Mohon tunggu...
Sayyid Yusuf Aidid
Sayyid Yusuf Aidid Mohon Tunggu... Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ

Saya adalah seorang dosen agama yang moderat yang suka membaca dan menulis. Genre bacaan saya yaitu religi dan tasawuf. Adapun saya mengajar Agama Islam di Universitas Indonesia dan Politeknik Negeri Jakarta. Link : www.yusufaidid.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membentuk Karakter Generasi Emas dengan Pendidikan Adab

1 Mei 2025   08:00 Diperbarui: 1 Mei 2025   09:27 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Miris hati saya ketika melihat seorang siswi membantah kebijakan Kang Dedi Mulyadi untuk menghapus wisuda dan study tour. Alasan siswi tersebut yaitu jika tidak ada wisuda dan study tour maka tidak ada kenangan. Posisi saya sebagai penulis disini bukan membela KDM secara komperhensif akan tetapi menyoroti akhlak dan etika Gen Z itu yang mulai kehilangan jati diri untuk menghormati orang yang lebih tua. Bicaranya yang seolah-olah dirinya paling benar serta tanpa disertai dengan data dan fakta. Sehingga timbul pertanyaan, akankah generasi emas 2045 akan terealisasi dengan kondisi yang seperti itu?

            Saya dan para pengajar di perguruan tinggi tempat saya mengajar juga merasakan hal yang sama. Betapa sebagian mahasiswa atau mahasiswi yang niradab sering memperihatkan tingkah dan prilaku mereka. Mulai dari kedisiplinan masuk kelas yang terlambat, baju yang tidak mencerminkan seorang yang terpelajar, dan gaya yang songong kerap diperlihatkan. Salah seorang dosen sepuh di lingkungan saya mengajar pernah mengeluh, “Ada aja ya mahasiswa atau mahasiswi yang ia merokok, menghisap vape atau pot ketika saya menegurnya tapi ia mengacuhkan. Padahal saya sudah bilang, nak jangan merokoknya sekitar kampus. Eh malah dia jalan tanpa berdosa.”

            Sikap dan sifat negatif yang ada pada diri Gen Z memang menjadi prihatin di Indonesia. Yang menjadi pertanyaan dengan situasi yang demikian, “Apakah generasi emas akan berubah menjadi generasi cemas di tahun 2045?” Padahal karakter warga negara Indonesia itu ramah, beretika, dan berakhlak. Karakter itu berubah dipengaruhi oleh media sosial yang kerap kali memperlihatkan westernisme. Budaya bebas tanpa batas yang semua atas nama humanisme.

            Justru budaya di Indonesia lebih beradab ketimbang budaya di luar sana. Sebab budaya di Indonesia diinternalisasi oleh nilai-nilai Pancasila. Pembudayaan religiusitas, pembudayaan menjujung tinggi HAM, pembudayaan toleransi, pembudayaan demokratis, pembudayaan berkeadilan, pembudayaan kemandirian, pembudayaan kesopanan-keramahan dan pembudayaan kedisiplinan. Namun pembudayaan-pembudayaan itu dinafikan oleh bangsa kita sendiri di era post truth ini.

            Imam Malik pernah berkata, “Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.” Pernah ada satu kisah yaitu Ibnu Qasim murid dari Imam Malik; ia belajar adab selama delapan belas  tahun dan mempelajari ilmu selama dua tahun. Kondisi itu sering kita temukan di pesantren-pesantren di Indonesia. Betapa para santri belajar kitab Ta’lim dan Muta’alim untuk menghasilkan santri yang beradab kepada guru, orang tua, dan lingkungan sosial.

            Namun tidak semua anak-anak di Indonesia yang mengenyam pendidikan pesantren. Karena sebagian besar anak-anak di Indonesia disekolahkan di sekolah umum. Setidaknya pemerintah melalui Kementrian Pendidikan lebih memperbanyak materi tentang pentingnya adab dan akhlak di era digital sekarang ini. Terutama materi itu disisipi pada pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

            Materi adab yang harus disisipkan yaitu tentang pentingnya menghormati orang yang lebih tua dan menghargai orang yang lebih muda. Tentu hal tersebut disertai dengan contoh-contoh konkret serta teladan dari pengajarnya. Sebab pengajar di sekolah merupakan orang tua para siswa dan siswi selama berada di lingkungan akademik. Selain itu materi adab bukan hanya sekedar teori-teori saja akan tetapi ada lembar tugas berupa praktek di sekolah, di lingkungan rumah, dan lingkungan sosial.

            Berbeda dengan halnya di tahun 1990-2000an, orang-orang tua dahulu selain memasukan anak-anak ke sekolah umum, mereka juga memasukan mereka ke Taman Pendidikan Al-Quran (TPA). Pada pagi hari, anak-anak mengenyam pendidikan formal dan pada siang hari mereka mendapatkan pendidikan agama. Melalui penyeimbangan pendidikan formal dan agama tersebut mereka bukan hanya memiliki kecerdasan intelektual saja akan tetapi mereka memiliki kecerdasan emosional dan spiritual.

           

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun