Mohon tunggu...
Sebastianus KiaSuban
Sebastianus KiaSuban Mohon Tunggu... Penulis - ASN

ASN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dua Kisah Inspiratif dari Perjalanan Dinasku di Flores Timur

9 Mei 2019   21:08 Diperbarui: 10 Mei 2019   14:03 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolam milik Rusman di samping pekarangan rumahnya (Dokumentasi pribadi)

Ada dua kisah yang akan saya bagikan dalam tulisanku kali ini. Kisah ini layaknya oleh-oleh dalam perjalanan dinasku selaku seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, teruntuk pembaca setia Kompasiana ataupun siapa saja yang sempat membaca tulisan ini.

Kisah ini diwakili dua sosok yang barangkali belum saling kenal satu sama lain, namun bagiku sudah cukup mengenal keduanya, baik sebagai teman, mitra kerja dan sekarang beralih status selaku narasumber untuk topik ceriteraku kali ini. Kisah ini ialah kisah yang berbeda, karena berbeda maka di sinilah letak menariknya.

Foto pribadi berlatar belakang Pulau Konga (Dokumentasi pribadi)
Foto pribadi berlatar belakang Pulau Konga (Dokumentasi pribadi)
Semua itu boleh terjadi di Desa Kobasoma di Kabupaten Flores Timur yang sedari dulu lebih terkenal dengan kampung atau desa Kanada. Desanya berlimpah air, punya irigasi yang mengairi persawahan petaninya, serentak menjadikan kampung ini sebagai penghasil beras untuk "menafkahi" masyarakat Kabupaten Flores Timur, di mana mayoritas petaninya cuman petani ladang yang begitu mengandalkan sumber air, semata-mata dari berkah air hujan yang turun dari langit membasahi bumi ini.

 

Foto pribadi berlatar belakang Pulau Konga (Dokumentasi pribadi)
Foto pribadi berlatar belakang Pulau Konga (Dokumentasi pribadi)

Persawahan Kobasoma dan pemandangan laut menuju ke desa (Dokumentasi pribadi)
Persawahan Kobasoma dan pemandangan laut menuju ke desa (Dokumentasi pribadi)
Kedua sosok ini, berhasil memikat hati dan memantik pena kesadaranku untuk segera menulis sekembalinya dari desa.

Sosok pertama adalah seorang pengusaha lokal sukses yang namanya sudah begitu terkenal di kota Larantuka dan juga kabupaten Flores Timur. Datang dari ranah Padang untuk merantau di kota kecil Larantuka, namun tak suka dicap sebagai pendatang, karena sudah merasa menjadi orang Flores ketimbang sebagai orang Padang. 

Siapa yang tak tahu rumah makan Padang, RM Sang Surya di Larantuka dan beberapa tempat lainnya di kota kecamatan terdekat, seperti Boru yang menjadi ibu kota kecamatan Wulanggitang? 

Nama rumah makan itu sudah sangat akrab di telinga orang di kota ini, bahkan saya sendiri menjadi tahu seperti apa cita rasa masakan Padang dari warung ini, ketika masih menjadi pelajar salah satu SMP di Hokeng, yang kebetulan berdekatan dengan Boru. 

Dialah yang merintisnya dan dialah yang kini punya usaha beragam macam jenis usaha, mulai dari warung makan, pabrik es, pengolohan dan pengawetan ikan, toko jualan ikan segar dan beku serta aneka olahan hasil laut, peternakan ayam petelur, budi daya ikan air tawar, nila, lele dan bandeng. 

Haji Abdulah, atau lebih tenar dengan sapaan Pak Aji, merupakan sosok yang menjadi narasumber pertamaku. Pemilik UD Sang Surya ini, sudah terkenal di Kota Larantuka, dan memiliki karyawan lebih dari seratus orang, termasuk banyak untuk ukuran kota kecil seperti Larantuka. 

Di tepian kolam ikan miliknya yang begitu asri, ia berkisah tentang lika-liku perjalanan usahanya dari awal, titik nol hingga pecah telur menjadi sesuatu saat ini. Berawal dari warung makan Padang, ia melihat peluang itu terbuka baginya untuk memulai usahanya. 

Sebagai orang Padang, ia beruntung karena masakan Padang sudah mendapat merk dagang di lidah orang Indonesia dengan aneka khas masakannya, di antaranya nasi rendang yang sangat populer itu. 

Berkat keuletannya, tak butuh waktu lama, ia pun berhasil membuka cabang di jalur lintasan bis Maumere-Larantuka, yakni di Boru, kota kecamatan Wulanggitang, perbatasan Kabupaten Sikka dan Flores Timur.

Nogbrol santai bersama Pak Aji, Pemilik UD Sang Surya Flores Timur (Dokumentasi pribadi)
Nogbrol santai bersama Pak Aji, Pemilik UD Sang Surya Flores Timur (Dokumentasi pribadi)
Berhasil berkiprah sebagai pengusaha rumah makan, ia mulai merambah sektor Perikanan. Bersama seorang kenalan dari Makasar, mereka bekerja sama membuka pabrik ikan tongkol asap atau lebih terkenal dengan nama ikan kayu karena saking keras daging tongkol kalau diasap layaknya sebatang kayu untuk diekspor ke Jepang sebagai bahan baku pembuatan bumbu penyedap rasa dengan merk Zasa. 

Di masanya, Zaza adalah kompetitor utama dari Ajinomoto. Namun karena beda konsep dan prinsip, pak Aji memutuskan mengakhiri kerja sama dengan temannya dan tak lama berselang usaha yang dijalankan sendiri oleh kawannya itupun tiarap alias gulung tikar pulang kampung. 

Tawanyapun lepas dari wajah yang begitu rileks, seolah mengatakan kalau dia memang lebih pantas dan cakap menjalankan usaha itu ketimbang orang lain. Sebuah optimisme yang layak di contoh bagi jiwa enterpreneur muda zaman now, asal jangan bablas aja.

Kegagalannya tak membuat beliau patah arang. Sebaliknya, hal ini justru melecut semangatnya untuk mencoba peruntungan lain di sektor perikanan. Ia melihat Flores Timur di era 90-an telah bermetamorfosis menjadi salah satu daerah penangkapan favorit bagi species ikan Tuna dan Cakalang dalam mendukung kegiatan eksport kelautan indonesia. 

Peta potensi tuna cakalang yang sebelumnya tersembunyi dari amatan pengusaha perikanan tersibak dan munculah beberapa perusahaan eksportir tuna cakalang di Flores Timur. Seiring dengan itu, perkembangan jumlah armada Pole And Line penangkap tuna cakalang pun meningkat di Flores Timur. 

Mereka membutukkan balok-balok es untuk mengawetkan ikan untuk menjaga mutu, menaikan harga jual hasil tagkapan di atas timbangan dan putusan para checker perusahaan yang bertugas memberi poin terhadap mutu ikan yang mereka bawa. 

Es menjadi faktor utama sebagai pencegah dan memperlambat pembusukan ikan. Inilah ide berliannya pak Aji dan lahirlah pabrik es Sang Surya, sesuai nama warung makan milikinya.

Seiring perjalanan waktu, usahanyapun makin berkembang. Namun demikian munculnya para kompetitor sejenis membuat persaingan kian semakin kompetitif. Pak Aji pun mulai melihat peluang baru, di antaranya membuka toko ikan dan membuat aneka olahan ikan, seperti bakso, nugget, abon, dan keripik untuk dijual di toko ikan Sang Surya.

Masih belum puas dengan usahanya dan ia segera melihat peluang pasar yang sangat terbuka, kini ia sedang mengembangkan budi daya ikan air tawar (nila, lele, bandeng) di desa Kobasoma Kecamatan Titehena. 

Dengan luas lahan sekitar 10 hektar dan daerah yang memilki air yang melimpah, ia pun mendirikan peternakan ayam petelur, ratusan ribu ekor yang akan  menghasilkan berpapan-papan telur yang akan merajai pasar di kota Larantuka dan sekitar, juga sejumlah petak tambak ikan dari pemijahan hingga pembesaran ikan air tawar yang nanti akan  masuk ke toko ikan segar dan beku miliknya.

Mengkahiri diskusi yang sudah terlalu panjang itu, beliau mengatakan tak ada yang mustahil, hanya orang yang berani dan mau bekerja keras, kerja cerdas, pantang menyerah sebelum berhasil akan mampu menjadi seorang sukses dalam bidang apapun. Tidak penting siapa Anda semuanya sama, namun yang membedakan kita hanyalah keberanian dan kerja kerasnya. Ia menunjuk lemon China yang mulai berbuah rindang di pematang tambak miliknya, itulah buktinya. 

Awalnya, petani dan juga petugas lapangan meragukan jeruk ini bisa timbuh dan berbuah, namun sekarang saya membuktikannya berbeda. Itulah perumpamannya, sekali lagi jangan menyerah sebelum berhasil, buktikan dengan kerja keras untuk apa saja yang akan diraih.

Pohon pepaya (Dokumentasi pribadi)
Pohon pepaya (Dokumentasi pribadi)
Jeruk nipis (Dokumentasi pribadi)
Jeruk nipis (Dokumentasi pribadi)
Cerita pak Aji membuatku tercenung dan bertanya, bagaimana masyarakat di desa, kota, orang muda milenialnya, bagaimana pandangan mereka dan seperti apa kisah mereka?

Matahari mulai panas membakar kulit ketika saya beranjak pergi menuju ke pemukiman warga di Desa Kobasoma. Kepala desa menyambut dengan senyum khas orang desa yang ramah ketika sepeda motorku berhenti tepat di parkiran kantor desa. Kepala Desa juga perangkat desanya sudah tak asing dengan kedatanganku, maklum ini sekian kalinya saya bertugas di desa ini. 

Percakapan awal pun dimulai seputar urusan pemilu dan prosesi Semana Santa yang barusan usai. Percakapan tambahan itu kami akhiri sekitar lima menit dan berikutnya saya utarakan niat kedatangan saya terkait rencana pemberian bibit ikan unggul air tawar dari pemerintah yaitu, nila dan lele di tahun keduanya di desa Kobasoma. 

Sebelum memploting kolompok yang mendapat bantuan di 2019, bersama bapak kepala desa, kami mengevalusi penerima bantuan benih yang sama di tahun sebelumnya. Dari data yang kami temukan riil di lapangan hanya satu kelompok yang masih aktif membudidayakan  ikan nila dan lele hasil bantuan dari dinas tahun anggaran 2018 lalu. 

Kelompok itu bernama kelompok Wato Sesa. Harus diakui kelompok ini pun belum berjalan selayaknya sebuah organisasi kelompok petani handal sesuai harapan kami. Jamak dijumpai hampir mirip di semua titik, hanya satu atau dua orang saja yang aktif dalam kelompok, sedangkan yang lain hanya numpang nama saja sebagai pelengkap.

Di antara satu atau dua orang saja yang aktif untuk menghidupkan kelompok di desa atau kelurahan, seperti jamak yang saya jumpai di hampir semua titik, saya berjumpa dengan seorang pemuda, lajang, yatim (bapak sudah meninggal), pekerjaan sehari-hari adalah aparat desa Kobasoma saat ini. 

Setelah bersalaman, saya memperkenalkan nama dan ia membalas "saya Rusman!." Kami pun langsung akrab dengan obroalan dan langsung diajak ke lokasi kolam di areal tepi pekarangan rumahnya. Ia menunjuk pipa dan keran air yang menandakan air yang selalu mengalir di kampung ini. Luas kolamnya kecil, tak sebanding dengan miliknya pak Aji yang luas dan berpetak-petak. 

Di sini hanya ada dua kolam dengan ukuran sama, masing-masing 2 x 3 m persegi. Satunya untuk pemijahan dan satunya lagi untuk pembesaran. Dari semua benih yang sempat disalurkan ke desa Kobasoma, hanya milik Rusman lah yang masih bertahan hingga kini dan bahkan ada yang sudah beranak dan sekarang sudah generasi kedua dari induknya.

Kolam milik Rusman di samping pekarangan rumahnya (Dokumnetasi pribadi)
Kolam milik Rusman di samping pekarangan rumahnya (Dokumnetasi pribadi)
Kolam milik Rusman di samping pekarangan rumahnya (Dokumnetasi pribadi)
Kolam milik Rusman di samping pekarangan rumahnya (Dokumnetasi pribadi)
Inilah sosok kedua yang ingin saya ceritakan kali ini. Rusman mungkin sedikit dari pemuda yang memang terpanggil secara serius untuk memulai titik nol dari kisah sukses yang menanti di depan seperti apa yang mungkin sementara dirasakan oleh pak Aji sekarang. Litani kesulitan dan keterbatasan yang sempat terpapar di kepalanya, tak langsung membuatnya terkapar untuk menenun masa depan cerah yang menunggunya di ujung jalan. 

Walau belum menampakan hasil, saya yakin seperti ceritra sukses pak Aji, selama ia memilki harta karun keberanian dan kerja keras tak peduli hasil, karena percaya proses tak akan mengingkari hasil maka tiket untuk sukses hanya soal waktu. Saya mencoba meneguhkan dengan credo ini. Hari sudah muali sore.

Saya pamit setelah bersalaman sebelum pergi. Di atas sepeda motor yang melaju kembali dalam perjalanan pulang , kususuri jalan yang meliuk dan melekuk sebentar lurus sembari mendendangkan kompilasi lagu country Alan Jakson yang menentramkan hati melalui HP vivo dan head set dari balik saku depan tas ranselku.

Melewati jalanan dengan rumput dan pohon yang menghijau, laut beserta buih gelombang yang putih di kejauhan, seolah bersama turutb bergembira dalam balutan irama country. 

Kudaki Konga dan ke Lewolaga, menuju puncak Eputobi dengan backgorund pulau Konga yang indah kokoh berdiri di belakangnya, kulewati Bama terus menuju Mokantarak dengan pemandangan laut yang mempesona,dan tibalah di Oka dan kini kota Larantuka, lalu berbelok masuk ke jalan tiga dari atas bukit menuju istanaku, dalam hatiku bertanya, "Apa arti perjalanananku kali ini, bagi diriku, hidupku, masa depanku, kampungku, bangsaku?"

Penuh Syukur kuhaturkan pada-Mu ya Tuhan, raja semesta alam.....

Larantuka, 7 Mei 2019
Oleh, Sebatianus Kia Suban, S.Pi,
ASN Dinas Perikanan Kabupaten Flores Timur

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun