Mohon tunggu...
Yustinus Satyagraha R.W.
Yustinus Satyagraha R.W. Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Freelance - Suka Menulis - Suka Editting Foto dan Video

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Media Baru sebagai Poros Perubahan di Masyarakat

18 Agustus 2018   22:43 Diperbarui: 20 Agustus 2018   10:07 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.pigenclikdernegi.org

Keberadaan media yang merupakan kata jamak dari medium sudah muncul kurang lebih 60 tahun yang lalu (Williams dalam Lister et all, 2009: 9). Media-media zaman dahulu bisa dibedakan menjadi media cetak (surat kabar, majalah, tabloid, buletin, buku cetak), media elektronik (radio, televisi, kaset, cakram) dan media massa (film dan iklan).

Media-media di atas ada yang sudah mulai hilang dan digantikan media-media baru seperti media cetak berbasis online (surat kabar online) ataupun media digital (surat kabar digital). Tranformasi media-media lama ke media-media baru juga diikuti dengan migrasi bentuk content atau isi hingga kekayaan intelektual bentuk media tersebut. Orang-orang mulai membangun kerja sama dan kolaborasi dengan orang lain dalam mengembangkan media juga menyisipkan ide-ide kreatif yang dapat mendorong adanya keuntungan dari sisi ekonomi. Fenomena inilah yang kemudian memunculkan istilah 'media baru'.

Apakah tolok ukur yang menjadikan suatu media tersebut baru atau lama? Suatu media dikatakan baru ini dibagi menjadi tiga kemungkinan. Kemungkinan pertama, media dikatakan baru apabila terasa asing dan disajikan secara agresif, bahkan berulang-ulang. Kemungkinan kedua, penggunaan media baru sudah menjadi konsumsi kita sehari-hari, sehingga berdampak pada semakin berkurangnya rasa keingintahuan untuk menyelidiki lebih lanjut. Kemungkinan ketiga, perkiraan awal kebaruan dapat berubah menjadi sesuatu yang tak terlihat. Artinya, peneliti menemukan jenis dan tingkatan kebaruan yang ada pada konsumen, tetapi sebaliknya mereka tidak dapat menemukan cara-cara yang awalnya konsumen pikirkan.

Istilah 'media baru' merujuk pada suatu perubahan produksi, distribusi dan penggunaan media. Sejak pertengahan tahun 1980-an dan selama periode tersebut, muncul berbagai konsep mengenai 'media baru'. Jauh sebelum periode '80-an, ada sebuah paham yaitu catatan teleologi tentang 'media baru'. Catatan teleologi pertama dimulai dari zaman di mana manusia purba melukis atau menggambar di gua-gua hingga munculnya telepon seluler. Lukisan gua Palaeolithic Atas dari Lascaux berumur 30.000 tahun yang ditemukan oleh Howard Rheingold menggambarkan sebuah dunia maya yang akan membawa manusia menuju bangunan dunia yang terkomputisasi (Rheingold dalam Lister et all, 2009: 52).

Prediksi Rheingold sungguh menjadi kenyataan di mana lukisan gua tersebut menyimpan benih penemuan mesin faks, jaringan komputer, satelit komunikasi dan telepon seluler (Rheingold dalam Lister et all, 2009: 53). Berikutnya adalah masa peralihan fotografi ke telematika yang berutujuan untuk menghasilkan sebuah ekstrak dari teleologi. Tokoh yang memelopori zaman ini adalah Peter Weibel, seorang ahli teori seni dan teknologi dari Karlsruhe, Jerman. Ia menawarkan model penemuannya yaitu pengembangan teknologi produksi yang progresif dan tranmisi gambar pada fotografi (Weibel dalam Lister et all, 2009: 53). Weibel membuat berbagai macam perubahan, mempreteli dan menambahkan sejumlah komponen yang akan menuntun fotografi menuju tahap telekomunikasi dan informatika (telematika).

Sejumlah karakteristik media baru yang muncul pada periode tahun 1980-an tersebut antara lain berkaitan dengan digital, virtual, hypertextual dan berjejaring. Beberapa karakteristik tersebut dapat dikatakan sebuah 'kualitas' yang dimiliki sebuah medium atau teknologi yang dimaksud. Karakteristik yang akan dibahas kemudian adalah digital.

Apakah sebenarnya digital itu? Digital adalah perubahan dari data input menjadi angka. Media digital mengambil bentuk data seperti cahaya dan suara yang ada dalam teks tertulis, foto, hingga rekaman gambar yang bergerak, kemudian diubah menjadi angka dalam bentuk disk drive, drive memory hingga sumber-sumber online.

Hal ini tentu berbeda dengan media analog yang mengubah data input, misalkan suara nyanyin seseorang, menjadi obyek lain seperti alur pada piringan hitam atau partikel magnetik pada pita. Digital dalam hal ini bisa dikatakan sebagai sebuah karakteristik yang dapat diarahkan untuk sebuah tujuan, seperti dimanfaatkan untuk berbagai macam kebutuhan atau mungkin justru dapat dieksploitasi.

Sebut saja kelompok seniman dan teknisi "Factum-Arte" yang berhasil mereproduksi artefak kuno (patung, relief, monumen dan lukisan) menjadi sebuah "duplikat" yang didukung dengan teknologi digital dan pemandu 3D (http://www.factum-arte.com/eng/default.asp). Bukti di atas menunjukkan bahwa teknologi digital dapat mengganti peran jaringan yang lebih kuat dan sifatnya imaterial (tampak seperti nyata, padahal tidak).

Satu hal yang kemudian bisa menjadi sebuah topik diskusi adalah apakah konsep 'media baru' ditentukan atau malah yang justru menentukan sesuatu lain? Konsep yang berkaitan dengan  budaya dan masyarakat ini dapat dikatakan sebagai dua paradigma yang saling bersaing dalam menentukan cara kita berpikir tentang 'media baru'. Dua paradigma yang saling bersaing ini juga bersumber pada pemikiran dua teoritikus utama media yaitu Marshall McLuhan dan Raymond Williams.

Jika McLuhan mengamati adanya pergeseran budaya yang diakibatkan munculnya 'media baru', Williams justru sebaliknya. Williams malah tertarik menyelidiki fenomena kemunculan 'media baru' beserta penggunaan dan kontrol yang ditimbulkan darinya. Ia berpendapat bahwa tidak ada teknologi tertentu yang menjamin perubahan budaya dalam masyarakat (Williams dalam Lister et all, 2009: 77). Pendapat kedua tokoh ini bisa dibilang sangat masuk akal. McLuhan mengatakan jika media memengaruhi kesadaran maka manusia mengalam sebuah masa perubahan yang besar. Williams dengan teorinya bahwa media hanya dapat berlaku dalam proses dan struktur sosial juga memiliki pengaruh dalam hubungan kekuasaan dan berdampak pada reduksi (mengurangi) pola-pola yang sudah ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun