Mohon tunggu...
Shabrina M Yamazhie
Shabrina M Yamazhie Mohon Tunggu... -

Jakaruta kokuritsu daigaku no nihongo gakka. shosetsuka ni naritai. shabrinamunaw.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tantangan Berhijab di Era Globalisasi

4 Mei 2013   22:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:06 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berhijab di era globalisasi saat ini merupakan tantangan terberat dalam hidup saya. Sebenarnya saya memakai hijab bukan karena orang tua atau karena sekeluarga besar memakai hijab, tetapi memang ada dorongan dari dalam hati untuk memakainya. Walaupun sampai saat ini belum bisa dibilang syar’i.

Terlebih belakangan ini hijab seperti menjadi tren dikalangan anak muda. Tidak bisa dipungkiri ada perasaan senang ketika melihat seorang perempuan terlihat cantik mengenakan hijab, penulis dan reporter berhijab, perancang busana yang mengenakan hijab sampai baju rancangannya terkenal diluar negeri, fashion stylish yang pintar mengutak-atik gaya berhijabnya, hingga seminar tentang hijab dan perempuan berhijab, dan masih banyak lagi. Sebenarnya sah-sah saja selama tidak menyimpang dari ajaran Islam. Karena sosok merekalah perempuan-perempuan Indonesia saat ini tergetak hatinya untuk memakai hijab dan mulai mengikuti jejak mereka.

Banyak yang memutuskan untuk berhijab, banyak pula yang membuka hijabnya dikarenakan banyak hal. Banyak juga yang menganggap berhijab itu kampungan, membatasi geraknya sebagai perempuan yang aktif, takut tidak diterima kerja, susah mendapat jodoh dan alasan-alasan lain. Diantara semua alasan diatas, ada salah satu alasan yang menurut saya tidak rasional: “Hati dulu yang dikerudingin, kepala mah belakangan. Sekarang kan banyak perempuan berhijab tapi kelakuan biadab. Mendingan seperti saya, gak pake hijab tapi gak suka bergosip.”

Memang, bukan hanya kepala yang harus “dikerudungin” hati pun juga perlu. Tetapi mau sampai kapan membiarkan aurat kita dilihat oleh orang lain? Ketika kita membiarkan aurat terlihat, apakah itu namanya melanggar apa yang sudah Allah perintahkan? Sudah jelas firman Allah yang memerintahkan untuk menutup aurat. Islam memang tidak mempersulit, tetapi umatnya yang menyulitkan. Islam juga mempermudah, tetapi jangan disepelekan.

Kepala sudah “dikerudungin” sudah pasti hati pun juga begitu. Kita pasti membatasi apa saja yang menurut kita tidak pantas dilakukan. Kita juga pasti malu ketika perbuatan kita tidak sesuai seperti perempuan berhijab. Justru karena hijablah kita bisa mengontrol semuanya.

Pernah suatu hari teman bertanya kepada saya, “Pake jilbab enak gak sih? Gak panas tuh? Emangnya kamu gak kepengin pake rok pendek yang lagi happening?” Saya menjawab sambil tersenyum. “Kalo udah biasa pasti gak panas kok. Justru kamu yang kepanasan karena kepalamu kena terik matahari langsung. Bajumu juga pendek. Kalo pake jilbab kan semua badan ketutup, Insya Allah terlindung dari sinar matahari langsung. Saya juga gak iri tuh sama kalian yang gak pake hijab. Toh sekarang sudah banyak baju-baju untuk perempuan seperti saya yang gak kalah bagusnya dibanding baju kalian.”

Itu salah satu jawaban yang paling ampuh dan langsung nancep kehati.

Bukan berarti saya tidak pernah iri melihat perempuan memakai rok pendek, hotpants, atau baju tidak berlengan. Apalagi sekarang dunia fashion sedang berlomba-lomba menyuguhkan pakaian-pakaian yang menurut saya tidak pantas dan tidak cocok dipakai oleh orang Indonesia. Sempat terbesit dalam hati “Seandainya saya gak pake jilbab, mungkin saya udah pake rok itu ke kampus atau pake hotpants itu ketika jalan-jalan di mall.” Namun buru-buru saya menepisnya. “Kasian yah dia pake celana pendek. Auratnya diobral begitu. Kepanasan pula. Ih gak takut kulitnya kebakar yah?”

Saya juga sering kesal melihat perempuan berhijab tetapi judes, tidak mau berteman dengan perempuan yang tidak sepaham dengannya atau menjauh dari segala urusan yang bersifat duniawi dan terkesan punya pemikiran sempit dengan orang-orang yang tidak sepaham dengannya. Allah memang memerintahkan umatnya agar membatasi urusan duniawi, tetapi Allah juga memerintahkan umatnya untuk banyak bergaul dengan siapapun dan terus menggali ilmu, selama ilmu itu bermanfaat dan tidak menyesatkan. Memakai hijab bukan berarti sudah terhindar dari dosa dan fitnah. Justru ini lah tantangan kita sebagai muslimah berhijab, apakah kita semakin istiqomah dijalan-Nya atau tidak.

Semakin banyak aktifis dan tokoh-tokoh berpengaruh, membuat perempuan berhijab tidak lagi dipandang sebelah mata. Keberadaan mereka sederajat dengan lelaki bahkan lebih tinggi dari lelaki. Mereka dengan bebas melakukan kegiatan yang berhubungan dengan perempuan berhijab tanpa diusik oleh pihak-pihak yang tidak berkenan. Dan Islam juga tidak lagi dipandang suatu agama yang keras dan menakutkan.

Menjamurnya komunitas-komunitas seperti hijabers community dari berbagai daerah dan kegiatan positif yang mereka lakukan merupakan salah satu yang menginspirasi perempuan lain dan membangkitkan kepercayaan mereka. Mereka memang belum berhijab secara syar’i dan terlihat glamour tetapi bukan berarti tidak ada hal positif dari kegiatan mereka yang bisa dicontoh.

Kita sebagai muslimah berhijab yang hidup di era globalisasi yang mempunyai kebebasan berpendapat, seharusnya menyikapi fenomena diatas secara realistis bukannya malah menghakimi si A karena hijabnya tidak syar’i dan pakaian ketat. Menghakimi si B karena hijabnya panjang, bajunya besar dan berwarna gelap. Karena pemikiran seperti ini lah yang membuat Islam tidak bersatu.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun