Mohon tunggu...
Senada Siallagan
Senada Siallagan Mohon Tunggu... Penulis - Berpikir Out of The Box
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Telinga dan Lidah Seorang Murid

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Burung Pipit, Damailah Hidupmu!

5 Maret 2021   17:20 Diperbarui: 6 Maret 2021   18:01 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Semua orang pasti mengenal burung pipit. Burung ini banyak terdapat di sawah, terlebih pada musim padi. Burung kecil ini berbulu kecoklatan dan sering tampak bergerombol. Terkadang terlihat terbang berarak. Karena suka makan padi, burung ini kurang disukai oleh petani.

            Burung pipit boleh dikatakan tidak ada keistimewaannya. Ia tidak memiliki bulu yang indah seperti merak atau cendrawasih. Suara agung seperti yang dimiliki oleh perkutut juga tidak dimilikinya. Apalagi kicauan yang merdu seperti yang dimiliki cicakrowo sama sekali taka da padanya. Pipit juga tidak punya kemampuan membuat sarang yang indah seperti manyar. Tetapi, benarkah burung pipit, burung yang tidak berguna?

            Di suatu sore, tampak beberapa ekor burung pipit bertengger di ranting sebatang pohon. Kebetulan sore itu tidak hujan, meskipun keadaan sedikit mendung. Kelihatannya mereka sekeluarga. Ada ayah, ibu dan anak-anaknya. Mereka tampak rukun. Terlihat tidak ada pertengkaran di antara mereka.

            Namun, ada yang aneh di sore itu. Sang ibu tampak agak murung. Entah apa yang dipikirkannya. Sang ayah heran melihat ibu. Sebab bukan sesuatu yang biasa ibunya demikian. Lalu, sang ayah tidak sabar dan bertanya, kepada istrinya.

            "Bu, apa kamu tidak enak badan?"

            Sang ibu hanya tersenyum. "Mengapa ayah bertanya seperti itu?" tanyanya kemudian.

            "Kamu sejak tadi agak murung, kenapa?" tanya ayah lagi.

            "Aku cuma malas," jawab sang ibu singkat.

            "Nah, ini yang kuanggap aneh. Sebab biasanya kamu suka menemani anak-anak bermain. Tetapi kali ini mereka kau biarkan main sendiri."

            "Sekali-sekali boleh kan, mereka tidak kutemani?"

            "Tetapi harus diawasi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun