Mohon tunggu...
Savana Azzahra
Savana Azzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Saya suka membuat karya seni abstrak

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Retro Naik Daun: Barang Antik di Blok M Jadi Simbol Gaya Hidup Generasi Z

18 Juli 2025   01:08 Diperbarui: 21 Juli 2025   16:51 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toko musik “Katro Records” di Blok M jual rilisan fisik vintage seperti kaset & vinyl. [Foto: dokumentasi milik pribadi]

Kaset, vinyl, dan CD bukan lagi sekedar barang kenangan dari masa lalu. Di tangan anak muda, benda-benda lawas ini menjelma menjadi simbol baru dalam mengekspresikan  gaya dan indentitas diri. Keberadaannya memberi nuansa retro yang unik dan berbeda dari arus utama digital saat ini. Mereka tak hanya melihat nilai historis, tapi juga sisi estetik yang menonjol. Barang antik kini hadir sebagai bagian dari narasi personal dan ekspresi gaya hidup kontemporer.

Di era serba digital, saat musik bisa didengarkan hanya dengan satu klik, banyak yang mengira rilisan fisik akan punah. Namun justru sebaliknya, barang-barang seperti kaset, CD, dan vinyl kembali mendapat tempat khusus di hati generasi muda. Mereka merindukan sentuhan fisik yang memberikan pengalaman berbeda dari sekadar mendengar lewat speaker ponsel. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran selera terhadap hal-hal yang lebih otentik. Barang antik pun dianggap punya "jiwa" yang tidak dimiliki oleh file digital.

Varroy, seorang penjual barang antik, menyebut pelanggan datang dari berbagai latar usia. Namun menurutnya, anak muda tetap menjadi kelompok pembeli terbesar rilisan fisik saat ini. "Kalau kaset sama CD itu banyak dibeli anak SMP, SMA. Vinyl biasanya dari kuliah sampai orang tua," ujarnya menjelaskan saat ditemui pada Jum'at (11/07) lalu.

Hal ini menandakan bahwa minat terhadap media lama bukan sekadar tren sesaat. Ada minat tulus dari generasi muda yang ingin menyentuh sejarah musik secara langsung.

Menurut Varroy, pengalaman menggunakan rilisan fisik tak bisa digantikan oleh layanan streaming. Suara yang dihasilkan dari vinyl atau kaset memberi kesan hangat dan mendalam. "Sensasinya beda, suaranya lebih enak dikuping. Mereka pengen coba yang dulu pernah populer," katanya. Proses memutar kaset atau meletakkan jarum vinyl di piringan menjadi ritual yang punya nilai emosional tersendiri. Hal ini memberi pengalaman yang lebih personal dibanding sekadar mengetuk layar.

Toko “Bongkar Audio” jual rilisan fisik lawas di Blok M Square: kaset, CD, vinyl, hingga radio antik. [Foto: dokumentasi milik pribadi]
Toko “Bongkar Audio” jual rilisan fisik lawas di Blok M Square: kaset, CD, vinyl, hingga radio antik. [Foto: dokumentasi milik pribadi]

Selain dinikmati untuk didengarkan, banyak anak muda membeli rilisan fisik demi tujuan dekoratif. Kaset dan vinyl sering dijadikan hiasan ruangan agar memberi nuansa vintage yang menarik. Kesan estetik dari barang antik ini membuatnya populer di kalangan penggemar desain interior bergaya retro. Koleksi tersebut kerap dipajang dengan rapi di rak, dipadukan dengan lampu redup atau poster musisi lawas. Sentuhan visual ini dianggap mampu menciptakan suasana yang nyaman dan otentik di kamar pribadi.

Firdaus, salah satu pengunjung toko barang antik, mengaku datang karena pengaruh orang tuanya. Sejak kecil, ia sudah terbiasa mendengarkan lagu-lagu lama seperti ACDC, Guns N' Roses, dan John Lennon. "Saya suka lagu-lagu jadul, jadi penasaran pengen lihat barang aslinya," tuturnya. Ketertarikannya bukan sekadar ikut-ikutan tren, tapi berangkat dari rasa penasaran terhadap sejarah musik. Ia ingin merasakan langsung benda-benda yang pernah menemani generasi sebelumnya dalam menikmati musik.

Firdaus juga menyadari bahwa mengoleksi barang antik punya nilai ekonomi tersendiri. Banyak rilisan fisik yang harga jualnya meningkat seiring waktu, terutama vinyl edisi langka. "Vinyl itu kalau dijual lagi bisa mahal. Jadi bisa buat koleksi, bisa juga jadi investasi," katanya. Namun meski tahu potensi keuntungannya, ia mengaku membeli barang bukan semata-mata untuk cuan. Ia tetap memprioritaskan ketertarikan pribadi dan kenangan emosional dari setiap item yang dibeli.

Meski punya minat besar, Firdaus tidak menganggap dirinya sebagai kolektor sejati. "Saya jarang beli. Lebih sering lihat-lihat. Kalau kebetulan ada yang menarik baru saya beli," ujarnya. Baginya, melihat-lihat koleksi barang antik sudah memberi kepuasan tersendiri. Ia menikmati proses mengamati, mengobrol dengan penjual, dan membandingkan desain antik satu dengan yang lain. Semua itu menjadi bagian dari hobi kecil yang memberi hiburan ringan di sela kesibukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun