Di suatu pagi yang cerah, bangau tontong pergi berjalan-jalan. Seperti biasanya, ia melewati pematang sawah. Kebetulan padi mulai menghijau. Biasanya banyak anak ketam bermain-main. Siapa tahu nasib lagi mujur; bisa bertemu anak ketam yang bisa disantap sebagai sarapan. Sejak bangun, belum ada yang dimakan. Perutnya mulai bernyanyi minta diisi.
      Belum lama bangau berjalan, tiba-tiba ia mendengar suara anak kodok yang mengerang-erang kesakitan. Anak kodok itu meronta ingin melepaskan diri. Ia minta pertolongan.
      "Tolong! Tolong! Tooollloooong... Lepaskan aku! Jangan sakiti aku! Kasihanilah, aku! Tolonggg!"" pinta anak sang kodok penuh dengan rasa pilu. Bangaupun terharu mendengarnya. Ia menghentikan langkahnya. Dipusatkan pendengarannya. Setelah jelas arah datangnya suara. Ia berjalan ke arah itu. Betapa terkejutnya setalah tahu ada seekor anak kodok dibelit oleh ular sanca. Anak kodok itu tidak berkutik. Badannya tampak lemas dan mukanya pucat. Mungkin ia menunggu kematian saja.
      "Hei, hentikan!" tegur bangau. Kau tidak pantas menyiksa dia seperti itu. Apa salah anak itu?" tanyanya kemudian. Ular sanca mengendorkan belitannya. Anak kodok itu sepertinya mau dilepaskan. Tetapi anak kodok yang sudah tidak berdaya itu perlahan jatuh ke tanah. Ular sanca pun secepat kilat mematuknya. Sekali telan sudah sampai perut.
      "Hei, mengapa justru kau menelannya? bentak bangau.
      Ular sanca itu kelihatannya tidak menghiraukan bangau. Karena perutnya sudah kenyang, ia ingin pergi. Tetapi baru berjalan beberapa langkah, bangau menghadangnya.
      "Kau tidak boleh pergi begitu saja!" bentak bangau lagi. Sanca pun menghentikan langkahnya. "Apa urusanmu?" tanyanya kemudian.
      "Apa kau tidak mendengar kata-kataku?"
      "Dengar".
      "Tetapi, mengapa kau justru menelannya?"
      "Sekali lagi kukatakan, jangan suka usil. Ini bukan urusanmu. Mengapa kau ikut campur?" tanya sanca sinis.