Kasaomi adalah makanan tradisional khas dari Kepulauan Wakatobi, Buton dan Muna. Sulawesi Tenggara. Dengan nama lain Saomi atau Sangkola. Makanan ini terbuat dari singkong yang diolah secara khusus sehingga menghasilkan tekstur dan cita rasa yang unik. Kasaomi tidak hanya menjadi makanan pokok bagi masyarakat setempat, tetapi juga merupakan bagian penting dari budaya dan tradisi kuliner Sulawesi.
Bahan utama dalam pembuatan Kasaomi adalah singkong pilihan yang diparut dan kemudian diperas untuk menghilangkan Sari racunnya. Setelah itu, ampas singkong dikeringkan dan dikukus hingga matang. Proses pengukusan ini menghasilkan Kasaomi yang bertekstur lembut tetapi padat. Rasanya cenderung tawar, hingga cocok disantap bersama lauk-pauk seperti ikan bakar, ikan asin, atau sambal khas daerah.
Dari segi bentuk dan warna, Soami terdiri tiga jenis. Ada yang kerucut seperti tumpeng yang warnanya putih kekuning-kuningan dan ada juga yang berwarna hitam. Soami hitam memiliki sebutan hugu-hugu. Pembuatan hugu-hugu diawali dengan memilih singkong yang baik, merendamnya dengan air laut selama tiga hari, kemudian menjemurnya beberapa hari sampai kering dan berwarna kehitam-hitaman. Sedangkan Soami yang berwarna putih kekuning-kuningan, diolah dari singkong segar dan langsung dijadikan Soami.
Menurut Hugua, kasoami adalah makanan pokok pengganti nasi. Namun, kini kasoami bisa dijadikan cemilan menikmati indahnya matahari terbenam bersama teh atau kopi, menambah daya tarik visualnya.
Selain rasanya yang khas, Kasaomi juga dikenal sebagai makanan yang tahan lama dan cocok di jadikan bekal saat berpergian. Masyarakat Wakatobi menyakini bahwa mengonsmsi Kasaomi adalah bentuk pelestarian terhadap warisan leluhur yang harus terus di jaga. Kasoami diperkirakan menjadi konsumsi sehari-hari oleh warga nelayan dan petani sebab desanya tidak bisa ditumbuhi tanaman padi. Di dua wilayah tersebut, tanaman singkong yang menjadi bahan dasar kasuami, tumbuh subur dan menjadi makanan pokok sehari-hari. Menurut orang Buton, untuk memasak kasoami, diperlukan tungku kayu bakar karena cara ini memberikan cita rasa unik pada hidangan legendaris ini, menjadikannya lebih nikmat dan teksturnya lebih lembut.
Karena kasoami tidak mudah basi, para pelaut menjadikannya bekal dan makanan khas mereka. Kasoami dapat dikonsumsi hingga 14 sampai 20 hari, tapi jika singkong parut yang digunakan belum dikukus, kasuami bisa bertahan sampai 30 hari. Karena ketahanannya, pelaut-pelaut Wakatobi dapat membawa makanan ini sampai ke Singapura, pesisir Malaysia hingga Filipina.
Di Wakatobi, salah satu varian Kasoami yang paling terkenal adalah soami pepe, yang biasanya banyak dijual di pasar tradisional. Bentuknya menyerupai bolu gulung dan proses pembuatannya berbeda dari jenis Kasoami lainnya. Perbedaannya terletak pada tahap awal, di mana tepung dari parutan singkong dicampur dengan minyak kelapa dan sedikit garam sebelum dikukus, kemudian dipipihkan melalui cara dipukul-pukul, yang dalam istilah Wakatobi disebut pepe. Soami pepe ini sering disajikan dengan taburan bawang goreng sebagai penambah rasa atau dimakan dengan abon ampas kelapa kering.
Kasoami bukan sekedar makanan, tetapi lambang identitas dan kebanggaan masyarakat Sulawesi Tenggara. Keunikan rasa serta proses pembuatannya yang masih tradisional menjadi daya tarik tersendiri bagi para pecinta kuliner Nusantara. Melestarikan makanan seperti Kasaomi berarti turut menjaga kekayaan budaya Indonesia yang sangat beragam. Sudah saatnya kita mengenal dan mencintai makanan lokal sebagai bentuk penghargaan terhadap warisan kuliner bangsa. Jika kamu berkunjung ke Sulawesi Tenggara, rasanya kurang lengkap jika tidak mencicipi makanan tradisional yang satu ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI