Mohon tunggu...
Seto Galih Pratomo
Seto Galih Pratomo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis - Jurnalis - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia, Anggota Parlemen Remaja DPR-RI

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengkritisi Sistem Pendidikan di Indonesia Melalui Kasus Perpeloncoan Ospek

16 September 2020   07:40 Diperbarui: 17 September 2020   00:10 993
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tahun ajaran baru 2020-2021 ini semua hal dilakukan secara daring atau online. Terlebih kepada para mahasiswa baru yang ketika memasuki area perkuliahan mereka disambut dengan masa orientasi atau pengenalan yang kerap disebut dengan ospek.

Sejatinya, masa orientasi itu bertujuan untuk mengenalkan lingkungan baru kampus kepada para mahasiswa barunya. 

Tapi kini dan dari dahulu, masih banyak ditemukan kasus-kasus perpeloncoan dikalangan mahasiswa baru ketika mereka tengah menghadapi masa orientasi.

Salah satunya kasus yang viral dikalangan mahasiswa baru dengan merebaknya vidio perpeloncoan kepada seorang mahasiswi salah satu perguruan negeri di Surabaya yang dilakukan oleh kakak tingkatnya dengan cara memarahi dan membentak-bentak. 

Hal tersebut menunjukkan betapa senioritas nya kakak tingkat kepada adiknya. Padahal ketika ditelisik lebih dalam lagi, tugas daripada seorang kakak tingkat kepada adik tingkatnya yang dalam hal ini mahasiswa baru adalah merangkulnya untuk mengenal dan masuk ke dunia barunya di perkuliahan.

Kekejaman ospek yang kerap terjadi ini menggambarkan sistem pendidikan Indonesia yang tidak lepas dari efek masa kolonial atau penjajahan yang identik dengan menindas. Menindas dalam hal fisik, mental, ataupun pikiran.

Maka tak jarang seseorang mahasiswa baru yang mengikuti ospek ada yang terkena psikis kejiwaannya karena hantaman psikologis dari luar atau perpeloncoan. Padahal hal tersebut mempunyai resiko hukum jika korban melaporkan kepihak berwajib. 

Pada pasal 335 KUHP Bab XVII tentang Kejahatan Terhadap Kemerdekaan dengan ancaman pidana maksimal satu tahun atau denda maksimal empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal ini terdapat dua unsur dalam membuktikan delik perkara tersebut yaitu memakai kekerasan atau ancaman kekerasan. 

Apabila salah satu unsur delik perkara tersebut terpenuhi, maka dapat dikategorikan sebagai delik perbuatan tidak menyenangkan.

Hal tersebut sejalan dengan Mahkamah Agung atas Pasal 335 KUHP yang berpendapat bahwa kekerasan yang terjadi tidak harus merupakan paksaan fisik, melainkan paksaan psikis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun