Indonesia dikenal sebagai salah satu raksasa bulu tangkis dunia. Namun, di ajang beregu campuran sekelas Piala Sudirman, prestasi kita justru tak semoncer di sektor perorangan. Sejak turnamen ini pertama kali digelar pada 1989---yang juga menjadi satu-satunya kali Indonesia meraih juara---bendera Merah Putih belum pernah lagi berkibar di podium tertinggi. Mengapa?
Kilas Balik Prestasi: Juara di Rumah Sendiri
Piala Sudirman 1989 menjadi sejarah emas bagi bulu tangkis Indonesia. Digelar di Istora Senayan, Jakarta, Indonesia menaklukkan Korea Selatan 3--2 di final. Sontak, gelar perdana ini menumbuhkan harapan bahwa Indonesia akan menjadi kekuatan abadi di turnamen beregu campuran ini.
Namun setelah itu, harapan tak sejalan dengan kenyataan. Meski Indonesia sempat enam kali tampil di final (1991, 1993, 1995, 2001, 2005, dan 2007), semuanya berujung sebagai runner-up. Dominasi Tiongkok dan Korea Selatan tak terbendung, sementara Indonesia justru mulai tertinggal dalam pengembangan tim beregu campuran.
Apa yang Salah?
Salah satu tantangan utama Indonesia adalah ketimpangan kualitas antara sektor putra dan putri. Saat sektor ganda putra dan tunggal putra tampil kuat, sektor putri kerap tak mampu menyeimbangkan. Sebagai turnamen beregu campuran, Piala Sudirman mengharuskan kekuatan merata di semua sektor: tunggal putra, tunggal putri, ganda putra, ganda putri, dan ganda campuran.
Inilah faktor utama kekalahan Indoneisa dari Korea selatan, karena Korea Selatan menunjukan kekuatan merata di semua sektor sedangkan Indonesia masih bergantung pada sektor ganda Putra dan tunggal Putra.
Di sisi lain, regenerasi dan manajemen tim juga berperan. Konsistensi pemain elite, kedalaman skuad, serta strategi penempatan pemain di tiap pertandingan sangat menentukan. Negara seperti Tiongkok memiliki kedalaman skuad luar biasa dan perencanaan jangka panjang---yang membuat mereka 14 kali merebut gelar ini.
Menuju Kebangkitan Baru?
Piala Sudirman 2025 memperlihatkan semangat baru tim Indonesia. Meski hanya sampai semifinal, performa beberapa sektor---khususnya ganda campuran dan tunggal putra---menjanjikan. Regenerasi mulai terlihat, tapi tentu butuh kesinambungan dan ketekunan dalam membina tim beregu sejati.
Penutup:
Piala Sudirman bukan sekadar soal medali---ini tentang kebanggaan bangsa dalam kerja sama tim, sinergi antar sektor, dan semangat pantang menyerah. Jika ingin kembali juara, Indonesia harus membangun kekuatan secara utuh, bukan hanya mengandalkan sektor andalan. Sebab di arena ini, kemenangan adalah milik tim yang paling lengkap, paling solid, dan paling siap secara mental.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI