Mohon tunggu...
Aris P. Zebua
Aris P. Zebua Mohon Tunggu... Guru - Guru

Seharusnya pendidikan merupakan hadiah bagi semua orang | Blog pribadi: satyaaris.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Bapak

9 Februari 2019   16:30 Diperbarui: 16 April 2019   17:03 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku tak pernah membayangkan akan menaiki mobil bersirene ini. Ambulans. Sebelumnya, aku biasa melihatnya atau mendengar sirenenya ketika melintas di depan rumah. Kemudian diikuti lolongan anjing tetangga yang menyayat hati. Tanda seseorang telah mati. Mungkin anjing bisa merasakan sesosok tubuh di dalam mobil itu sudah tak bernyawa. 

Kini aku bersama ibu dan dua saudaraku menemani bapak di dalam ambulans. Tubuh bapak sudah tak bergerak. Ia tenang sekali. "Mari kita pulang ke rumah," kata ibu kepada tubuh itu sambil terisak. Aku tidak tahu apa yang kulakukan selain duduk membisu. Para petugas medis telah menyelesaikan tugas mereka, lalu menutup pintu mobil dari luar. Supir menyalakan mesin. Mobil mulai melaju dan terdengarlah sirene meraung seolah mengumumkan bahwa ada keluarga sedang berduka. 

Tiga jam sebelumnya.
Aku baru tiba di bandara. Paman menyambutku lalu memelukku. Ia menangis. "Kamu harus ikhlas, Nak, bila terjadi apa-apa dengan bapakmu," kata paman padaku, "kondisinya kritis." Ia memelukku lama sekali.

Kemudian paman membawaku menuju motornya di tempat parkir. Aku menawarkan untuk memboncengnya, tapi ia menolak dengan alasan aku lelah. Kami pun berangkat menuju rumah sakit tempat bapak dirawat.

Aku pulang karena mendapat kabar bahwa bapak sakit keras. Aku sedang berkuliah di Jakarta. Baru semester dua. Seorang teman dekatku mengabari bahwa ibuku menelfonnya untuk memintaku pulang hari itu juga. Aku baru sadar telfon genggamku mati saat itu karena sedang mengikuti acara di aula kampus. Pasti ibuku sudah menelfon dari tadi. Hari itu hari Jumat.

Berkat pertolongan teman-temanku, tiket pesawat telah berhasil kuperoleh. Seorang senior dan temanku mengantarku ke bandara karena mereka khawatir kondisiku. Aku berangkat sore hari dan tiba di Polonia Medan pada malam hari. Di Medan, aku menginap di rumah saudara. Esok paginya aku melanjutkan penerbangan menuju kampungku.

Setibanya di rumah sakit, kulihat bapak terbaring lemah. Ia benar-benar tidak berdaya. Kucium keningnya dan kubisikkan di telinganya, "Pa, aku sudah pulang." Seketika itu juga air matanya menetes. Ia tak bisa membuka matanya. Ia tak bisa lagi berkata-kata. Mungkin ada yang ingin dikatakannya padaku. Mungkin itu pesan terakhirnya. Tapi, apa daya tubuhnya terlalu lemah. Aku tak bisa mendengar suaranya yang terakhir. Hatiku sangat sedih. Kupandangi terus tubuh bapak yang terbaring lemah itu.

Satu jam setelah kedatanganku, bapak menghembuskan napas terakhirnya. Bapak pergi untuk selamanya.

Sirene ambulans terus meraung membelah angkasa. Aku tahu orang-orang di luar sana bertanya-tanya siapa gerangan yang telah berpulang. Kami sekeluarga pulang ke rumah bersama bapak yang telah tiada. Sanak saudara sudah berkumpul mempersiapkan segala sesuatu di rumah kami. Betapa baik dan pedulinya mereka.

Aku ikut memandikan jenazah bapak. Kuperhatikan tubuhnya yang telah terbujur kaku itu. Tangannya pernah menggendongku, menimangku dengan penuh kasih sayang, pernah menuntunku kala aku masih belajar berjalan. Matanya yang tertutup itu pernah memancarkan cinta sejati pada anak-anaknya. Mata itu pernah menatap tajam kala menegurku saat berbuat salah. "Pa, terima kasih atas segalanya," bisikku padanya.

Bapak telah pergi selamanya, tapi kenangan kepergiannya tersimpan di dalam tubuhku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun