Mohon tunggu...
Muhammad Wahdini
Muhammad Wahdini Mohon Tunggu... Buruh - pembelajar

.....

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Mengurai Peliknya Sampah Plastik

5 Juni 2018   07:31 Diperbarui: 6 Juni 2018   01:31 3689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi limbah plastik (Pixabay/Kalhh)

Belum lama ini, warganet dikejutkan oleh foto kuda laut yang membawa sampah berupa cotton bud di ekornya. setelah ditelusur, foto yang mendadak viral ini diambil di perairan Sumbawa, Indonesia.

Adanya foto yang menyesakkan itu bukan tanpa sebab. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Jambeck (2015), Indonesia menjadi salah satu negara penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia, dibawah Tiongkok. 

Berdasarkan riset tersebut, total sampah plastik yang disumbang Indonesia mencapai 3,22 Juta metrik ton atau 10% dari total timbulan sampah. Fakta ini setidaknya membuka mata terkait dengan persoalan sampah, khususnya sampah plastik di Indonesia telah memasuki fase yang mengkhawatirkan.

Di hampir segala aktivitas ekonomi, dan sosial kemasyarakatan, kita begitu akrab dengan plastik. tidak hanya digunakan sebagai kemasan (packaging) makanan dan minuman, kemasan consumer goods, media ini begitu mudah ditemui baik di toko, supermarket atau toko modern dan di pasar tradisional. Bahkan, untuk pembungkus lontong, sering para penjaja kuliner tidak lagi menggunakan daun pisang, tapi plastik. Aspek kepraktisan menjadi salah satu alasan, disamping tentunya harga kantong plastik sangat terjangkau.

Namun di sisi lain, plastik menyimpan persoalan yang tak kalah pelik. Mengingat rantai karbonnya yang panjang, plastik tidak mudah terurai oleh mikroorganisme. Dibutuhkan waktu ratusan hingga ribuan tahun sampai akhirnya plastik dapat terurai. Padahal dari segi penggunaan, banyak kantong plastik yang hanya dipakai tidak lebih dari 25 menit, seperti untuk membawa makanan dari warung hingga kerumah, setelah itu lantas dibuang.   

Peran regulasi

Dalam upaya untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan beberapa upaya, salah satunya dengan penerapan kantong plastik berbayar (tidak gratis).  

Pada tahun 2016, melalui Surat Edaran tentang Pengurangan Sampah Plastik melalui Penerapan Kantong Belanja Plastik Sekali Pakai Tidak gratis. Kebijakan ini diujicobakan kepada ritel/toko modern untuk mengurangi dengan tidak menggratiskan kantong plastik sekali pakai.

Namun, kebijakan ini bukan tanpa hambatan, Perhimpunan yang menaungi pengusaha ritel merasa keberatan untuk melaporkan berkala terkait dengan hasil dana penjualan plastik, disamping itu, karena kebijakan ini masih berupa surat edaran, dianggap bukan payung hukum yang kuat.   

Belakangan muncul Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga. Dengan lahirnya Perpres ini, arah kebijakan pengurangan dan penanganan sampah ditargetkan dengan target pengurangan 30% dan penanganan 70% hingga tahun 2025.  

Target pengurangan dan penanganan sampah diatas tentu bukan hal yang mudah untuk diwujudkan. Ini amat sangat berkaitan erat dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang meningkat setiap tahunnya dan tentu saja sejalan dengan peningkatan konsumsi dan timbulan sampah.

nationalgeographic
nationalgeographic
Karena itu, strategi  pengurangan sampah juga baiknya diimplementasikan pada hulu, atau dalam hal ini produsen. Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 pada pasal 15 menyebutkan bahwa Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam. 

Merujuk pada penjelasan pasal tersebut, produsen wajib mengelola kemasan berupa penarikan kembali kemasan untuk didaur ulang dan/atau diguna ulang. Artinya, atas setiap produk yang dikeluarkan atau dihasilkan, semisal botol plastik, produsen wajib untuk menarik kembali botol tersebut untuk dapat di daur ulang.

Kesadaran Zero Waste

Berbagai peraturan dan regulasi yang dibuat tidak akan efektif jika tidak dibarengi oleh kesadaran warga untuk mengurangi sampah. Di era yang makin maju dan praktis, gaya hidup mengurangi timbulan sampah mendapat tantangan yang tidak ringan.

Adalah Lauren Singer, wanita asal Amerika Serikat ini bisa menjadi pengecualian. Melalui kanal video "Trash is For Tossers", Lauren berbagi inspirasi penerapan gaya hidup Zero Waste atau Bebas Sampah di kehidupan sehari-hari. 

Merujuk pada Wikipedia, filsafat yang mendorong perancangan ulang daur sumberdaya, dari sistem linier menuju siklus tertutup, sehingga semua produk digunakan kembali. Tidak ada sampah yang dikirim ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan insinerator atau teknologi termal lainnya (gasifikasi, pirolisis). Sederhananya, gaya hidup ini berusaha untuk menghasilkan sampah seminimalisir mungkin.

Jamak diketahui, saat ini banyak kota-kota mengalami persoalan, khususnya dalam pengelolaan sampah di Tempat Pengelolaan Akhir Sampah (TPAS). Dengan luasan yang terbatas, namun di sisi lain jumlah sampah yang dibuang TPAS bertambah tiap tahunnya, dan bila tidak disikapi serius, akan menyebabkan permasalahan yang berat. Untuk itu, pendekatan Zero Waste perlu didhadirkan untuk mengurai permasalahan sampah.

Setidaknya ada beberapa langkah yang dilakukan untuk memulai gaya hidup zero waste antara lain: Pertama, Menggunakan peralatan yang ramah lingkungan. Langkah ini dimulai dengan sebisa mungkin membawa peralatan makan seperti: sendok, garpu, gelas (tumbler) dan juga sedotan sendiri untuk meminimalisir adanya timbulan sampah plastik. Kedua, membawa tas kain untuk mengganti penggunaan kantong plastik. Penggunaan tas kain/daur ulang akan secara signifikan mengurangi konsumsi kantong plastik sekali pakai, karena itu langkah ini penting untuk dibiasakan.

Ketiga, Melakukan Pemilahan sampah. Sampah akan bernilai bila dipilah. Bilapun masih ada sampah anorganik dirumah, baiknya sampah dipilah sesuai jenisnya. Sampah tersebut dapat dijual ke bank sampah terdekat atau ke pengepul atau didaur  ulang untuk menjadi produk lain yang tentunya menghasilkan uang, bandingkan jika masih tercampur dengan sampah organik.  Keempat, olah sampah organik menjadi kompos. Sampah organik dari sisa makanan akan lebih baik jika tidak berakhir di TPS. Dalam skala rumah tangga, ada teknologi sederhana yang dilakukan untuk mengolah sampah organik menjadi kompos.

Pada akhirnya, pendekatan gaya hidup Zero Waste penting digaungkan dan  sosialisasikan secara berkesinambungan di tengah masyarakat untuk mengurai pelik persoalan sampah plastik secara sistemik. Upaya untuk  menjadikan Bebas Sampah sebagai bagian dari perilaku keseharian tentu tidaklah mudah, tapi tidak berat jika dimulai dari sekarang.

Selamat Hari Lingkungan Hidup Sedunia!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun