Mohon tunggu...
Iya Oya
Iya Oya Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki

90's

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Orang Tua Berusia 85 Tahun

22 Mei 2018   08:04 Diperbarui: 22 Mei 2018   08:15 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: karya pribadi

Orangtua berumur 85 tahun itu nampak khusyuk, tenang dalam ibadahnya. Dia terlihat begitu dalam merenungi bacaan sholatnya. Dia mengucap dan mendengar sendiri tiap ayat-ayat suci yang dibacanya, berkontemplasi memahami hikmah dari ayat-ayat itu.

Di umurnya yang sudah hampir "habis", di situ pula dia melihat dirinya; berempati terhadap dirinya sendiri dan beretrospeksi secara regresif pada apa yang pernah dilakukan semasa hidup dalam hal kebaikan dan kekeliruan.

Tapi tak banyak kebaikan yang sudah dilakukannya. Itulah yang dirasakannya. Baginya, setiap perbuatan baik itu tak perlu diingat, tak perlu disebut, tak perlu dikenang dan lebih baik dilupakan saja. Sebaliknya, dalam hal dosa atau kesalahan, di sinilah dia mesti menyadari bahwa sangat banyak kesalahan yang pernah dilakukannya. Apa dia sanggup melupakannya? Dikatakannya, bahwa dosa-dosa itulah yang membuat dia merasa dekat dan semakin ingin mendekat untuk memohon ampunan Tuhan. 

Tak ingin dia berhenti merenungi kesalahan-kesalahannya --yang walaupun tak pernah diketahui-- dia selalu merasa bahwa dosanya masihlah sangat bertumpuk-tumpuk. Dia tak ingin tahu seberapa banyak dosa yang telah dihapuskan Tuhan. Dia tak peduli dengan hal itu karena dia hanya ingin memohon ampunan sambil tetap optimis berharap dosanya akan diampuni sehingga dia bisa melihat Tuhan di kehidupan selanjutnya.

Ayat yang berbunyi Bismillahirrahmanirrahim (Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang) itu mengingatkannya kepada Sang Pencipta dimana Dia belum menciptakan apapun. Ayat ini dianggapnya unik karena berada pada awal bacaan, namun merupakan konklusi dari pencarian manusia akan Penciptanya.

Dari situ juga dia sadar bahwa rasionalitas nalar tidak akan pernah menyangkal keberadaan Dzat Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, dimana tak ada yang patut disembah selain Dia. Nalar atau akal memang sudah seharusnya digunakan supaya keyakinan terhadap Tuhan dan anasir-anasir keagamaan itu semakin kuat diyakini.  Dan karena rasio tadilah seseorang akan kokoh mengimani Tuhan dan substansi-substansi agama tanpa iman buta.

Ayat Alhamdulillahirabbil'alamin (Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam) membawanya ke saat dimana Tuhan mulai menciptakan sesuatu. Di situlah untuk pertama kalinya Sang Pencipta menciptakan sebuah makhluk yang disebut akal dimana kemudian akal tadi patuh pada perintahNya.

Tuhan memang narsis, pikirnya. Dia menciptakan makhluk, tidak lain memang untuk menyembah, memuji, dan mematuhiNya. Dari hal inilah dia kemudian menyadari bahwa setiap makhluk adalah akal. Angin adalah akal. Bumi adalah akal. Air adalah akal. Langit adalah akal. Malaikat adalah akal. Begitu pun dengan manusia dan jin. Tapi kalau manusia dan jin adalah akal, kenapa di antara mereka ada yang tak patuh dan tak mengakui kehadiranNya? 

Dia pernah mempertanyakan soal ini, dan tak lama dia pun menemukan jawaban berupa kalimat "akal sehat" pada Kitab Suci yang kemudian menyadarkannya perihal perbedaan makhluk yang patuh dan yang tidak patuh tadi. Maka aku adalah akal, katanya dalam hati. Karena hanya mereka yang berakal sehat sajalah yang mesti menuju Tuhannya. Di sinilah akal-akal sehat pada manusia dan jin tadi senantiasa berusaha patuh dan menyembah, mengagungkan Penciptanya. Untuk apa manusia diciptakan kalau bukan untuk mensyukuri dan menyadari "Alhamdullilahirabbil'alamin" tadi?

Sangat berat dan sangat dalam usaha untuk bisa mengetahui hal ini. Nyatanya, berpikir, berkontemplasi, merenung dan memahami ciptaanNya adalah termasuk jalan untuk dapat mengenalNya. Baginya, adalah suatu kenikmatan bisa menemukan dan mengenalNya. Tak ada satu pun ayat-ayatNya yang tidak bermakna sama sekali. Hanya manusialah yang kurang mau memahami dan memiliki keterbatasan untuk dapat menemukan hikmah di balik ayat-ayatNya yang menyimpan banyak sekali pengetahuan-pengetahuan atau hikmah.

Arrahmanirrahiim (Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang) membuatnya masuk makin dalam kepada sisi spiritual batinnya. Tuhan menciptakan makhluk dengan berpasang-pasangan, yaitu laki-laki dan perempuan. Kedua makhluk ini memiliki sifat pengasih dan penyayang pada dirinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun