Mohon tunggu...
Selistiawati
Selistiawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Muhammadiyah Enrekang

Mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesenian Unik Tari Topeng Malangan: Jenazah Bertopeng?

19 Maret 2024   12:56 Diperbarui: 30 Maret 2024   21:08 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi kelompok gajayana

Sesuai dengan namanya, Tari Topeng Malangan merupakan salah satu tarian sakral yang menjadi ciri khas dari budaya Malang. Dalam suatu kesempatan (09/03/2024) sejumlah mahasiswa PMM 4 Inbound Universitas Negeri Malang: Gajayana, menghadiri sebuah sanggar seni tari topeng guna memenuhi kebutuhan modul nusantara dan tentu saja untuk mengeksplorasi lebih dalam terkait kesenian Tari Topeng Malangan. 

Lokasi sanggar seni tujuan mereka bernama Lintang Pandu Sekar yang berada tepat di Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Jarak yang ditempuh untuk sampai ke lokasi sanggar seni Lintang Pandu Sekar kurang lebih 23 KM dengan waktu tempuh 40 menit. 

Sesampainya di Kantor Kecamatan Tumpang, rombongan Gajayana disambut ramah oleh Bapak Karyanata selaku pengelola sanggar topeng Lintang Pandu Sekar. Pengelola yang akrab dipanggil Pak Karya ini mengajak kelompok Gajayana untuk berlatih beberapa gerakan dasar khas Tari Topeng Malangan. "Untuk seorang newbie atau pemula yang ingin mempelajari tari topeng, gerakannya mungkin terkesan agak susah. Oleh karena itu kalian minimal harus berlatih selama 4 bulan untuk dapat mahir menari Topeng Malangan" Ujar Pak Karya. Sanggar Seni Lintang Pandu Sekar sendiri berdiri dari tahun 1998 dan sekarang sudah memasuki generasi ke 7, bahkan dulunya memiliki 8 titik cabang di seluruh Kabupaten Malang. Adapun jumlah peserta sanggar hampir mencapai 400 jiwa dengan anggota berumur 2-76 tahun. Wah! menarik sekali ya.

dokumentasi kelompok gajayana
dokumentasi kelompok gajayana

Setelah berlatih beberapa gerakan dari tari topeng Malangan, beliau menjelaskan tentang seluk beluk dan sejarah Tari Topeng Malangan yang ada hingga saat ini. Kelompok Gajayana dipersilahkan untuk beristirahat sambil mendengarkan penjelasan dari Pak Karya. Beliau menjelaskan bahwa tari topeng ini sudah ada sejak 8 masehi atau pada jaman Kerajaan Kanjuruhan yang saat itu menganut kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Tarian ini diciptakan oleh Prabu Airlangga sebagai bentuk persembahan kepada leluhur mereka. Tarian yang menceritakan tentang Brahmana dan Rahwana ini dulunya adalah tarian sakral yang tidak bisa dimainkan oleh sembarang orang.

Kesenian dengan total karakter sejumlah 250 jika dihitung dengan topeng Panji utama ini, dari awal pembuatannya sudah memiliki ritual khusus. Mulai dari penebangan pohon yang harus mengikuti hari baik menurut kalender jawa, jenis kayu yang digunakan adalah Cendana, dan dengan proses pemahatan yang harus ekstra hati-hati dan tidak semua orang dapat mengerjakan langkah-langkah tersebut. Adapun alasan mengapa cendana dijadikan bahan utama pembuatan topeng ini adalah karena orang-orang percaya bahwa cendana dapat mengantarkan roh kepada sang pencipta. Itulah sebabnya apabila ada orang yang meninggal maka jenazahnya akan dipakaikan topeng dan wewangian cendana untuk mempermudahnya menuju alam akhirat. Uniknya kebiasaan tersebut bahkan masih dilanjutkan sampai sekarang ini. Lanjut ke proses pemahatan, hasil ukiran pada topeng ini diberi nama lulungan yang dimana tiap ukiran atau lulungan memiliki makna filosofis tersendiri. Apabila telah selesai dipahat maka akan lanjut ke proses pewarnaan. Warna yang diberikan pada topeng pun memiliki makna seperti hijau yang melambangkan kehidupan, putih berarti kesucian, merah yang identik dengan hawa nafsu, dan masih banyak warna lain dengan maknanya masing-masing. Dalam memegang topeng pun juga memliki  etika, yaitu tidak boleh memegang bagian mata hingga mulut, namun dianjurkan untuk memegang bagian atas atau dagu topeng untuk menghormati peran dari topeng tersebut.

Ketika Kerajaan Majapahit berdiri barulah kemudian kesenian ini dapat dijadikan sebagai hiburan walau masih terbatas untuk kalangan bangsawan saja. Dalam memainkan tari topeng biasanya penari akan memijakkan kaki diatas tanah tanpa alas sebagai salah satu filosofi kesuburan. Namun, setelah Majapahit mengalami keruntuhan kesenian ini sempat redup. Tetapi, seiring berjalannya waktu kesenian ini kembali dikembangkan dari generasi ke generasi dan dapat dinikmati oleh siapapun. Bahkan untuk menghargai kesenian ini, Tari Topeng Malangan sudah memiliki festival tersendiri dan lebih dikenal dengan Festival Panji yang diambil dari salah satu karakter raja dari Tari Topeng Malangan dan telah sampai pada kancah internasional.

Yang menjadi titik puncak keseruan kunjungan kali ini yaitu sebelum undur diri, kelompok Gajayana bahkan disuguhkan tarian Malangan oleh salah satu peserta sanggar lengkap dengan kostum dan atributnya. Dengan gerakan yang tegas dan ciamiknya tarian ini sukses membuat siapapun yang menyaksikannya menjadi terpukau. Budaya Indonesia memang sangat beragam dan keren!!.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun