November dan Desember merupakan bulan terpanas bagi sebagian besar kampus di Indonesia. Pada dua bulan ini dilangsungkan pemilihan raya (PEMIRA) mahasiswa untuk memilih pemimpin bagi lembaga kemahasiswaan yang merupakan miniatur sebuah negara bagi mahasiswa yang biasanya bernama Ikatan Keluarga Mahasiswa. Momen ini merupakan awal dari pendidikan politik sejak dini bagi mahasiswa dan pesta demokrasi di kampus yang menjadi tempat mengaktualisasikan diri dan potensi yang dimiliki.
Penyebutan ikatan keluarga mahasiswa sebagai negara mahasiswa bukanlah sebutan yang berlebihan. Masing-masing kampus berusaha untuk mengimplementasikan prinsip trias politica yang melibatkan pembagian eksekutif, legislatif dan yudikatif dengan kekuasaan tertinggi tetap ada ditangan mahasiswa. Bentuk aplikasi di setiap kampus tentu saja berbeda-beda. Lembaga yang ada di sebuah kampus bisa saja mengikuti bentukan di Republik Indonesia atau pun bisa saja perangkat lembaganya masih belum lengkap atau sengaja tidak dibentuk karena tidak dirasakan urgensinya di sebuah kampus.
Nama dan penyebutan beberapa bentukan lembaga di sebuah kampus pun mengalami perbedaan. Contoh penyebutan ini misalnya, kekuasaan eksekutif di sebuah kampus bisa saja disebut dengan Badan Eksekutif Mahasiswa atau pun Senat Mahasiswa. Sedangkan kekuasaan legislatif dan yudikatif bisa saja dibuat terpisah seperti Universitas Indonesia (UI) yang memiliki Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) sebagai lembaga legislatif dan Mahkamah Mahasiswa (MM) sebagai lembaga yudikatifnya. Kampus lain bisa saja menggabungkan fungsi keduanya pada satu lembaga karena tidak dirasakan signifikansinya jika dipisahkan. Jabatan yang ada pun disesuaikan dengan sistem demokrasi yang dianut kampus tersebut. Contohnya adalah penyebutan Ketua bagi pemimpin tertinggi di BEM UI atau Presiden di kampus lain seperti UGM dan IPB.
Pesta demokrasi mahasiswa dengan pemilihan raya mahasiswa merupakan awal dari sebuah pendidikan politik bagi mahasiswa. Seseorang yang hendak berkontribusi dalam pemerintahan negara mahasiswa harus melalui serangkaian proses suksesi yang ditetapkan melalui produk legislasi lembaga legislatif tentang suksesi lembaga kemahasiswaaan. Tentu saja tidak hanya bagi calon yang maju untuk menduduki posisi tertentu yang terlibat dalam pendidikan politik ini, seluruh mahasiswa di kampus tersebut pun mengalami pendidikan politik yang tidak sedikit.
Kandidat yang mengikuti PEMIRA mahasiswa mendapat banyak pelajaran berharga selama kegiatan tersebut berlangsung. Penggalangan dukungan diawal pemilihan sebagai syarat mengikuti PEMIRA atau pendirian sebuah partai bagi kampus yang menggunakan sistem partai politik mahasiswa (Parpolma) mengajarkan calon untuk memiliki kemampuan meyakinkan banyak orang pada kapabiliitas pribadi. Masa kampanye hingga pemilihan yang harus dilalui setelahnya pun merupakan miniatur setiap warna-warni kegiatan dalam pesta demokrasi. Setiap momen baik yang diwarnai dengan saling menunjukan kemampuan pribadi hingga saling mencari kesalaha rival merupakan awal dari proses pendewasaan diri dalam berpolitik.
Tim sukses kandidat pun mendapat pelajaran berharga dari pesta demokrasi mahasiswa tersebut. Kemampuan menjual dan meyakinkan objek kampanye terhadap kandidat yang didukung menjadi poin penting pendewasaan berpolitik. Positive Campaign atau kampanye yang menunjukkan kemampuan kandidat sendiri tanpa menjatuhkan kandidat lawan menjadi kampanye yang selalu dinantikan dalam PEMIRA. Proses berkampanye secara sehat yang selalu dituntut ini akan menguji kematangan seseorang dalam berpolitik sejak di kampus.
PEMIRA sebagai pesta demokrasi pun dapat menjadi pembelajaran bagi setiap mahasiswa dalam sebuah kampus. Seorang mahasiswa yang tidak menjadi kandidat maupun tim sukses seorang kandidat akan belajar menentukkan kandidat mana yang dipilih. Dasar pemilihan ini yang perludijadikan parameter kedewasaan seseorang berpolitik. Setiap mahasiswa diajak untuk berpikir objektif dan rasional dalam memilih kandidat yang lebih kompeten.
Pembelajaran politik pun akan dialami oleh mahasiswa yang telah memiliki jabatan struktural di lembaga sebagai pelaksana, pengawas ataupun lembaga independen selama PEMIRA berlangsung. Komite bentukan selama PEMIRA seperti Komite Pengawasan, Panitia Pelaksana maupun lembaga legislatif sebagai fasilitator pelaksanaan PEMIRA dituntut untuk profesional dalam melaksanakan tugasnya. Profesionalisme kinerja komite bentukan ini penting dalam menentukan kualitas hasil dari PEMIRA tersebut.
Pendidikan politik sejak dini bagi mahasiswa dapat didapat sebanyak-banyaknya dari PEMIRA. Bukan hanya sebagai momen suksesi bagi lembaga kemahasiswaan di sebuah kampus saja, PEMIRA juga menjadi kegiatan pembuktian tegaknya demokrasi mahasiswa. Optimalisasi masing-masing peran dalam PEMIRA dapat menjadi pemicu terwujudnya good governance di kampus tersebut.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI