Mohon tunggu...
Setiyo Bardono
Setiyo Bardono Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Kurang Ahli

SETIYO BARDONO, penulis kelahiran Purworejo bermukim di Depok, Jawa Barat. Staf kurang ahli di Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (MAPIPTEK). Antologi puisi tunggalnya berjudul Mengering Basah (Aruskata Pers, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (Pasar Malam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Teror Nasi Basi

15 November 2022   14:23 Diperbarui: 15 November 2022   14:40 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cerpen teror nasi basi (Setiyo)

Saat membuka kotak bekal, aroma tak sedap menyergap indra penciumanku. Nasi putih yang seharusnya menebarkan aroma khas yang menggoda selera, tercium bau tak karuan. Kenapa nasi ini bisa cepat basi?

Biasanya, Bi Inah memasak nasi selepas subuh. Setelah benar-benar tanak, Bi Inah tak langsung memasukkan nasi panas ke dalam kotak bekal. Satu centong setengah nasi akan mampir dulu ke piring hingga uap panas pergi, sebelum mendekam ke kotak bekal.

Selama ini, nasi yang kubawa untuk bekal makan siang tak pernah bermasalah. Persoalan kecil paling sendok atau garpu yang tertinggal. Gara-gara terburu-buru berangkat kerja, dua tiga kali kotak bekal tergeletak di meja makan. Kadang sebaliknya, kotak bekal yang sudah kosong tertinggal di meja kerja.

Aroma tak sedap kembali menusuk hidungku. Aku jadi teringat peristiwa yang sama di malam sebelumnya. Saat menghadapi sepiring hidangan makan malam, biasanya sendok dan garpu di tangan Mas Prasetyo langsung sigap bekerja. Tentu saja setelah selesai berdoa.

Namun, malam kemarin Mas Pras mengurungkan melahap nasi dan sayur lodeh kesukaannya. Hidungnya sibuk mengendus, "Kok nasinya bau aneh Ma."

"Masa sih? Hidung Papa mungkin yang lagi mampet," jawabku sambil meraih bakul nasi dari bambu. Hidungku menganalisa aroma nasi. Aroma tak sedap mampir di indra penciuman. 

"Iya benar Pa, nasinya basi. Waduh! tadi Mama sudah makan tiga suap," kataku sambil menempelkan tangan di dahi.

"Ya anggap saja vitamin," kata Mas Pras enteng.

Bi Inah yang aku minta untuk mengecek nasi juga berpendapat sama. Raut wajahnya terlihat heran. Beberapa kali ia mendekatkan sesendok nasi putih ke hidung untuk memastikan penciumannya.

"Maaf Pak, Bu. Bibi tadi masaknya jam lima sore, biasanya sampai pagi hingga siang hari juga nggak basi. Ini aneh bu. Kalau Bapak dan Ibu mau menunggu, biar Bibi masak nasi lagi," kata Bi Inah merasa bersalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun