suara kuat di media sosial.
Blunder Ketiga: Sikap Tidak Respektif Alih-alih menunjukkan rasa hormat terhadap karya original dan penciptanya, pernyataan-pernyataan Abidzar justru mengesankan arogansi dan ketidakpedulian terhadap warisan budaya yang sedang dia adaptasi.
Dampak Berantai: Dari Media Sosial ke Box Office
Gelombang kemarahan di media sosial dengan cepat bertransformasi menjadi gerakan boikot yang terorganisir. Hashtag #BoikotABusinessProposal trending di berbagai platform, disertai dengan seruan untuk tidak menonton film tersebut. Yang lebih menarik, boikot ini bukan hanya datang dari komunitas K-drama, tetapi juga dari masyarakat umum yang merasa pernyataan Abidzar tidak pantas.
Film A Business Proposal jumlah penonton hanya berjumlah 6.900 saja di hari pertama penayangannya. Angka ini sangat kontras dengan ekspektasi awal yang optimis, mengingat popularitas drama Korea original dan antusiasme awal masyarakat terhadap adaptasi lokal.
Dampak ekonomi dari kontroversi ini tidak hanya dirasakan oleh produser dan distributor, tetapi juga oleh seluruh rantai industri perfilman. Imbas dari hasil buruk itu, jumlah layar pemutaran film pun berkurang, menandakan keengganan bioskop untuk terus menayangkan film yang tidak laku.
Respons Terlambat: Permintaan Maaf yang Tidak Cukup
Menyadari bahaya yang mengancam film dan kariernya, Aktor Abidzar Al-Ghifari akhirnya meminta maaf atas pernyataan kontroversial yang membuat film A Business Proposal menjadi sasaran boikot di media sosial. Namun, permintaan maaf ini datang terlalu terlambat. Damage control dalam era media sosial memerlukan respons yang cepat dan tepat, bukan setelah kontroversi meledak dan boikot sudah terlanjur massif.
Rumah produksi yang menggarap film A Business Proposal versi Indonesia, Falcon Pictures, meminta maaf usai beredar ancaman boikot dari para pecinta webtoon asli maupun drama Korea-nya. Permintaan maaf dari pihak produksi ini menunjukkan betapa seriusnya dampak dari kontroversi tersebut, hingga memaksa seluruh tim produksi untuk turun tangan melakukan damage control.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI