Mohon tunggu...
Aisha Luthfia Nabil
Aisha Luthfia Nabil Mohon Tunggu... pelajar

saya pelajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kesadaran Alin

12 September 2025   05:51 Diperbarui: 12 September 2025   05:51 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Setiap orang pasti punya kebiasaan belajar yang berbeda, ada yang rajin mengatur waktu, ada pula yang sering kalah oleh rasa malas dan godaan gawai. Begitu pula dengan kisah seorang siswi bernama Alin berikut ini."

Pagi itu pukul 06.50 Alin berangkat sekolah bersama ayahnya. Sesampainya di sekolah, ia meletakkan tas dan bersiap mengikuti apel pagi dengan membawa Al-Qur'an. Setelah apel, Alin dan teman-temannya mengikuti pelajaran sesuai jadwal hingga akhirnya pulang.

Sesampainya di rumah pukul 15.15, Alin berniat untuk belajar. Ia sudah menyusun jadwal di kepalanya. Tetapi, saat hendak duduk di meja belajar, matanya justru tertuju pada sebuah gawai berwarna hitam dengan teknologi canggih. Pikiran dan hatinya berdebat, tetapi akhirnya ia kalah melawan dirinya sendiri. Alin memilih menggenggam gawai itu.

Ia meninggalkan buku-buku yang menanti untuk dibaca dan dikerjakan. Alin berjalan menuju kasur empuk, lalu mulai berselancar dengan gawai tersebut. Membuka aplikasi sesuai mood, matanya terus menjelajah. Saat melihat jam, ternyata sudah pukul 16.45, dua puluh menit berlalu begitu cepat.

Otaknya berkata, "Lima menit lagi aku harus belajar." Namun, lima menit berlalu, lalu sepuluh menit, hingga pukul 17.00 Alin masih tetap rebahan sambil bermain. Seolah ada sesuatu yang menahannya untuk tidak beranjak dari kasur empuk itu. Rasanya sangat nyaman.

Hari demi hari, bulan demi bulan, kebiasaan itu terus berulang. Belajar selalu ditunda, sementara ujian semakin dekat. Hingga tibalah waktunya pembagian rapor. Alin sebenarnya berharap nilainya tetap baik, meski cara belajarnya sangat asal. Tapi tentu saja itu mustahil.

Saat rapor diterima, ternyata nilai Alin hanya "pas-pasan". Untuk mendaftar ke SMA yang diinginkannya, nilai itu tidak cukup. Ia pun pulang dengan perasaan campur aduk.

Sesampainya di rumah, ayah Alin bertanya tentang rapornya. Dengan sedikit ragu, ia menyerahkan rapor itu. Saat melihat nilai-nilai tersebut, sang ayah hanya tersenyum kecil dan mengangguk sambil berkata, "Nilainya sudah bagus, tapi harus lebih ditingkatkan lagi. Kalau seperti ini, Alin harus lebih berusaha. Naik sedikit demi sedikit pun tidak apa-apa."

Alin mengangguk paham, lalu berkata, "Aku mengerti, Yah. Di kelas berikutnya aku akan lebih fokus untuk menaikkan nilai dan belajar lebih rajin lagi."

"Sejak saat itu Alin sadar, kebiasaan menunda hanya akan merugikan dirinya sendiri. Ia harus berani melawan rasa malas, demi masa depan dan cita-cita yang diimpikannya."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun