Mohon tunggu...
Eka Tanjung
Eka Tanjung Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Wisata Eropa

Sahabat Wisata Eropa | Pemilik Tour Serbalanda | Tetap Semangat Jangan Kasih Kendor |

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jeffry Pondaag Pejuang Indonesia di Belanda

29 Agustus 2014   01:09 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:15 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jeffry Pondaag Pejuang Indonesia di Belanda

Jeffry Pondaag dan 3 Penggugat Diterima wakil Partai Sosial Jeffry Pondaag, kurang dikenal di masyarakat Indonesia. Namun bagi media dan masyarakat Belanda, dia adalah pejuang yang "merepotkan." Presiden Jokowi pasti suka Jeffry! Kamis 28 Agustus 2014 ini berlangsung proses pengadilan di Den Haag Belanda. Proses menggugat negara Belanda yang dinyatakan bertanggungjawab atas pembantaian ribuan orang di Sulawesi Selatan pada tahun 1947. Pembantaian itu dikomandoi oleh Kapten Westerling. Proses pengadilan menuntut pengakuan dan ganti rugi adalah prakarsa dari Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB). Jeffry Pondaag adalah motor dari yayasan Belanda pemerhati rakyat sipil Indonesia. Organisasi ini mendatangkan tiga penggugat dari Indonesia. Ibu Paturusi (82 tahun), Pak Halik (76 tahun) dan Pak  Monji (77 tahun). Mereka adalah korban dan saksi hidup dari pembantaian oleh tentara Belanda. Para pelakunya, termasuk  Kapten Raymond Pierre Paul Westerling sampai hari ini tidak pernah diadili.

Abdul Halik, Bu Paturusi dan Pak Mondji (Munji) Ketiganya pada tahun 1947 itu kehilangan ayah mereka yang ditembak mati tentara Belanda. Pak Monji menyaksikan langsung penembakan ayahnya. Eka Tanjung dari Serbalanda melihat penuturan emosional Pak Mondji menceritakan kejadian yang sudah hampir 70 tahun silam. Dia tidak bisa membendung air matanya jatuh membasahi pipi warna coklat tua itu. Matanya tampak kusam karena derita yang disandangnya sejak menyaksikan ayahnya dibunuh. "Saya menyaksikan ayah ditembak di keningnya. Pelakunya tentara Belanda bertangan kidal," ungkapnya kepada Eka Tanjung dari Serbalanda.
Pak Mondji dan dua rekan senasibnya dari kampung Suppa Pinrang dan Bulukumbang akan menyampaikan langsung di depan hakim di Den Haag. Semoga saja perjuangan menuntut keadilan, bisa mendapat pengakuan dari Negara Belanda yang sekarang. Sudah cukup Belanda berdiam diri dan mengelak dari permasalahan pelanggaran HAM di dalam wilayah kedaulatan Belanda sendiri. (Sebab menurut Belanda, Kemerdekaan Indonesia pada Desember 1949). Berarti Belanda telah membantai rakyatnya sendiri.
Pondaag = Pahlawan? Kejelian dan kecerdasan Jeffry Pondaag ini yang menurut Serbalanda perlu diacungi jempol. Dia melihat 'celah' politik. Tahun 2011 lalu, Jeffry Pondaag sukses mengangkat kasus pelanggaran HAM di Rawahgede atau Balongsari, pembantaian 9 Desember 1947. Dia menggandeng pengacara kondang Liesbeth Zegveld dan berhasil memenangkan kasus. Pemerintah Belanda akhirnya menyampaikan maaf dan membayar kompensasi kepada tujuh orang janda korban. Untuk pertama kali Negara Belanda mengakui kesalahan atas kebrutalannya terhadap 'rakyatnya' sendiri di Hindia Belanda. Menang Lagi Perjuangan Pondaag pria asal Indonesia yang berdomisili di Heemskerk Belanda ini tidak hanya sampai di Rawahgede. Juli 2014 ini, jerih payahnya juga berbuah baik. Dia mendorong gugatan janda korban pembantaian Sulawesi Selatan. Akhirnya hakim memutuskan, Negara Belanda harus meminta maaf dan membayar kompensasi.
Janda Sukses, Anak Menyusul Melihat janda korban Westerling mendapat pengakuan hakim, tanggal 28 Agustus 2014 ini Jeffry giliran membawa tiga anak-anak korban Westerling. Belanda Bunuh Rakyat Sendiri "Selama Belanda, secara de jure masih berpegang pada  27 Desember 1949 sebagai kemerdekaan Indonesia, dan belum mengakui kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, maka setiap pembunuhan pada Aksi Polisional sampai 1949 adalah pembantaian rakyat sendiri. Dan kejahatan terhadap rakyat sendiri tidak mengenal kadaluarsa." Media Belanda memperhatikan dan menyoroti proses pengadilan menuntut keadilan ini. Menurut pengamatan Eka Tanjung dari Serbalanda, publik Belanda dan awak media Belanda menilai bahwa : Sudah Semestinya Para Keturunan korban kekejaman Belanda di Hindia Belanda mendapatkan haknya. Serbalanda juga mencatat bahwa perjuangan Jeffry Pondaag tidak akan berhenti sampai membela korban Sulawesi Selatan. Para anggota parlemen Belanda tidak terlalu senang dengan sepak terjang Pondaag ini. Karena dianggap menguak luka lama. Partai Sosial teman Rakyat Indonesia Di parlemen Belanda, Pondaag hanya mendapat dukungan dari Partai Sosial atau yang biasa disebut SP, baik dalam Kasus Rawagede maupun Sulawesi Selatan in. Partai lainnya membisu dan menghindar dari kasus "aib" Belanda ini. Ketika berkunjung ke Parlemen Belanda, 26 Agustus 2014 Jeffry dan tiga lansia hanya diterima oleh wakil Partai Sosial, Henk van Gerven. Jeffry Pondaag :"Sangat disayangkan partai-partai lain CDA, VVD, PvdA tidak mau menemui kami. Terima kasih kami kepada SP yang telah menerima dan memperjuangkan aspirasi para korban kekejaman Belanda." Melihat perjuangan tanpa lelah dan tidak memilah suku, ras dan agama maka Serbalanda menilai bahwa Jeffry Pondaag memiliki visi yang sama dengan Jokowi. Bakal orang nomor satu RI ini mengedepankan kepentingan rakyat. Maka Jokowi harus mengenali lebih jauh sosok rekan seperjuangan yang bermukim di Heemskerk Belanda ini. Sumber: Serbalanda

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun