Mohon tunggu...
Hendra Shah
Hendra Shah Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pancasilais

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tabrakan Kereta Bukti Jokowi Pemimpin Dagelan

11 Desember 2013   11:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:04 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ciri khas kepemimpinan di Jakarta dalam menghadapi berbagai peristiwa naas yang terjadi di Jakarta sejak Jokowi-Ahok menjabat sebagai gubernur dan wakil gubernur, adalah cenderung reaktif dan baru dipikirkan pemecahan masalah setelah munculnya korban jiwa. Misalnya, pada banjir di Jakarta akhir tahun 2012 yang berlangsung sampai awal tahun 2013. Setelah banjir baru Pemprov DKI, dalam hal ini Jokowi-Ahok memikirkan cara mengurangi banjir, bengan cara membangun Deep Tunnel (yang ternyata tidak feasible), membersihkan gorong-gorong air, saluran air sungai, kali, waduk, menebar garam di awan dan lain-lain.
Metode pengurangan banjir di atas sama sekali tidak dipikirkan selama masa enam bulan pertama kepemimpinan Jokowi-Ahok, dan baru dipikirkan setelah banjir tiba dan memakan banyak korban jiwa serta menenggelamkan Jakarta Utara. Lantas apa yang dilakukan Jokowi-Ahok selama enam bulan pertama kepemimpinan mereka sampai tibanya banjir yang dari jauh hari sudah diperingatkan para pakar dan warga Jakarta? Pencitraan, pencitraan, pencitraan, pencitraan dan pencitraan.
Contoh selanjutnya berskala lebih kecil, sudah sejak lama Jokowi-Ahok mengatakan akan memasang CCTV atau kamera pengawas di berbagai lokasi yang rawan kejahatan atau tempat keramaian demi menekan angka kejahatan. Akan tetapi tampaknya pernyataan ini hanya sekedar basa basi politik alias pencitraan karena belakangan sampai terjadinya pemerkosaan terhadap seorang ABG di Monas yang terletak tidak jauh dari Balai Kota ternyata pemasangan CCTV tidak kunjung dilakukan, walaupun hanya di satu lokasi. Setelah kejadian pemerkosaan itu, Ahok kembali berkomentar akan memasang CCTV, yang sampai hari ini juga belum terpasang.
Kemudian terjadilah kecelakaan maut yang memakan korban jiwa di perlintasan kereta Bintaro karena truk Pertamina nekad melewati rel kereta pada saat peringatan kereta akan melintas sudah berbunyi. Setelah kejadian naas itu, seperti biasa seorang Jokowi dan centengnya, Ahok, muncul di media massa dengan berbagai ide tentang bagaimana mencegah kecelakaan semacam itu terjadi lagi, antara lain dibangun underpass dan jembatan. Masalahnya kenapa ide semacam itu baru dicetuskan sekarang dan tidak dilaksanakan dari sejak pertama mereka menjabat? Apakah kecelakaan kereta api dengan kendaraan baru pertama kali terjadi? tentu saja tidak, bahkan pembangunan jembatan setelah kecelakaan kereta api dan kendaraan yang menyerobot telah dilakukan oleh gubernur sebelumnya di daerah Bandengan, Jakarta Barat.
Jawabannya lagi-lagi karena Jokowi-Ahok terlalu sibuk pencitraan, pencitraan, pencitraan, pencitraan, pencitraan dan pencitraan setiap hari tanpa henti. Jawaban lain adalah karena mereka tipe pemimpin telat mikir alias telmi yang baru berpikir setelah kejadian di depan mata mereka dan tidak bisa belajar dari masa lalu sehingga dapat menentukan langkah pencegahan agar tidak terulang kembali. Jawaban ketiga adalah karena mereka tidak mempunyai design membangun Jakarta, terbukti mereka mengira persoalan Jakarta hanya kemacetan dan banjir tapi gagal melihat persoalan lain seperti kejahatan dan perilaku pengendara lalu lintas yang tidak tertib.
Bila dari awal Jokowi-Ahok tidak sibuk pencitraan dan sudah membangun underpass atau jembatan, maka mungkin saja kecelakaan di Bintaro tersebut tetap terjadi dan tidak terelakan, atau bisa juga justru menjadi tidak terjadi, tetapi mengingat faktanya Jokowi-Ahok tidak melakukan hal tersebut, maka kesalahan atas kecelakaan sebagaimana dituduhkan Ahok kepada Direktur Utama PT Pertamina (Persero) juga dapat ditimpakan kepada Jokowi dan Ahok sebagai "Direktur utama dan komisaris utama " DKI Jakarta.
Selain itu, seperti biasa, dengan tidak tahu malu Jokowi dan Ahok mencoba mengalihkan tanggung jawab kepada menteri perhubungan yang menurut Ahok seharusnya membangun underpass di perlintasan kereta, padahal menteri perhubungan sebelumnya sudah mengingatkan mereka berdua untuk segera membangun underpass atau jembatan dimaksud. Setelah klarifikasi menhub atas fitnah Ahok tersebut, media massa bayaran Jokowi-Ahok dan Ahok tidak membenarkan atau menyangkal bahwa menhub sudah pernah mengingatkan potensi kecelakaan di perlintasan kereta, yang artinya sama saja Ahok mengakui kelalaian mereka.
Pasangan telmi yang suka memfitnah bermimpi jadi presiden? bukankah hal tersebut namanya rumongso iso nangin ora iso rumangsa?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun