Minggu pag kemarin, 3 Agustus 2025 udara segar Kota Batu bercampur dengan dentuman gamelan, sorak penonton dan wangi dupa yang menyelimuti jalanan. Ribuan orang tumplek blek di pusat kota, menanti kemunculan parade Bantengan Nuswantara Ke-17 sebagai ajang budaya yang memadukan seni, ritual, dan atraksi trance dalam satu perhelatan besar. Saya dulu sempat melihat acara yang mirip, saat melihat beragam UMKM di Bumiaji bareng Bolanger dan kompasianer lainnya.
Titik awal parade dimulai dari Stadion Brantas. Dari sana, barisan peserta bergerak melalui Jalan Sultan Agung, melewati Jalan Agus Salim, berputar di sekitar Alun-Alun Kota Batu, lalu menyusuri Jalan Gajahmada dan Jalan Panglima Sudirman sebelum berakhir di depan rumah dinas wali kota. Jalur ini praktis mengubah sebagian ruas utama Kota Batu menjadi panggung raksasa yang terbuka untuk siapa saja.
Di sepanjang jalan, suasananya seperti pesta rakyat. Ada keluarga yang membawa bekal, anak-anak yang duduk di bahu ayahnya, hingga wisatawan asing yang sibuk mengabadikan momen. Gerakan lincah para pemain bantengan, sesekali disertai adegan 'ndadi' atau trance, membuat suasana semakin memikat dan sedikit misterius.
Ratusan Grup Kesenian Turut Meramaikan
Tahun ini, tercatat 135 kelompok bantengan dari Malang Raya ikut memeriahkan parade. Masing-masing membawa ciri khasnya sendiri dari kostum yang penuh warna, alunan musik pengiring, hingga koreografi yang unik. Perbedaan gaya itu membuat penonton tak pernah bosan, meski atraksi yang ditampilkan punya inti yang sama.
Yang membuat perhelatan ini semakin meriah adalah kehadiran peserta dari luar negeri. Seniman dari Jepang, Australia, Chile, Meksiko, Hongkong, dan Malaysia turut berjalan bersama, membawa semangat kolaborasi budaya. Bagi mereka, Bantengan Nuswantara bukan sekadar tontonan, melainkan ruang untuk ikut merasakan denyut tradisi secara langsung.
Menurut Anjani Sekar Arum dari komunitas Pemuda Bantengan Nuswantara, partisipasi internasional ini bukan hal baru. Sejak 2016, sejumlah negara rutin mengirimkan delegasi untuk tampil, sebagai wujud apresiasi terhadap seni dan kearifan lokal.
Bantengan Nuswantara adalah pertemuan budaya yang menyatukan berbagai generasi, membuka peluang bertukar pengalaman, dan menjadi sarana promosi pariwisata. Selain menjaga warisan leluhur tetap hidup, festival ini juga memberi manfaat ekonomi bagi warga. Pedagang kaki lima, penginapan, hingga penjual cendera mata ikut merasakan berkah dari tingginya kunjungan wisatawan.
Perayaan Bantengan Nuswantara Ke-17 dengan nama branding "Bantengan Nuswantara Ke-17 Trance Festival", menjadi bukti bahwa tradisi bisa terus berkembang jika dijaga dan dibuka untuk kolaborasi. Saat musik, gerak, dan energi peserta berpadu di jalanan, Kota Batu seakan berubah menjadi sebuah panggung raksasa yang memanggil semua orang untuk ikut larut. Seperti yang biasa diucapkan warga, matur nuwun, karena suara banteng ini akan terus menggema dari Batu untuk dunia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI