Mohon tunggu...
Sehat Damanik
Sehat Damanik Mohon Tunggu... Dosen - Pendidikan terakhir magister hukum dari Universitas indonesia dan berprofesi sebagai dosen di Universitas Tarumanegara, STIH Gunung Jati Tangerang dan praktisi hukum.

Beralamat di Jl Madrid UTARA 1 Nomor 1 Perumahan Palem Semi Tangerang.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Moratorium Kepailitan/PKPU?

26 Agustus 2021   16:18 Diperbarui: 26 Agustus 2021   16:23 794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh Sehat Damanik, S.H., M.H.*

Pemerintah berencana mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) terkait Moratorium PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) dan Kepailitan. Rencana ini muncul sebagai respon terhadap usulan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) yang menghendaki agar dilakukan Moratorium PKPU dan Kepailitan sampai dengan tahun 2025. 

APINDO mengusulkan moratorium ini dengan alasan guna menyelamatkan dunia usaha dari resesi akibat pandemic Covid 19, serta adanya dugaan moral hazard dalam permohonan PKPU dan Kepalitan.

Harus kita akui, memang ada kelemahan dalam UU Kepailitan dan PKPU sebagaimana diatur dalam UU No. 37 tahun 2004, khususnya terkait dengan mudahnya syarat pengajuan kepailitan. Jika kita membaca pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (4), maka ada tiga syarat pengajuan Kepailitan, yaitu  pertama,  adanya dua atau lebih kreditor; dua, adanya hutang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih dan  ketiga, dua kreditur dan tagihan yang sudah jatuh tempo tersebut harus bisa dibuktikan secara sederhana. 

Syarat-syarat tersebut sama sekali tidak mempersoalkan apakah debitur masih sehat atau tidak. Sepanjang ketiga syarat terpenuhi, maka debitur sudah bisa di putus Pailit/PKPU. Kelemahan UU inilah yang mengakibatkan beberapa perusahaan besar dan tergolong masih sehat/punya prospek baik bisa dinyatakan pailit, sebagaimana kasus kepailitan PT. Telkom, PT. Dirgantara Indonesia dll.

Buah Simalakama Moratorium

Kepailitan/PKPU itu adalah dua sisi mata uang yang memberikan perlindungan kepada Kreditur dan Debitur. Jadi adalah kurang tepat apabila ada pihak yang meminta Pemerintah melakukan moratorium, hanya untuk melindungi pihak Debitur saja, karena tujuan dibuatnya UU Kepailitan dan PKPU bukan hanya untuk Debitur. 

Merujuk pada pendapat Louis E. Leventhal dalam bukunya The Early History of Bankcruptcy Law ada tiga tujuan hukum kepailitan (bankcruptcy Law), yakni : memberikan jaminan pembagian yang sama kepada semua kreditur; mencegah agar Debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang merugian kepentingan kreditor; dan memberikan perlindungan kepada Debitor yang beritikad baik dari pada kreditornya, dengan cara memperoleh pembebasan utang.

Ketiga tujuan di atas juga terlihat dengan jelas dalam UU 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Dalam pasal 24 ayat (1) diatur bahwa Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal Putusan Pailit diucapkan. Tujuan pasal ini adalah melindungi kepentingan Kreditor dari Debitor yang nakal. 

Selanjutnya dalam pasal 166, 202 dan 207 diatur tentang perlindungan terhadap kepentingan Debitor melalui rehabilitasi (pemulihan nama baik) setelah kepailitan berakhir dengan baik dan memuaskan. Dengan rehabilitasi maka diharapkan Debitur akan bisa berusaha dan bangkit lagi membangun usahanya.

Pemerintah tentu harus bertindak bijaksana dengan memberikan perlindungan kepada semua warganya (baik Debitur dan Kreditur). Tentu tidak adil bagi Kreditur apabila moratorium disetujui pemerintah sampai dengan 2025, karena dalam kurun waktu tersebut bisa saja Debitur yang beritikad buruk menghabiskan asetnya, sehingga pada saat moratorium selesai maka Kreditur tidak lagi mendapat apapun dari Debitor karena asetnya sudah nol. Kepailitan/PKPU itu justru sebagai kontrol kepada kedua belah pihak agar melakukan upaya terbaik dalam menjalankan hak dan kewajibannya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun