Mohon tunggu...
Savero Rhazes
Savero Rhazes Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Membaca/ENFJ/Sosial

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Masih Ada Diskriminasi dalam Beribadah di Indonesia

21 Desember 2022   16:28 Diperbarui: 21 Desember 2022   16:45 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Peristiwa petisi penolakan dan penghadangan pembangunan rumah ibadah kaum nasrani yang terjadi di Kota Cilegon pada bulan September ini tentu telah melukai umat nasrani. Padahal di dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia ini telah menjamin hak seluruh warga negaranya untuk beribadah dan beragama tanpa mengalami gangguan. Pemerintah Daerah Kota Cilegon dan warga Kota Cilegon yang tetap kukuh pada pendirian mereka dalam penolakan pendirian gereja ini memiliki alasan bahwa mereka memiliki landasan hukum atas perbuatan mereka tersebut. Landasan Hukum tersebut adalah Surat Keputusan Bupati Nomor 189/Huk/SK/1975 tanggal 28 Maret 1975.

Padahal Surat Keputusan Bupati Nomor 189/Huk/SK/1975 tanggal 28 Maret 1975 ini sudah tidak dapat lagi digunakan untuk menjadi sebuah landasan hukum untuk menolak apalagi merintangi pembangunan gereja di Kota Cilegon. Hal ini dikarenakan pertimbangan Surat Keputusan Bupati Nomor 189/Huk/SK/1975 tanggal 28 Maret 1975 ini juga berujukan kepada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Nomor 1/BER/mdn-mag/1969 yang eksistensinya sudah dihapuskan dan digantikan dengan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006.

Dalam hukum, ada asas lex posterior derogat legi priori, yakni hukum yang terbaru mengesampingkan hukum yang lama atau secara sederhana hukumonline menyatakan "Sederhananya, asas ini berarti peraturan yang baru mengesampingkan peraturan lama. Asas ini bertujuan untuk mencegah ketidakpastian hukum yang mungkin timbul manakala terdapat dua peraturan yang sederajat berdasarkan hierarki". Jadi yang berlaku dan seharusnya serta harus dijadikan sebagai landasan hukum saat ini adalah Peraturan Bersama Menteri Agadan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 tersebut.

Kementerian Agama telah memperingati Pemerintah Daerah Kota Cilegon untuk menjadikan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 sebagai pedoman. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) sebagai lembaga yang mengusahakan terwujudnya kerukunan antar umat beragama dan seluruh lapisan masyarakat kota Cilegon harus berpegang pada ketetapan peraturan hukum yang berlaku. Pemerintah Daerah Kota Cilegon terutama Wali Kota Cilegon harus berusaha seoptimal mungkin untuk menunaikan hak-hak asasi setiap individu warganya termasuk Hak kebebasan untuk Beragama dan Berkeyakinan. 

Tidak boleh lagi ada alasan bagi Pemerintah Daerah untuk tidak memenuhi dan tidak memberikan fasilitas ketersediaan rumah ibadah ketika calon pengguna rumah ibadah tersebut telah mencapai jumlah yang disyaratkan dalam undang undang.

 Pemerintah Daerah Kota Cilegon harus bisa berkontribusi dalam membantu pembangunan rumah ibadah seluruh umat beragama di kotanya, terlebih lagi apabila pemohon sudah dapat memenuhi berbagai persyaratan yang disyaratkan dalam peraturan perundang-undangan. Sampai saat ini rumah ibadah yang ada di Kota Cilegon hanya rumah ibadah bagi umat muslim.

Seharusnya sudah sepatutnya Pemerintah Daerah Kota Cilegon melaksanakan kewajiban dan fungsinya sebagaimana yang telah diatur serta diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Terutama Pasal 334 ayat (2) poin (g) mengenai asas penyelenggaraan pelayanan publik yakni persamaan perlakuan atau tidak diskriminatif.

Namun,Tindakan yang diambil oleh Wali Kota Cilegon malah justru turut berkontribusi atas pelanggaran yang terjadi di Kota Cilegon. Tindakan yang dilakukan oleh Walikota dan Wakil Walikota Cilegon yang setuju untuk menolak pendirian rumah ibadah di Kota Cilegon menunjukkan sikap diskriminatif dan tidak berani untuk mengambil keputusan yang benar. Pemerintah Daerah Kota Cilegon seharusnya mampu mengakomodasi semua kebutuhan seluruh golongan lapisan masyarakat di Kota Cilegon.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun