Di Kecamatan Singorojo, Kabupaten Kendal terdapat sebuah desa yang memiliki sebutan Desa Kopi karena wilayah ini dikenal sebagai salah satu penghasil kopi yang cukup melimpah. Namun, Ngarenak bukan hanya soal kopi. Di balik hijaunya perkebunan dan memiliki pesona alam, desa ini juga menyimpan kekayaan budaya yang masih di jaga hingga kini.
Salah satu warisan budaya yang tumbuh dan berkembang di desa ini adalah Sanggar Kuda Lumping Turonggo Wijoyo yang telah eksis sejak tahun 2011. Pada awalnya, sanggar ini lahir dari kepedulian masyarakat terhadap anak-anak yang kala itu sering mengamen. Mereka kemudian dibina dalam sebuah paguyuban seni tradisional. Dari sinilah Turonggo Wijoyo menjadi ruang kebersamaan bagi warga untuk berkumpul, berkreasi, sekaligus melestarikan tradisi leluhur yang sarat makna.
Setiap pementasan selalu menjadi wujud nyata kebersamaan. Terdapat sekitar sepuluh orang penabuh gamelan yang memainkan saron, demung, bonang, pelog, slendro, hingga gong dan kendal. Diiringi tabuhan gamelan, puluhan penari tampil penuh semangat. Secara keseluruhan total anggota sanggar ini mencapai kurang lebih enam puluh orang. Bagi masyarakat pertunjukkan ini bukan sekedar hiburan, melainkan juga perwujudan semangat gotong royong dan solidaritas.
Untuk menjaga kelestariannya dilakukan latihan rutin dua kali dalam seminggu. Latihan ini menjadi sarana edukasi bagi anak-anak dan remaja agar mereka dapat mengenal sekaligus mencintai budaya daerahnya sendiri. Sanggar ini juga kerap di undang untuk tampil ke luar daerah seperti Temanggung, Magelang, hingga Semarang.
Keberadaan Turonggo Wijoyo tidak lepas dari peran pengurus yang terus mendorong keberlangsungan sanggar ini. Di bawah kepemimpinan Fitri Sapto Dwi Atmoko sebagai ketua, didampingi Waluyo sebagai wakil, Faisal Widiansyah sebagai sekretaris, dan David Prasetyo sebagai Bendahara, sanggar ini tetap berjalan dengan semangat kebersamaan yang kuat.
Lebih dari sekedar wadah berkesian, sanggar ini menjadi simbol ketehanan budaya. Dengan menjaga eksistensinya, masyarakat Desa Ngarenak memperkuat indentitas, menumbuhkan rasa bangga terhadap warisan leluhur, serta membentengi diri dari pengaruh modernisasi yang dapat mengikis nilai-nilai tradisi. Selama gamelan masih berbunyi dan kuda lumping masih menari di Desa Ngarenak maka api tradisi akan tetap menyala dan menjadi cahaya yang menuntun generasi menuju masa depan tanpa kehilangan akar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI