Mohon tunggu...
septiyani
septiyani Mohon Tunggu... GURU

seorang yang haus akan belajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pertamina dan Monopoli Energi di Indonesia: Antara Efisiensi dan Persaingan

8 Oktober 2025   20:40 Diperbarui: 8 Oktober 2025   20:37 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam ekonomi mikro, pasar monopoli terjadi ketika hanya ada satu produsen yang menguasai seluruh pasokan barang atau jasa di pasar. Kondisi ini membuat produsen menjadi price maker, alias penentu harga. Di Indonesia, fenomena monopoli paling nyata terlihat pada peran PT Pertamina (Persero) --- perusahaan milik negara yang bertanggung jawab menjaga ketersediaan energi nasional. Sebagai satu-satunya pemain besar di sektor minyak dan gas bumi, Pertamina memang berperan penting dalam menjaga ketahanan energi. Namun, posisi dominan ini juga memunculkan perdebatan soal keadilan dan potensi praktik monopoli dalam kebijakan migas nasional.
Sebagai BUMN strategis, Pertamina memiliki banyak kebijakan penting yang berpengaruh langsung pada masyarakat. Misalnya, kebijakan pengelolaan sumber daya migas secara efisien, penyediaan BBM hingga pelosok negeri, serta pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Perusahaan ini juga berperan dalam pemberdayaan masyarakat sekitar melalui program CSR dan pelatihan ekonomi. Namun, dominasi Pertamina di hampir seluruh rantai pasok migas menjadikannya sangat kuat --- hingga muncul kekhawatiran bahwa pasar migas di Indonesia menjadi kurang kompetitif dan sulit dimasuki oleh perusahaan swasta atau asing.
Kekhawatiran itu sempat mencuat pada tahun 2025, ketika terjadi kelangkaan BBM di SPBU swasta seperti Shell, BP, dan Vivo. Pemerintah menilai penyebabnya adalah perubahan pola konsumsi masyarakat, tetapi beberapa ekonom berpendapat lain. Mereka menilai kebijakan yang menunjuk Pertamina sebagai satu-satunya importir BBM membuat perusahaan ini kembali menguasai penuh harga dan distribusi bahan bakar nasional. Kondisi ini bukan hanya memicu antrean di SPBU swasta, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran investor terhadap iklim persaingan usaha di Indonesia.
Meski begitu, monopoli Pertamina tidak bisa langsung disebut negatif. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, monopoli diperbolehkan jika dilakukan untuk kepentingan publik dan menjaga stabilitas nasional. Tantangannya adalah menjaga agar monopoli itu tetap transparan, efisien, dan tidak merugikan konsumen. Ke depan, pemerintah perlu menyeimbangkan fungsi sosial Pertamina dengan persaingan yang sehat agar sektor energi nasional tidak hanya kuat, tetapi juga adil, terbuka, dan berkelanjutan bagi semua pihak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun