Sore itu, anak bungsu saya yang sedang kuliah di Jepang menelepon.
"Assalamu'alaikum, Umi, dompetku hilang. Aku lagi di Lawson, pas mau bayar di kasir, dompetnya ga ada, aduh kayaknya jatuh deh," terdengar jelas kepanikan dalam nada bicaranya.
"Tenang Nak. Coba dicari lagi ya, kalau tidak ketemu, segera lapor polisi," jawab saya berusaha tenang, walau merasa panik juga.
"Sudah dicari, tapi ga ada. Aku mau pulang balikin sepeda, sambil mencari di jalan, lalu balik ke sini jalan kaki, cari lagi," kata si bungsu dari seberang.
"Baik, Nak. Hati-hati ya, Umi doakan semoga ketemu dompetnya," jawab saya sambil berdoa semoga dompet itu masih menjadi rejekinya.
Selama ini bila mengalami kehilangan sesuatu, saya selalu berpegang pada prinsip, kalau masih rejeki kita, maka barang yang hilang itu akan kembali, entah bagaimana caranya. Tapi bila sudah bukan rejeki, ya sudah, jalan terakhir adalah mengikhlaskan, sambil memetik pelajaran untuk lebih berhati-hati di masa depan.Â
Sebenarnya ini bukan kehilangan dompet yang pertama bagi si bungsu. Kehilangan pertama, dompet jatuh di taxi online yang dia naiki. Kehilangan kedua saat dia masih SMA waktu pergi ke minimarket, yang ketiga saat akan berangkat ke Jepang, waktu kami pergi ke mall untuk membeli pakaian musim dingin, karena pas kedatangan dia ke Jepang, tepat dengan akan dimulainya musim dingin. Nah jadi ini adalah kehilangan dompet yang keempat kalinya.
Kehilangan pertama, sopir taxi mengatakan dompet sudah diserahkan ke pool taxi yang kebetulan jaraknya jauh dari rumah kami, akhirnya kami tidak mengambil dompet tersebut dan mengikhlaskannya. Yang kedua ternyata dompetnya jatuh di jalan dan ditemukan oleh temannya, dompetnya kembali dengan selamat dalam keadaan utuh, tak kurang suatu apapun.Â
Kehilangan ketiga, aku sempat menelepon departement store tempat kami membeli baju, tapi dijawab tidak ditemukan dompet. Kebetulan saat anak saya ke sana dan melihat-lihat celana panjang, dia menemukan handphone di salah satu celana panjang yang sedang didisplay, dia segera menyerahkan telepon gengggam itu kepada petugas security di departement store tersebut. Saat itu saya sempat membesarkan hatinya, karena dia telah berbuat baik, semoga kebaikan juga akan menghampirinya.
Akhirnya saya mencoba menelpon mobil taxi online yang mengantar kami ke mall tersebut. Alhamdulillah ternyata driver mobil tersebut menemukan dompet anak saya di kursi penumpang dan berkata akan mengantarkan ke rumah. Syukur alhamdulillah masih rejekinya.Â
Sebenarnya saat kehilangan dompet, bukan uang yang dikhawatirkan, tapi kami lebih mengkhawatirkan mengurus berbagai surat-surat yang ada di dalamnya.Â
Membayangkan segala kerepotan yang bakal dialami dan pasti akan menyita waktu. Apalagi saat itu si bungsu akan berangkat ke Jepang, ada kekhawatiran kami tak punya cukup waktu untuk mengurus semuanya.
Nah, kehilangan kedua dan ketiga, dompet bisa kembali dalam kondisi utuh, bagaimana dengan kehilangan keempat ini?
Kehilangan dompet untuk pertama kalinya di Jepang, dengan semua kartu penting berada di dalam dompet itu, tentu membuat si bungsu sangat panik. Saya hanya bisa berdoa semoga dompetnya bisa segera ditemukan, sambil membuka internet mencari informasi bagaimana cara mengurus kartu-kartu penting yang ada di dalam dompet tersebut.
Tak berapa lama si bungsu menelepon kembali, mengabarkan dia sudah menaruh sepeda di apato dan kembali ke Lawson dengan berjalan kaki, tapi tak menemukan dompet itu di jalan.Â
Akhirnya si bungsu mencari koban (kantor polisi) terdekat untuk melaporkan kehilangan. Ternyata sampai di sana, pak polisi sudah menunggu. Si bungsu diminta mengatakan ciri-ciri dompet yang hilang, menyebutkan identitas dan apa saja isi dompet itu.Â
Tentu saja pertanyaan itu dengan mudah dapat dijawab, akhirnya polisi memberikan sebuah dompet persis seperti yang disebutkan si bungsu. Setelah mengisi form, si bungsu segera meninggalkan koban dengan membawa dompetnya yang masih utuh tak ada satupun barang yang hilang.
Pak polisi bercerita ada seseorang menyerahkan dompet tersebut ke kantor polisi sore tadi. Alhamdulillah dompet itu ternyata masih rejekinya. Si bungsu juga bercerita, dia optimis dompetnya akan kembali, karena dia barusan search di internet tentang kemungkinan kehilangan dompet di Jepang, dan hasilnya Jepang menduduki peringkat teratas bila ada barang hilang maka prosentasi kembali kepemiliknya paling tinggi, prosesnya pun sangat mudah.Â
Sepertinya penduduk di Jepang sudah sangat sadar untuk tidak memanfaatkan mengambil barang yang bukan haknya. Mereka terbiasa menyerahkan dompet atau handphone yang ditemukan di jalan atau tempat lain ke kantor polisi terdekat. Â
Setelah kejadian itu, saya juga membaca ada WNI yang tinggal di Jepang dan berkali-kali kehilangan handphone, entah jatuh atau tertinggal di kereta atau bus, dan selalu berhasil ditemukan kembali dalam kondisi utuh.
Oya, bukan berarti di Jepang tak ada kejahatan dan kita boleh sembarangan meletakkan dompet atau handphone di tempat umum. Dengan banyaknya kedatangan warga asing yang tinggal di Jepang, ada sedikit kekhawatiran budaya baik itu akan terkikis, ah semoga tidak ya. Semoga budaya baik itu justru menular ke para pendatang, untuk menghargai kepemilikan dan mengembalikan barang yang bukan miliknya ke koban (kantor polisi) terdekat.
Mengapa ponsel dan dompet yang hilang di Jepang mudah ditemukan?
Ketika saya bercerita tentang dompet anak saya yang hilang dan mudah ditemukan, seorang teman yang pernah 13 tahun tinggal di Jepang bercerita bahwa di Jepang ada sebuah aturan dan budaya yang membuat pengembalian barang yang hilang menjadi efektif.Â
Jika ada warga yang menemukan barang yang bukan haknya, maka mereka akan menyerahkan barang tersebut ke koban terdekat. Koban adalah pos polisi kecil di Jepang, yang biasanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki. di Jepang ada sekitar 6.300 pos polisi koban ini.
Penduduk Jepang sudah terbiasa mengembalikan barang yang bukan haknya sejak di bangku sekolah. Anak-anak di Jepang diajarkan bahwa mengembalikan barang temuan ke polisi merupakan tugas sebagai warga negara.
Ada juga aturan hukum yang mengatakan bahwa barang temuan harus diserahkan ke pihak berwajib, bila pemiliknya tak ditemukan.Â
Oya, biasanya barang yang hilang disimpan di koban sekitar satu bulan.
Jika belum diambil pemiliknya, maka barang itu dikirimkan ke Lost and Found Center di Departemen Kepolisian Tokyo.
Di sana barang tersebut dicatat dan datanya bisa diakses masyarakat secara luas. Barang disimpan selama tiga bulan, bila tetap belum ada yang mengambil, maka barang bisa diberikan pada orang yang menemukannya. Bila tetap tak diambil, maka barang temuan itu menjadi milik pemerintah lokal dan bisa dijual di pasar barang bekas.
Oh ternyata demikian, semoga budaya baik itu tetap lestari dan saya optimis di Indonesia juga masih banyak orang baik yang mau mengembalikan barang temuan yang bukan haknya, misalnya dua sopir taxi yang menemukan dompet anak saya yang terjatuh di mobilnya. Semoga Allah menyayangi orang-orang yang telah berbuat baik ini.
Tetap semangat berbuat baik, kapan pun dan dimana pun kita berada, semoga suatu saat kebaikan-kebaikan akan menghampiri kita!
Salam sehat, tetap bersyukur dan bahagia!
Seliara
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI