Mohon tunggu...
Iya Oya
Iya Oya Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki

90's

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tuhan, Agama, dan Malaikat, Kok Dibawa-bawa Sih?

2 Juni 2018   20:20 Diperbarui: 2 Juni 2018   21:04 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Karya Pribadi

Seringkali terlintas keinginan untuk menutup diri dari media sosial yang kita cintai itu; yang kita sulit berpisah darinya. Untuk apa? Jawabnya adalah untuk mencari ketenangan dan melihat kenyataan yang sesungguhnya, yaitu pada kehidupan riil ini --kalau tidak menyebut sesuatu yang lebih riil lagi, atau yang paling riil.

Entah, apakah akan ada fitnah (ujian) yang lebih hebat lagi yang datang menimpa negeri ini, saya sudah pasti tak tahu dan selalu berharap keadaan akan menjadi lebih baik, lebih baik, lebih, baik, dan selalu lebih baik. 

Tapi, dari gejala-gejala yang kita saksikan di media sosial itu, nampaknya mentalitas kita memang sudah sedemikian sakit, dikarenakan suatu virus yang disebarkan oleh suatu pihak dan menjangkiti orang-orang yang lemah imunitas (maksudnya prinsip) dirinya.

Untuk saat ini, salah satu yang menyakitkan itu adalah itu adalah ketika melihat agama dibawa-bawa, dijadikan legitimasi untuk melakukan (termasuk mengatakan) hal-hal tak baik. Seolah-olah hanya ada satu pihak yang suci, sedangkan pihak lain adalah sekutu setan. 

Begitu juga Tuhan, dibawa-bawa berikut sak malaikatNya sekalian. Waw, hebat bener, saya pikir. Saya juga mau begitu, tapi saya takut dikeplak Tuhan nanti di sana. "Berani kali kau bawa-bawa Aku, hah? Sebegitu mudahnya kau mengatakan itu, hah? Masuk sanah!" Lha, kalau sudah seperti itu kan susah saya-nya.

Begitu pun media sosial,  menjadi tempat yang bising (padahal nggak ada suaranya) karena bagaikan arena perang antara pihak --yang katanya kecebong dan kampret. Saya tak tahulah kenapa disebut demikian. Saya jadi kasihan sama dua binatang itu, karena jadi rendah derajatnya lantaran dibawa-bawa dalam intrik politik yang diributkan oleh orang-orang... ah, lagi-lagi you know-lah ya... Entah yang mana yang cebong dan yang kampret, saya tak tahu dan tak mau mencari tahu. Dan yang jelas, konten-kontennya jauh dari kesan ilmiah. 

Tapi, kalau dipikir-pikir, kenapa gak pakai nama binatang singa atau buaya atau binatang lain yang lebih buas aja sih. Lho, soalnya orang-orang yang meributkan permasalahan itu juga gak kalah buasnya lho. Tapi, kalau dipikir-pikir lagi, mendingan tak usah-lah, daripada nanti singa dan buaya itu ikut turun derajatnya. Padahal yang namanya binatang itu kan makhluk Tuhan yang patuh. Mana ada sih binatang yang menentang perintah Tuhan.

Yang saya kasihani adalah pengguna-pengguna yang tak tahu apa-apa, dimana mereka hanya sekedar mengikuti  dan men-share konten-konten tak bermutu seperti itu. Barangkali mereka melakukan itu cuma karena peci, sorban, atau identitas keagamaan lain, yang mereka kira bahwa pengguna-pengguna yang menggunakan atribut-atribut tadi sudah pasti baik. 

Gimana coba, kan seringkali kesannya orang-orang beragama itu sudah pasti baik? Bagi orang lain lho ya, bukan bagi saya. Padahal ya belum tentu! Aduh, kok kayak tak pernah belajar sejarah saja sih...  Bisa ditebak kalau yang mereka konsumsi bukan lagi buku atau bacaan-bacaan yang jelas mutunya, melainkan konten-konten yang dibuat cuma berlandaskan atas kebencian. Ya iyalah... Dibandingkan baca buku, ya pasti lebih asyik browsing buka Facebook, YouTube dan lain-lain. Siapapun pasti mengakui itu kok. Ya kan? Ya kan?

Bayangkan saja kalau seorang orangtua yang sudah sedemikian dikenal orang banyak sebagai pemegan jabatan ketua ini-itu, malah mengatakan sesuatu yang... aduh, tak tahulah apa namanya. Begitu juga oleh tokoh agama yang begitu dicintai oleh mereka, yang sudah tentu saya tak ikutan.

Dari hal-hal tadi, yang saya resapi, saya hayati, sampai-sampai saya pingin muntah (maaf, ini bukan ngidam. Saya ini dari lahir memang laki-laki!), akibatnya saya kok jadi malas beragama. Wait a minute. Tunggu dulu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun