Mohon tunggu...
Saumiman Saud
Saumiman Saud Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

Coretan di kala senja di perantauan

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Merdeka, Bebas Lega

16 Agustus 2015   03:31 Diperbarui: 16 Agustus 2015   09:11 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perhatikan burung di sangkar, kelihatannya nyaman, makanan cukup bahkan berlebih, minumantersedia, saban pagi si pemilik memandikannya, bermain-main dengannya, ia disayangi, namun apabila sang pemilik khilaf sedikit, pintu sangkar terbuka, maka burung itu segera terbang dan ia tidak pulang lagi. Mengapa ia terbang dan menghilang? Karena ia ingin kebebasan? Karena ia ingin kemerdekaan. Kemerdekaan bukan slogan, artinya kemerdekaan itu bukan sekadar di koar-koarkan di mulut , namun lebih dari itu kemerdekaan itu harus dialami oleh orang tersebut. Nah, tatkala seseorang mengalami dan merasakan kemerdekaan tanpa batas, maka sangat berbahaya, ia akan hidup dengan seenaknya, namun orang yang sudah mengalami kemerdekaan semestinya tetap berada pada jalurnya, yakni kebenaran sebagai target. Ia boleh bebas merdeka dari dosa, tetapi perlu tetap menjadi hamba Kebenaran.

Permisi tanya, apa yang menjadi keterikatan dari diri anda? Mungkin anda katakan mau hidup bebas merdeka, sebenarnya bebas dari apa? Apakah kemerdekaan berarti kita sudah bebas dari segala-galanya? Oh tidak..bukan! Nanti kita akan melihatnya lebih jauh.

Saya coba mendesain sebuah akronim dari kata F . R . E . E, bebas…..bebas yang saya maksud bukan bebas lalu sembrono. Tetapi bebas yang memiliki keteraturan. Bagaimana itu dapat terjadi?

1. FILTER ,

2. RULE

3. ENGAGEMENT

4. EXPENSIVE

A. Mau Bebas, perlu FILTER

Kebebasan yang tanpa keterikatan akan menimbulkan kebuasan. Di hutan rimba yang bebas, tidak ada aturannya, siapa yang kuat dia yang menang. Kalau pun ada yang lemah itu menang itu hanya kebetulan saja, dan sifatnya sementara, sebab sebentar lagi dibabat habis. Paulus mengatakan dahulu kita sebagai “hamba dosa”, kita begitu terikat dengan dosa itu, kita begitu dipengaruhi; saat ini coba kita menyeleksi, melalui saringan atau filter firman Tuhan. Kehidupan manusia bertolak belakang, ada baik dan ada jahat, masalahnya menjadi agak rumit karena kita diberikan kebebasan untuk memilih. Allah tidak pernah mengekang kita, atau memaksa kehendakNya kepada kita. Memang tidak seorang pun yang ingin hidupnya terikat atau menjadi hamba, semua berusaha lepas dari perhambaan itu, tetapi permisi tanya, seberapa lihainya kita pun, tetap saja kita berada pada suatu keterikatan. Seorang pegawai yang tidak mau terikat pada bos, lalu ia berusaha kerja keras dan memeras tenaga, sampai pada suatu saat ia yang menjadi bos. Pada saat itu maka ia pun terikat lagi dengan pekerjaannya. Ia terikat pada perusahaannya.

B. Mau bebas, perlu RULE

Kebebasan yang tanpa aturan, akan menimbulkan ketidakberaturan atau kekacauan. Ketika lampu lalu lintas konslet, tiba-tiba semua lampunya berwarna hijau, bebas, siapa saja boleh melintasi jalan itu, apa yang terjadi? Yang terjadi adalah ketidakadanya keteraturan. Jadi sekali lagi, boleh bebas tetapi harus ada aturan mainnya. Saya masih ingat sekali, sewaktu di Indonesia di gembar-gemborkan tentang reformasi, sepertinya sejumlah masyarakat hendak bebas dari orde baru. Di sana-sini muncul unjuk rasa, semua orang pingin bebas, semua orang pingin bersuara, semua orang pingin merdeka. Lalu apa yang terjadi? Mulailah penjarahan? Pemerintah seakan–akan tidak ada. Sangat mengerikan sekali, apabila kebebasan tanpa aturan. Rasul Paulus mengetahui hal ini, sebab ia seorang ahli Taurat. Paulus mengerti banyak tentang masalah peraturan-peraturan ini. Itu sebabnya dia katakan, apabila kita telah bebas dari hamba dosa, kita harus taat pada pengajaran firman. hal ini tidak boleh dikesampingkan begitu saja. Seorang penulis pernah mengeluarkan sebuah pertanyaan? Apa beda gundik dengan isteri? Apakah gundik itu lebih cantik? Belum tentu? Lalu mengapa ada persaingan? Sebenarnya tidak bersaing, Isteri itu sudah berada pada pihak yang bebas, dia pikir sudah menang. Lalu berleha-leha. Sementara gundik berjuang terus, agresif, maju, pantang mundur. Akhirnya, isteri dikalahkan. Seorang isteri yang merasa aman, ia berpikir tidak perlu merias diri lagi, pakaian daster dipakai menyambut sang suami yang baru pulang dari kantor, ditambah anak-anaknya yang sedang ingusan. Di situ ada tangisan si anak, bau pipis. Namun gundik tampil keren, di sana-sini disemprot minyak wangi, dari ujung kaki hingga ujung rambut. Ia tahu aturan, ia belajar etika dan sopan santun menyambut seseorang. Tidak heran kalau yang merasa bebas itu segera dikalahkan. Orang Kristen mesti demikian, pada saat kita bebas, ingat ada peraturan yang mengikat yakni firman Tuhan, itu sebabnya pakai kebebasan itu bukan dengan sembarangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun