Mohon tunggu...
Septinia Zega
Septinia Zega Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya mempunyai hobi dalam bidang seni

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar di Zaman Digital: Apakah Sekolah Masih Diperlukan?

24 Juni 2025   19:25 Diperbarui: 24 Juni 2025   19:23 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kehadiran teknologi digital telah mengubah banyak aspek kehidupan, termasuk cara kita belajar dan mengajar. Di era ini, informasi tidak lagi hanya tersimpan di perpustakaan atau buku teks saja, melainkan ia tersedia di ujung jari, 24 jam sehari, dalam berbagai bentuk dan media. Anak-anak kini bisa belajar matematika dari animasi YouTube, memahami sejarah melalui podcast, atau bahkan belajar coding secara mandiri lewat platform daring internasional. Ini tentu merupakan perkembangan yang luar biasa. Namun, di balik kemudahan tersebut, muncul pertanyaan mendasar yang patut kita renungkan bersama: apakah sekolah masih diperlukan?
Pandemi COVID-19 menjadi titik balik paling nyata dalam dunia pendidikan. Selama berbulan-bulan, jutaan siswa di seluruh dunia dipaksa meninggalkan bangku sekolah dan beralih ke sistem pembelajaran jarak jauh. Kelas berubah menjadi ruang virtual. Interaksi antar siswa dan guru terbatas pada layar, dan proses belajar tidak lagi terikat pada ruang fisik. Banyak yang merasa kesulitan di awal, baik dari sisi siswa, guru, maupun orang tua. Namun, seiring waktu, sebagian mulai terbiasa dan melihat bahwa ternyata belajar bisa dilakukan dari rumah bahkan ada yang merasa lebih fleksibel dan efisien.
erubahan ini menimbulkan gelombang besar dalam pemikiran masyarakat. Jika anak-anak bisa mendapatkan ilmu pengetahuan tanpa harus duduk di kelas selama enam jam setiap hari, lalu apa gunanya sekolah? Apakah sekolah masih relevan di era digital ini, atau justru mulai tergantikan oleh teknologi?
Pertanyaan ini mengandung keprihatinan yang lebih dalam. Karena sejatinya, sekolah bukan hanya tempat menyalurkan informasi atau menyampaikan materi pelajaran. Sekolah adalah ruang hidup, tempat anak-anak tidak hanya belajar membaca dan berhitung, tetapi juga belajar menjadi manusia. Di sekolah, anak-anak belajar berinteraksi, berkolaborasi, menyelesaikan konflik, memahami keberagaman, dan menghadapi dinamika sosial yang nyata. Mereka belajar bagaimana menjadi bagian dari komunitas, memahami aturan, serta membentuk sikap dan karakter. Hal-hal semacam ini tidak bisa sepenuhnya dipindahkan ke ruang digital. Perubahan ini menimbulkan gelombang besar dalam pemikiran masyarakat. Jika anak-anak bisa mendapatkan ilmu pengetahuan tanpa harus duduk di kelas selama enam jam setiap hari, lalu apa gunanya sekolah? Apakah sekolah masih relevan di era digital ini, atau justru mulai tergantikan oleh teknologi?
Pertanyaan ini mengandung keprihatinan yang lebih dalam. Karena sejatinya, sekolah bukan hanya tempat menyalurkan informasi atau menyampaikan materi pelajaran. Sekolah adalah ruang hidup, tempat anak-anak tidak hanya belajar membaca dan berhitung, tetapi juga belajar menjadi manusia. Di sekolah, anak-anak belajar berinteraksi, berkolaborasi, menyelesaikan konflik, memahami keberagaman, dan menghadapi dinamika sosial yang nyata. Mereka belajar bagaimana menjadi bagian dari komunitas, memahami aturan, serta membentuk sikap dan karakter. Hal-hal semacam ini tidak bisa sepenuhnya dipindahkan ke ruang digital.
Belajar memang bisa dilakukan di mana saja, tetapi membentuk kepribadian tidak bisa hanya lewat layar. Teknologi adalah alat bantu yang sangat kuat, namun ia tidak bisa menggantikan pengalaman hidup yang terjadi melalui interaksi nyata. Guru, misalnya, bukan hanya penyampai materi, tetapi juga panutan, pembimbing, dan kadang menjadi sosok pengganti orang tua di lingkungan sekolah. Kehadiran seorang guru tidak dapat sepenuhnya digantikan oleh video tutorial atau kecerdasan buatan.
Sebagaimana dikatakan oleh tokoh pendidikan John Dewey, "If we teach today's students as we taught yesterday's, we rob them of tomorrow." Maka dari itu, era digital seharusnya tidak menjadi alasan untuk meninggalkan sekolah, melainkan menjadi alasan untuk memperbarui dan memperkuat perannya. Sekolah tidak boleh bertahan dengan cara-cara lama. Ia harus beradaptasi, terbuka pada perubahan, dan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Guru tidak lagi cukup hanya menyampaikan informasi, karena informasi sudah tersedia di mana-mana. Tugas guru kini adalah membimbing proses berpikir, menumbuhkan rasa ingin tahu, memfasilitasi diskusi yang sehat, dan mengembangkan kecerdasan emosional serta moral anak didik.
Kita perlu memahami bahwa pendidikan yang bermakna tidak bisa dibangun hanya dari pengetahuan akademik. Dunia modern membutuhkan individu yang berpikir kritis, mampu bekerja sama, memiliki empati, dan bisa beradaptasi dengan cepat. Semua itu membutuhkan pendidikan yang holistik, yang tidak hanya fokus pada nilai ujian, tetapi juga pada proses pembentukan manusia secara utuh. Sekolah adalah tempat di mana pendidikan semacam itu bisa dan harus terjadi.
Jadi, bukan sekolah yang harus ditinggalkan, tetapi cara kita memandang dan mengelola sekolah yang harus berubah. Dunia digital bukan ancaman bagi pendidikan, melainkan tantangan sekaligus peluang. Sekolah tetap dibutuhkan, tetapi bukan sebagai satu-satunya sumber ilmu, melainkan sebagai pusat pembentukan nilai, karakter, dan kemanusiaan. Masa depan pendidikan tidak terletak pada gedung atau perangkat teknologi, tetapi pada bagaimana kita menghidupkan semangat belajar dalam setiap ruang, baik fisik maupun virtual. Dalam dunia yang terus bergerak dan berubah, pendidikan tetap menjadi fondasi. Dan sekolah dalam bentuk yang lebih terbuka, adaptif, dan berorientasi pada manusia tetap menjadi salah satu pilar utamanya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun