Mohon tunggu...
Saomi Rizqiyanto
Saomi Rizqiyanto Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi

A blogger who loves fashion, food and culture, studying American Studies at University of Indonesia. Read everything about America in here www.theamericanist.web.id

Selanjutnya

Tutup

Money

Menepis Stigma Negatif Bank Syariah

10 Januari 2011   10:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:45 919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_82490" align="alignleft" width="300" caption="Dr Aries Mufti, Ketua Dewan Pakar MES, dalam sambutan Sharia Economics Research Day, 6 November 2010 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (acara dan kesempatan yang berbeda-red)"][/caption] Bagi Nurisma (24) pegawai bank swasta syariah pertama di Indonesia, menjelaskan kepada nasabah se detil-detilnya mengenai produk perbankan, baik produk investasi maupun pembiayaan adalah sangat penting, mengingat ia tidak ingin pada akhirnya nasabah berangggapan tidak ada bedanya antara bank syariah dengan bank konvensional.

Demikian ditandaskan Isma dalam acara bedah buku “Tidak Syar’i nya Bank Syariah” yang di gelar oleh Kelompok Studi Center for Islamic Economics Studies (COINS) Program Studi Ekonomi Islam, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang digelar di Saung Bambu Ina pada Sabtu 8 Januari 2011.

Menurut Isma, banyak dari keluarga, teman maupun masyarakat awam yang masih kurang faham dengan misi dan nilai dari bank syariah itu sendiri. Bahkan tidak sedikit pula lulusan ekonomi syariah atau bahkan yang mengerti betul tentang muamalah atau praktek ekonomi islam, yang bernada sumbang dengan kehadiran bank syariah.

“salah satu dosen saya pernah mengkritik penerapan sistem revenue sharing yang banyak diterapkan bank syariah dalam moda pembiayaannya, pada satu sisi itu mungkin itu salah satu tidak syarinya bank syariah, tetapi pihak bank juga tidak mau merugi jikalau seratus persen menerapkan profit sharing” timpal Isma.

[caption id="attachment_82491" align="alignleft" width="300" caption="Zaim Saidi (kiri, penulis buku Tidak Syarinya Bank Syariah) dan Riawan Amin pada kesempatan yang sama. "]

12946563712140248894
12946563712140248894
[/caption] Lulusan terbaik Program Studi Ekonomi Islam di UIN Syarif Hidayatullah ini kemudian menjelaskan Revenue Sharing adalah sistem bagi pendapatan, yakni suatu skema keuntungan yang diperoleh bank syariah melalui pembiayaannya pada nasabah, bank akan memperoleh keuntungan jika modal pembiayaan, ditambah biaya-biaya yang timbul akibat pembiayaannya ini dikenakan terlebih dahulu pada hasil usaha si nasabah, setelah itu bank akan meminta prosentase keuntungan.

Berbeda dengan revenue sharing, profit and loss sharing system adalah skema bagi hasil yang diterapkan bank pada pembiayaannya pada nasabah. Bank akan memperoleh keuntungan sesuai dengan perjanjian awal tanpa ada biaya-biaya tambahan yang muncul akibat pembiayaan ini.

“Memang kita tidak bisa menerapkan prinsip syariah secara murni, tetapi setidaknya kita sudah menghindarkan diri dari praktik pembungaan uang yang sejatinya mencekik dunia usaha” tutur Isma.

Senada dengan Isma, Abdul Ghaffar mahasiswa semester akhir program studi ekonomi islam yang menjadi peserta acara menyebut bahwa dari sekian banyak dosen Fakultas Syariah dan Hukum, hanya 30 persen yang menjadi nasabah bank syariah, lainnya masih menikmati layanan bank konvensional

“kira-kira dari sampel skripsi saya begini, hanya tiga dari sepuluh dosen FSH yang menggunakan (layanan) bank syariah” tegas Ghaffar. Ditanya lebih lanjut mengapa banyak dosen yang belum menggunakan layanan jasa bank syariah, Ghaffar menyebut banyak diantara mereka yang mengatakan sama saja antara layanan jasa bank syariah dan bank konvensional. Ada juga yang menyebut jika layanan bank syariah belum secanggih bank konvensional, jelas Ghaffar tanpa menyebut dimana letak ketidakcanggihan bank syariah itu sendiri.

Perlu Tahapan

Oleh karenanya, menurut Alvin Joeshar, penggiat Center for Study of Islamic Economics yang dihubungi secara terpisah menjelaskan perlunya tahapan untuk menghilangkan stigma negatif yang ada di masyarakat. Tahapan-tahapan yang dimaksud Alvin adalah melalui berbagai saluran, baik itu melalui medium agama, pendidikan, dan acara-acara sosial yang ada di masyarakat. Salah satu salurannya melalui edukasi yang giat dilaksanakan oleh COINS.

“tujuan dari acara ini kan salah satunya untuk menghilangkan persepsi-persepsi negatif yang ada. Kita biasa mempertemukan akademisi maupun praktisi untuk membahas satu isu aktual maupun lainnya, tujuannya untuk mempersamakan persepsi” tegas Alvin.

Masih menurut Alvin, jikalau semua kalangan stakeholder yang peduli dengan bank syariah memiliki satu persepsi, ia meyakini bahwa stigma negatif bank syariah itu akan hilang dengan sendirinya. (sau)

------------------------------------------------------------

Tulisan ini bisa dilihat di http://saumiere.co.cc/2011/01/09/menepis-stigma-negatif-bank-syariah/

Keterangan : Berita Foto terpisah dengan Berita Teks

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun