Mohon tunggu...
Serevinna Simanjuntak
Serevinna Simanjuntak Mohon Tunggu... Mahasiswi -

An emotional writer. Literally. Youtube: https://www.youtube.com/channel/UCnPlX2YDftffRi-jN54vB1g

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kekerasan terhadap Perempuan dalam Berpacaran

10 Juli 2018   12:12 Diperbarui: 10 Juli 2018   13:15 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Isu kekerasan dalam berpacaran di Indonesia belum merupakan hal yang umum untuk dibicarakan di ranah publik. Stigma negatif yang seringkali menitik beratkan pada pihak perempuan membuat banyak perempuan yang terjebak dalam abusive relationship hanya bisa diam dan bertahan, berharap pasangannya untuk berubah. Berdasarkan data Catatan Tahunan Komnas Perempuan, pada 21 Oktober 2017, setidaknya pada 2015, angka pengaduan kekerasan perempuan yaitu 105, sedangkan jumlah keseluruhan kasus kekerasan perempuan yang ditangani lembaga pemerintah, LBH maupun komnas Perempuan yaitu 2.734. 

Menitik pada data tersebut, terlihat jelas ketimpangan jumlah perempuan yang mengadukan kekerasan yang dialaminya ke pihak ketiga dibanding dengan kasus rill yang sudah terjadi per tahun 2015. Kesulitan bagi perempuan untuk keluar dari hubungan yang menindaskan diakibatkan oleh berbagai faktor internal personal dirinya serta stigma sosial yang selalu menjadi momok menakutkan. Stigma timpang tersebut seperti halnya, Pemahaman yang memberkan streotype timpang antara perempuan dan laki-laki, antara lain;

"Perempuan ibarat kapas, lelaki ibarat berlian"

Baknya kapas yang jika jatuh atau terkena kotoran sedikit tidak dapat lagi digunakan atau sudah kehilangan fungsinya, sedangkan berlian seperti batu perhiasan lainnya, dibuat dengan ditempa, semakin "berpengalaman" maka semakin bagus dan membanggakan

"Kodrat perempuan untuk menjaga kesuciannya dari anjing-anjing"

Dari berbagai perumpamaan yang ada yang dibuat oleh para barisan seksis mania, secara personal perumpamaan ini yang selalu membuat saya geleng-geleng kepala. Loh kok ya bangga, dibilang punya intuisi seperti binatang, disaat diciptakan dari lahir sebagai manusia, makhluk yang memiliki akal budi. Pemahaman ini entah kenapa mendapat banyak "pengikut dan pengamalnya". 

Perempuan yang dianggap lemah, suci, ibu masa  depan, makhluk Mulia, seringkali dibebankan berbagai tanggung jawab atas hasil output dari hubungan. Sedangkan faham laki-laki yang mengakui dan membanggakan dirinya mimiliki insting pemburu, seakan meminta toleransi atas hawa nafsu yang tidak dapat mereka kontrol.

Saya terikat ketika di bangku SMA, hari itu beredar berita heboh, video seorang siswi yang merupakan teman sekelas kami , tersebar, setelah ia putus dari pacarnya di minggu sebelumnya. Sebagai anak SMA saat itu yang belum mengerti dan naif, saya dan teman-teman hanya bisa geleng-geleng kepala, menyalahkan siswi tersebut. Later did I realize, we didnt mentioned about the guy, her ex partner, who's publish that video. 

Kasus yang serupa pernah kita lihat di Indonesia, pemain band dan artis, pemuka agama dan seorang ibu yang menjadi pasangannya. Kasus seperti ini seakan tidak memiliki garis linear yang nyata di hukum bahkan lebih lagi, pemahaman sosial di Indonesia. 

dokpri
dokpri
Baru-baru ini saya mengenal CeweQuat,  forum online dan komunitas perempuan yang berfokus pada isu kekerasan dan kesehatan mental. Inisiatif yang menghimpun para perempuan untuk berjejaring, dan berdaya bersama-sama.  Cewequat sendiri memiliki program yang bernama Sisterhood, dimana perempuan-perempuan yang bertinggal di wilayah berdekatan dapat berbagai cerita , mencari solusi dan menginspirasi satu sama lain dalam program #TableTalk. 

Saya pribadi melihat inisiatif ini sangat baik, untuk membuka pikiran dan saling mendukung satu sama lain pada perempuan yang terlibat. 

"With so many obstacles on the road to gender equality, we don't need to create another one by getting in our own way --- despite our culture's nasty habit of trying to pit us against each other". It is of the things I find most inspiring when women openly supporting and lifting each other up.By drawing on support from other women, you can harness the collective energy of your peers to help you feel less alone, because it's rough out there.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun