Belum lama ini, warganet dikejutkan oleh foto kuda laut yang membawa sampah berupa cotton bud di ekornya. setelah ditelusur, foto yang mendadak viral ini diambil di perairan Sumbawa, Indonesia.
Adanya foto yang menyesakkan itu bukan tanpa sebab. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Jambeck (2015), Indonesia menjadi salah satu negara penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia, dibawah Tiongkok.Â
Berdasarkan riset tersebut, total sampah plastik yang disumbang Indonesia mencapai 3,22 Juta metrik ton atau 10% dari total timbulan sampah. Fakta ini setidaknya membuka mata terkait dengan persoalan sampah, khususnya sampah plastik di Indonesia telah memasuki fase yang mengkhawatirkan.
Di hampir segala aktivitas ekonomi, dan sosial kemasyarakatan, kita begitu akrab dengan plastik. tidak hanya digunakan sebagai kemasan (packaging) makanan dan minuman, kemasan consumer goods, media ini begitu mudah ditemui baik di toko, supermarket atau toko modern dan di pasar tradisional. Bahkan, untuk pembungkus lontong, sering para penjaja kuliner tidak lagi menggunakan daun pisang, tapi plastik. Aspek kepraktisan menjadi salah satu alasan, disamping tentunya harga kantong plastik sangat terjangkau.
Namun di sisi lain, plastik menyimpan persoalan yang tak kalah pelik. Mengingat rantai karbonnya yang panjang, plastik tidak mudah terurai oleh mikroorganisme. Dibutuhkan waktu ratusan hingga ribuan tahun sampai akhirnya plastik dapat terurai. Padahal dari segi penggunaan, banyak kantong plastik yang hanya dipakai tidak lebih dari 25 menit, seperti untuk membawa makanan dari warung hingga kerumah, setelah itu lantas dibuang. Â Â
Peran regulasi
Dalam upaya untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan beberapa upaya, salah satunya dengan penerapan kantong plastik berbayar (tidak gratis). Â
Pada tahun 2016, melalui Surat Edaran tentang Pengurangan Sampah Plastik melalui Penerapan Kantong Belanja Plastik Sekali Pakai Tidak gratis. Kebijakan ini diujicobakan kepada ritel/toko modern untuk mengurangi dengan tidak menggratiskan kantong plastik sekali pakai.
Namun, kebijakan ini bukan tanpa hambatan, Perhimpunan yang menaungi pengusaha ritel merasa keberatan untuk melaporkan berkala terkait dengan hasil dana penjualan plastik, disamping itu, karena kebijakan ini masih berupa surat edaran, dianggap bukan payung hukum yang kuat. Â Â
Belakangan muncul Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga. Dengan lahirnya Perpres ini, arah kebijakan pengurangan dan penanganan sampah ditargetkan dengan target pengurangan 30% dan penanganan 70% hingga tahun 2025. Â
Target pengurangan dan penanganan sampah diatas tentu bukan hal yang mudah untuk diwujudkan. Ini amat sangat berkaitan erat dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang meningkat setiap tahunnya dan tentu saja sejalan dengan peningkatan konsumsi dan timbulan sampah.