Mohon tunggu...
Septyan Hadinata
Septyan Hadinata Mohon Tunggu... buruh

Ikhlas bersama sabar dalam mengembara di dunia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menjaga Akal Sehat dan Martabat Ummat di Tengah Ujian dan Fitnah

14 Oktober 2025   15:55 Diperbarui: 14 Oktober 2025   15:55 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menjaga Akal Sehat dan Martabat Umat di Tengah Ujian Fitnah

Hati kita semua tengah terusik oleh tayangan program Xpose Uncensored di salah satu stasiun televisi nasional yang dinilai melecehkan marwah pesantren dan para kiai --- sosok-sosok yang selama ini menjadi sumber ilmu, akhlak, dan tuntunan moral umat Islam, khususnya kalangan Nahdliyin.

Kekecewaan dan kemarahan yang muncul adalah sesuatu yang wajar. Sebab yang dilecehkan bukan sekadar individu, melainkan simbol kehormatan ilmu dan nilai-nilai luhur Islam. Namun, reaksi terbaik dari umat bukanlah dengan menghujat atau membalas dengan kata-kata kasar, karena hal itu justru menurunkan derajat kita sebagai umat Nabi Muhammad --- umat yang diajarkan untuk membalas keburukan dengan kebaikan dan menegakkan kebenaran dengan akhlak yang luhur.

Rasulullah bersabda:

"Bukanlah orang kuat itu yang menang dalam bergulat, tetapi orang kuat adalah yang mampu menahan amarahnya."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Maka marah boleh, tapi jangan sampai amarah menghapus akal sehat. Jangan sampai kita, karena membela marwah pesantren, justru kehilangan kemuliaan akhlak yang menjadi ciri khas para santri dan pecinta ulama.

Menempuh jalur hukum adalah cara yang lebih terhormat, lebih bermartabat, dan lebih sesuai dengan nilai-nilai Islam. Di situ ada ruang untuk keadilan, bukan dendam; ada proses kebenaran, bukan luapan kebencian. Dengan menyerahkan urusan ini kepada hukum, kita menjaga marwah pesantren tetap tinggi --- sebab pesantren tidak pernah mengajarkan kebiadaban, melainkan keadilan, kesabaran, dan kasih sayang.

Kita boleh kecewa, tapi jangan sampai kekecewaan berubah menjadi kebencian yang membutakan. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin mengingatkan, "Marah itu api kecil dari neraka. Bila dibiarkan, ia membakar seluruh amal baik manusia."

Rasulullah sendiri pernah dihina, difitnah, bahkan disakiti. Namun beliau tidak membalas dengan caci maki. Justru beliau berdoa:

"Allahumma ihdi qawmi fa innahum la ya'lamun."
(Ya Allah, berilah hidayah kepada kaumku, karena mereka tidak mengetahui.)

Itulah teladan yang seharusnya kita ikuti. Membalas fitnah dengan doa, bukan dengan ghibah; menjawab penghinaan dengan kebenaran, bukan dengan kemarahan. Karena menghujat tidak memperbaiki keadaan, justru mencoreng martabat kita sebagai umat yang mengaku mencintai Nabi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun