Kisah dan Pengalaman Bapak Sarnubi, Petani asli Kota Serang, Banten yang merupakan tanah asal tempat kelahirannya.
Bapak Sarnubi adalah seorang petani berusia sekitar enam puluh tahunan, yang telah lama mengabdikan hidupnya di dunia pertanian. Beliau bekerja di sawah milik orang lain yang berlokasi di Jl. Kalodran Link. Sidapurna No.27, RT.03/RW.03, Teritih, Kecamatan Walantaka, Kota Serang, Banten. Area sawah tempat beliau bekerja terletak tidak jauh dari PMI Kota Serang, sebuah lokasi yang cukup dikenal di daerah tersebut.
Bapak Sarnubi telah menekuni profesinya sebagai petani sejak tahun 1990-an hingga tahun 2025 ini. Diperkirakan beliau lahir pada sekitar tahun 1960-an. Dalam kesehariannya, beliau menggarap sawah seluas enam petak, dengan jenis tanaman utama berupa padi. Dalam satu tahun, panen biasanya dilakukan dua kali. Sebagai seorang petani merupakan pekerjaan utama beliau, sementara pekerjaan sampingan yang terkadang digeluti adalah menjadi tukang bangunan, menegakkan dinding demi dinding untuk menambah penghasilan keluarga.
Bapak Sarnubi hidup bersama istri tercinta dan dikaruniai tiga orang anak. Anak pertama telah bekerja dan merantau di Cilegon, sedangkan anak kedua dan ketiga masih duduk di bangku sekolah. Kehidupan keluarga ini adalah cermin dari kesederhanaan yang tulus, namun penuh kerja keras, dibangun dari keringat dan keikhlasan hati yang lapang.
Dalam mengolah sawahnya, Bapak Sarnubi memiliki langkah-langkah yang sudah menjadi rutinitasnya selama bertahun-tahun. Pertama-tama, beliau menggarap tanah menggunakan traktor agar tanah menjadi gembur dan siap ditanami. Setelah itu, beliau melakukan penebaran bibit padi secara merata di lahan yang telah disiapkan. Tahap berikutnya adalah merawat tanaman padi dengan penuh kesabaran hingga tiba saatnya panen. Perawatan dilakukan dengan memperhatikan kondisi air, cuaca, serta ancaman hama yang bisa datang tanpa diundang.
Untuk kebutuhan pertanian, Bapak Sarnubi mendapatkan subsidi bibit padi dari Dinas Pertanian. Jenis pupuk yang biasa digunakan adalah pupuk urea, yang menurutnya cukup membantu dalam mempercepat pertumbuhan dan kesuburan tanaman. Dalam kondisi cuaca yang baik dan tanpa gangguan hama, hasil panen yang diperoleh dapat mencapai dua ton dalam satu petak sawah. Setelah panen selesai, hasil padi biasanya langsung dijual kepada pengepul atau tengkulak dengan harga sekitar Rp600.000 per-kwintal.
Meskipun telah berpengalaman selama puluhan tahun di bidang pertanian, namun perjalanan Bapak Sarnubi menjadi petani tak selalu mulus. Cuaca yang tak bersahabat dan hama yang tak kenal belas kasih kerap menjadi musuh utama. Kadang panen berlimpah, kadang pula gagal total. Tetapi Bapak Sarnubi tetap tegar. Dalam setiap kesulitan, ia belajar arti kesabaran. Dalam setiap kegagalan, ia menanam kembali harapan baru.
Pemerintah setempat rutin mengadakan pertemuan antar petani di wilayahnya. Disanalah mereka berbagi ilmu dan cerita, saling menumbuhkan semangat. Mereka membicarakan tentang bibit terbaik, pupuk yang paling cocok, hingga cara menjaga tanah agar tetap subur. Di balik tawa mereka, tersimpan ketulusan dan persaudaraan yang lahir dari tanah yang sama.
Dari kisah hidup Bapak Sarnubi, terlihat jelas bahwa profesi petani bukan hanya soal menanam dan memanen, tetapi juga tentang ketekunan, kerja keras, dan kecintaan terhadap tanah yang digarapnya. Dengan semangat dan pengalamannya selama puluhan tahun, beliau menjadi contoh nyata sosok petani tangguh yang terus berjuang demi menjaga ketahanan pangan dan menghidupi keluarganya.