Mohon tunggu...
Wasilatur Rahmah Siftia Rusydi
Wasilatur Rahmah Siftia Rusydi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Bimbingan dan Konseling, Universitas Negeri Surabaya

Saya menyukai hal-hal yang berhubungan dengan manusia, proses berinteraksinya,dan hasil interaksinya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bimbingan dan Konseling, Apakah Perlu?

25 November 2022   12:53 Diperbarui: 25 November 2022   12:58 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Istilah ‘Bimbingan dan Konseling’ sepertinya cukup asing di telinga orang awam, karena pada kenyataannya, tidak sedikit orang yang belum tahu tentang bimbingan dan konseling. Itu berarti masih banyak pula yang tidak tahu apa tujuan serta manfaatnya. Mungkin jika kita mengganti judul dengan kalimat "Bimbingan dan Penyuluhan atau BP" akan ada banyak orang yang ber-oh ria, karena memang dalam sejarahnya, BK (Bimbingan dan Konseling) dulunya bernama BP (Bimbingan dan Penyuluhan).

BP yang kini sudah berubah nama dan dikenal dengan sebutan BK, berasal dari Amerika.  Awalnya berdiri karena adanya konseling pendidikan dan karier peserta didik di Sekolah Menengah Atas (SMA) sebagai dampak dari evolusi industri, dipelopori oleh Jesse B. Davis. Dalam dekade yang sama, Frank Parsons mendirikan sebuah klinik di Boston dengan tujuan membantu para pemuda memilih karier yang sesuai. Selain itu, pada saat perang dunia pertama, yang melibatkan blok sekutu dan blok central, diadakannya sebuah program bimbingan dan konseling the National Vocational Guidance Association (NVGA) yang didirikan oleh pemerintah Amerika, dengan harapan bisa membantu prajurit perang mengatasi traumanya. Dari berbagai permasalahan inilah program bimbingan dan konseling mulai dikembangkan, serta mulailah bermunculan teori-teori dari para ahli, salah satunya teori konseling non-Directive oleh seorang psikolog bernama Carl Rogers.

Karena perkembangannya yang begitu pesat, program bimbingan dan konseling sampai ke negara kita. Berbanding terbalik dengan perkembangan di negara asalnya, BK baru resmi lahir di Indonesia pada 17 Desember 1975 melalui adanya kurikulum 1975. Setelah resmi dinyatakan berdiri, lalu berjalanlah program ini di setiap sekolah, namun dalam pelaksanaannya masih terdapat banyak kendala, karena pedoman pengaplikasiannya belum terarah secara penuh. Kemudian di tahun 1990-an, dikeluarkannya SK Menpan No.83/1993 dan SK Mendikbud No.025/1995 yang memperjelas serta memperkuat eksistensi bimbingan dan konseling di Indonesia. Lantas, timbullah pertanyaann mengapa kata Bimbingan dan Penyuluhan diganti dengan Bimbingan dan Konseling? Perubahan nama ini terdapat dalam SK Mendikbud yang telah dipaparkan sebelumnya. Alasannya adalah karena kata "Penyuluhan" maknanya terlalu luas, dalam artian tidak spesifik pada pemberian bantuan secara psikis; dan setiap orang baik dalam bidang pertanian, pemerintah, maupun pihak swasta dapat melakukan penyuluhan.

Dilihat dari sejarahnya yang panjang dan eksistensinya saat ini, sudah cukup membuktikan bahwa BK (Bimbingan dan Konseling) dibutuhkan selagi masih ada masalah serta potensi yang harus digali, dan kedua hal itu akan tetap ada selagi manusia masih hidup. Berbicara tentang masalah, sebenarnya terdapat persamaan antara BK dan psikologi, yaitu sama-sama membantu individu maupun kelompok secara psikis. Perbedaan utamanya terletak pada:

1. Ranah permasalahannya. BK menangani kasus yang lebih ringan daripada psikologi. Seperti: permasalahan rumah tangga, kebingungan dalam memilih karier lanjutan, serta permasalahan lain yang konselinya masih bisa untuk diajak berbicara dan tidak mengarah pada adiksi. BK lebih berfokus pada pendidikan, sementara psikologi masalahnya lebih kompleks . Kata “Bimbingan” sendiri lebih mengarah ke fungsi preventif (pencegahan), yaitu untuk memberikan wawasan atau ilmu baru agar tidak timbul masalah di kemudian hari. Sedangkan kata “Konseling” bersifat kuratif (penyelesaian), berfungsi untuk mengatasi atau menyelesaikan permasalahan yang sudah terjadi

2. Gelar. Sarjana BK umumnya akan bergelar S.Pd, sedangkan lulusan psikologi bergelar S.Psi

Bimbingan dan konseling tidak semata-mata mendengarkan keluhan seseorang. Dalam pelaksanaannya terdapat teknik, strategi, dan pendekatan khusus yang berdasar pada teori para ahli dan juga pada landasan yuridis yang telah ditetapkan. Sebelum memberi penanganan, seorang konselor juga harus mengetahui permasalahan konseli (sebutan klien/pasien dalam BK) dengan baik, bisa dengan cara melihat riwayat konseling sebelumnya, maupun dengan membagikan instrumen yang dirasa cocok. Setelah itu konselor perlu mengolah data yang di dapat dari hasil pengisian instrumen agar bisa memberikan pelayanan yang tepat.  Manusia pasti memiliki keterbatasan, dan sebagian manusia tidak bisa menyelesaikan permasalahannya sendiri. Individu yang seperti itu, membutuhkan pertolongan orang profesional seperti konselor, untuk menuntunnya menemukan jalan keluar. Perlu ditekankan disini bahwa tugas konselor hanyalah membantu, bukan memutuskan mana yang baik dan mana yang benar. Konselor hanya akan memberikan arahan berdasarkan apa yang didengar, dilihat, dan dirasakan, karena sebenarnya tujuan utama adanya bimbingan dan konseling adalah untuk membuat konseli menjadi pribadi yang mandiri. Tidak hanya merangkul individu yang bermasalah, konselor juga membantu konseli dalam merencanakan masa depannya. Membantu menemukan jati diri, menggali potensi, serta membantu memahami dan menyesuaikan diri.

Untuk menjadi seorang konselor juga tidak mudah, perlu menempuh pendidikan minimal Strata satu (S1) Bimbingan dan konseling. Dalam praktiknya, terdapat banyak peraturan dan asas yang harus benar-benar diimplementasikan. Asas yang paling penting adalah kerahasiaan, semua konselor harus bersumpah dan berkomitmen untuk menjaga rahasia konselinya. Tidak sembarangan memberikan nasehat, karena konselor  juga diajarkan teori-teori psikologis manusia; serta tidak hanya sekedar mendengar tanpa menyimak. Dalam buku The Lost Art of Listening, karya seorang psikolog Michael P. Nichols, mengungkapkan bahwa manusia butuh didengarkan, karena mendengar dengan seksama berarti telah memperhatikan manusia tersebut. Buku legendaris yang terbit di tahun 1997 itu, juga menyebutkan bahwa mendengar memang terlihat mudah, namun faktanya mendengarpun ada seninya. Nah, konselor diajarkan untuk mendengarkan secara aktif yaitu dengan sesekali memberi respon tanpa memotong cerita konselinya. Respon yang dimaksud yaitu bisa dengan merefleksi perasaan yang tidak bisa diungkapkan atau bahkan tersembunyi dalam diri konseli, bisa juga dengan menyamakan persepsi (mengklarifikasi), atau bahkan merangkum inti dari cerita yang telah disampaikan.

Bukan hanya perlu, tapi peran bimbingan dan konseling sudah sangat diperlukan. Di era revolusi industri saja sudah membutuhkan layanan BK, apalagi untuk menghadapi perubahan zaman yang semakin modern, yang mana masyarakat sudah mulai terbuka dan peduli tentang kesehatan mental. Alasan lainnya yaitu karena adanya keterbatasan manusia dalam menyelesaikan masalah, dibutuhkan konselor yang merupakan tenaga profesional dan tidak sembarangan dalam memberikan pelayanan, artinya setiap perkataan atau tindakan konselor adalah hasil pemikiran yang matang. Jadi, jangan ragu untuk meminta bantuan konselor!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun