Mohon tunggu...
Senada Siallagan
Senada Siallagan Mohon Tunggu... Penulis - Berpikir Out of The Box
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Telinga dan Lidah Seorang Murid

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bangau Tontong: Si Tukang Melamun

20 Maret 2021   11:50 Diperbarui: 20 Maret 2021   11:53 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di suatu pagi yang cerah, bangau tontong pergi berjalan-jalan. Seperti biasanya, ia melewati pematang sawah. Kebetulan padi mulai menghijau. Biasanya banyak anak ketam bermain-main. Siapa tahu nasib lagi mujur; bisa bertemu anak ketam yang bisa disantap sebagai sarapan. Sejak bangun, belum ada yang dimakan. Perutnya mulai bernyanyi minta diisi.

            Belum lama bangau berjalan, tiba-tiba ia mendengar suara anak kodok yang mengerang-erang kesakitan. Anak kodok itu meronta ingin melepaskan diri. Ia minta pertolongan.

            "Tolong! Tolong! Tooollloooong... Lepaskan aku! Jangan sakiti aku! Kasihanilah, aku! Tolonggg!"" pinta anak sang kodok penuh dengan rasa pilu. Bangaupun terharu mendengarnya. Ia menghentikan langkahnya. Dipusatkan pendengarannya. Setelah jelas arah datangnya suara. Ia berjalan ke arah itu. Betapa terkejutnya setalah tahu ada seekor anak kodok dibelit oleh ular sanca. Anak kodok itu tidak berkutik. Badannya tampak lemas dan mukanya pucat. Mungkin ia menunggu kematian saja.

            "Hei, hentikan!" tegur bangau. Kau tidak pantas menyiksa dia seperti itu. Apa salah anak itu?" tanyanya kemudian. Ular sanca mengendorkan belitannya. Anak kodok itu sepertinya mau dilepaskan. Tetapi anak kodok yang sudah tidak berdaya itu perlahan jatuh ke tanah. Ular sanca pun secepat kilat mematuknya. Sekali telan sudah sampai perut.

            "Hei, mengapa justru kau menelannya? bentak bangau.

            Ular sanca itu kelihatannya tidak menghiraukan bangau. Karena perutnya sudah kenyang, ia ingin pergi. Tetapi baru berjalan beberapa langkah, bangau menghadangnya.

            "Kau tidak boleh pergi begitu saja!" bentak bangau lagi. Sanca pun menghentikan langkahnya. "Apa urusanmu?" tanyanya kemudian.

            "Apa kau tidak mendengar kata-kataku?"

            "Dengar".

            "Tetapi, mengapa kau justru menelannya?"

            "Sekali lagi kukatakan, jangan suka usil. Ini bukan urusanmu. Mengapa kau ikut campur?" tanya sanca sinis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun